Sebagian besar masyarakat memanfaatkan hari Minggu untuk refresing, jalan-jalan, atau berbelanja di mall. Namun berbeda dengan umat Buddha, khususnya di kota-kota besar yang justru menghabiskan hari Minggu dengan melakukan aktivitas di vihara untuk membaca parita, mendengarkan ceramah Dhamma, berdana, dan kegiatan-kegiatan lain. Sebenarnya apa sih tujuan umat Buddha setiap hari Minggu ke vihara?
Dalam sebuah ceramah Dharma pada hari Minggu (10/1) di Vihara Mahabodhi, Semarang, Bhikkhu Tirasobano menjelaskan apa sesungguhnya tujuan umat Buddha pergi ke vihara. Menurut bhante asal Lombok, Nusa Tenggara Barat ini, tujuan umat Buddha pergi ke vihara adalah untuk belajar dan berlatih Buddha Dhamma.
“Salah satu tujuan kita belajar dan berlatih Dhamma adalah untuk meningkatkan kualitas batin kita, meningkatkan kualitas batin berarti juga meningkatkan kualitas hidup kita. Kalau ditanya hidup yang berkualitas itu seperti apa? Menurut Buddha Dhamma, hidup yang berkualitas adalah hidup yang senantiasa berbahagia, lebih bahagia, dan semakin bahagia. Bukan hidup yang senantiasa galau, lebih galau, dan semakin galau,” ujarnya.
Menurut Bhante, kelahiran menjadi manusia mempunyai kesempatan bagus untuk meningkatkan kualitas batin, karena untuk terlahir menjadi manusia bukan hal yang mudah dan membutuhkan jasa-jasa kebajikan yang banyak, apalagi bisa terlahir menjadi manusia dan dapat belajar Dhamma.
Mengutip kata-kata Buddha, Bhante lulusan STAB Smaratungga ini menjelaskan, “Untuk terlahir menjadi manusia sangat sulit, butuh jasa-jasa kebajikan yang besar apalagi terlahir sebagai manusia dan bisa belajar Dhamma. Bisa saja kelahiran kita yang akan datang bukan terlahir sebagai manusia, celaka lagi kalau kita terlahir ke alam-alam rendah.”
Bhante memberi contoh, “Di banyak tempat, Bhante banyak berjumpa dengan orang-orang yang rajin ke vihara, tapi hal-hal baik tidak berkembang, malah kemarahannya berkembang, keserakahannya berkembang.”
“Untuk itu, kita harus meningkatkan kualitas hidup dengan belajar di vihara. Vihara adalah tempat meningkatkan kualitas-kualitas kehidupan kita. Jadi, sebagai komunitas Buddhis, kita harus bisa meningkatkan kualitas batin. Inilah pentingnya kita belajar dan berlatih juga untuk mengkondisikan karma baik kita berbuah tepat pada waktunya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Bhante Tera menjelaskan jenis-jenis manusia berdasarkan kualitas batin dan moralnya. Menurut Buddha Dhamma, ada lima jenis manusia berdasarkan kualitas batin. Apakah kelima jenis manusia tersebut?
Yang pertama adalah niraya manussa (manusia neraka), yaitu istilah untuk manusia yang mempunyai karakter batin penuh kebencian, rasa dendam, kemarahan, dan permusuhan. “Orang-orang yang senang memelihara kebencian, kemarahan, rasa permusuhan dan rasa dendam itu menurut pandangan Buddha Dhamma termasuk dalam niraya manussa. Mengapa disebut sebagai manusia neraka? Karena kebencian, kemarahan, rasa bermusuhan dan dendam, selain membuat hidup kita menderita seperti di neraka juga sebagai tiket masuk neraka setelah meninggal.”
Bhante menambahkan, untuk merasakan neraka dan sorga, kita tidak harus menunggu meninggal. Selain merupakan alam kehidupan, sorga adalah kondisi-kondisi menyenangkan dan kebahagiaan yang kita rasakan. Jadi di saat kita merasa bahagia, kita mengalami kondisi sorga. Kebalikannya, kalau saat ini kita sedang mengalami emosi, kemarahan, galau dan lain-lain, itulah neraka.
Yang kedua, asura manussa (manusia hantu) adalah manusia yang mempunyai karakter dan batinnya seperti hantu yang selalu kelaparan. Hantu dalam istilah Buddhis adalah makhluk-makhluk yang senantiasa kelaparan dan kehausan. “Bagi orang-orang yang mempunyai sifat keserakahan, ketamakan, kekikiran dan kemelekatan yang sangat tinggi, orang seperti itu akan selalu kelaparan tidak pernah puas seperti asura.”
Yang ketiga, tirachana manussa (manusia binatang), yaitu sebutan kepada manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat kegelapan batin yang sangat kuat. Kegelapan batin ini artinya tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Kegelapan batin juga bisa mengkondisikan kehidupan selanjutnya menjadi binatang. “Dan lebih celakanya lagi, apabila kebalik, menganggap yang baik sebagai tidak baik dan yang baik sebagai tidak baik,” ujar Bhante.
Yang keempat, peta manusaa (manusia setan) adalah sebutan bagi orang-orang yang mempunyai sifat iri hati yang sangat tinggi. “Iri hati itu kalau kita istilahkan sms (senang melihat susah, dan susah melihat senang,” ujar Bhante. Orang-orang yang mempunyai sifat dan karakter iri hati disebut sebagai manusia setan.
Dan yang kelima adalah deva manussa (manusia sorga), yaitu sebutan bagi orang-orang yang selalu berusaha mengembangkan karakter-karakter batin yang baik, karakter yang penuh cinta kasih, kesadaran, dan kebijaksanaan. “Seperti Bapak Ibu hari ini yang datang ke vihara dan belajar Dhamma untuk meningkatkan kualitas batin, seperti itulah manusia surga,” jelas Bhante.
Menurut Bhante, semua manusia berpotensi mempunyai kelima kualitas batin tersebut, tinggal manusia mau melatih dan mengembangkan yang mana.
“Kalau Anda ingin bahagia seperti manusia sorga, teruslah belajar mengembangkan kualitas batin,” pesan Bhante mengakhiri ceramah Dhammanya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara