Beberapa waktu lalu, saya pernah membagikan pengalaman saya saat mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan Dhamma talk Ajahn Brahm di Singapura. (Baca Penderitaan dan Kebahagiaan di Mata Ajahn Brahm) Kali ini saya kembali mendapatkan karma baik untuk kembali berkesempatan mendengarkan Dhamma talk Ajahn Brahm pada tanggal 18 Febuari 2016.
Sama seperti sebelumnya, acara kali ini juga diadakan di Singapore Conference Hall pukul 07.30 malam dan diorganisir oleh Bodhinyana Singapore. Jika pada acara beberapa bulan lalu saya datang terlambat, maka kali ini saya berusaha memastikan untuk datang tepat waktu agar saya bisa mendapat tempat duduk yang lebih baik. Maka ketika jam sudah menunjukkan pukul 06.30 malam, saya segera membereskan pekerjaan saya di kantor dan langsung menuju ke tempat acara. Kebetulan tempat saya bekerja berseberangan dengan tempat acara sehingga saya bisa berjalan kaki dengan santai ke sana.
Sama juga seperti sebelumnya, para peserta diharuskan menunjukkan konfirmasi booking dan membayar 10 dolar Singapura untuk dapat masuk ke dalam. Masih banyak tempat duduk yang kosong dan saya memilih untuk duduk di kursi agak pinggir, dengan pertimbangan bahwa saya hanya sendiri dan akan memudahkan saya kalau nanti mau keluar. Cukup disayangkan bahwa teman sekantor saya berhalangan hadir di acara ini karena sedang sakit.
Hanya butuh waktu 30 menit untuk mengisi 1000 tempat duduk yang ada di sana. Akhirnya kurang lebih pukul 08.00 malam, acara pun dimulai. Setelah sambutan ringan dari moderator, Ajahn Brahm pun tampil di panggung. Tema yang dibawakan kali ini adalah “Making Peace with Yourself and the World” (Berdamai dengan Diri Sendiri dan Dunia). Tema yang cukup menarik menurut pandangan saya pribadi, karena bagaimana kita bisa mencapai kebahagiaan kalau kita bahkan tidak bisa berdamai dengan diri sendiri.
Seperti biasa, Ajahn Brahm banyak menggunakan cerita sebagai sarana untuk menyampaikan ajarannya. Untuk tema kali ini, Ajahn Brahm berfokus pada cerita tentang pengalamannya saat pertama kali hendak membangun vihara di Australia, di mana Ajahn Brahm harus bertukang sendiri memasang batu bata. Namun setelah temboknya berdiri ternyata ada dua batu bata yang tidak terpasang dengan sempurna. Ajahn Brahm pun merasa begitu kesal sampai ingin menghancurkan tembok itu dan mengulangi memasang batu bata dari awal. Namun Ajahn Brahm lupa, bahwa selain dua batu bata jelek itu, masih ada 998 batu bata lainnya yang dengan sempurna membentuk tembok yang kokoh. Cerita ini sudah sangat sering dibawakan oleh Ajahn Brahm, tapi tidak pernah membosankan.
Hal seperti inilah yang seringkali terjadi di dalam hidup kita. Kita hanya melihat sisi buruk dari suatu hal saja. Kita hanya berfokus pada hal-hal yang negatif, padahal ada banyak sisi baik yang mungkin luput dari penglihatan kita. Ajahn Brahm kembali menegaskan hal ini dengan perumpamaan seorang istri yang mendapati suami yang sudah dinikahinya selama tiga tahun ternyata berbohong padanya. Si istri yang mengetahui bahwa suaminya berbohong, lalu langsung menuntut cerai. Kasus ini mirip dengan kisah batu bata tadi. Si istri hanya melihat satu sifat jelek suaminya saja, padahal kalau dipikir lebih jauh selama tiga tahun pernikahan mereka berapa banyak sifat baik suaminya yang sudah ditunjukkan kepada istrinya itu. Karena si istri hanya fokus pada kejelekannya sajalah maka segala kebaikannya terlupakan.
Kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Jawabannya adalah karena kita berharap terlalu banyak. Kita berharap pada kesempurnaan, padahal ketidaksempurnaan adalah hal yang wajar dan alami. Justru karena kita memaksakan untuk harus sempurna, harus bahagia, harus ini dan itu yang serba baik, hal itu malah mengakibatkan kita lupa, bahwa apa yang ada sesungguhnya adalah sudah baik. Tembok bata itu memang tidak sempurna, tapi masih okelah. Lalu suami atau istri kita juga tidak sempurna, tapi masih baguslah. Begitulah seharusnya kita berpikir dan bersikap. Jangan fokus pada hal yang negatif, tapi berfokuslah pada hal yang positif. Karena pikiran yang negatif justru malah akan meningkatan kemungkinan hal-hal buruk untuk terjadi. Sebaliknya pikiran yang positif akan meningkatkan kemungkinan hal-hal yang baik juga untuk terjadi.
Saya mulai memahami kaitannya dengan tema kali ini. Bila kita menganggap batu bata jelek itu sebagai suatu kesatuan dari tembok, maka itu berarti kita menerima dengan sepenuh hati hal-hal jelek yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak lagi menyalahkan diri kita sendiri, yang artinya kita telah berdamai dengan diri kita sediri. Ya inilah kejelekan diri saya, saya menerimanya dan selain kejelekan itu saya juga masih punya banyak kebaikan lain sebagai bagian dari diri saya. Dengan berdamai dengan diri sendiri, kita juga bisa menerapkan hal tersebut ke berbagai hal lainnya di luar sana. Kita jadi memandang orang lain dari sisi baiknya dan tidak dari sisi jeleknya. Seperti yang dijelaskan oleh Ajahn Brahm selama kunjungan sosialnya ke penjara, ia tidak pernah memandang para narapidana sebagai perwakilan kejahatan, namun ia memandang mereka sebagai seorang manusia yang masih memiliki sisi baik.
Sebagai penutup, Ajahn Brahm mengungkapkan harapannya untuk mewujudkan kedamaian di antara umat beragama dengan perumpamaan sebuah orkestra. Di dalam sebuah orkestra, setiap individunya seorang ahli, maestro, yang sudah puluhan tahun menekuni bidangnya masing-masing. Ada yang menekuni biola, drum, terompet, dan lain-lain. Mereka sendirian mampu memainkan nada yang indah, namun mereka bersama-sama akan mampu memainkan nada yang luar biasa, lebih dari sakadar indah. Demikianlah juga akan sangat indah apabila antar umat beragama mampu berjalan berdampingan bersama-sama. Tidak akan ada lagi yang namanya perselisihan atau kekerasan apa pun juga. Sebuah pernyataan yang cukup menarik untuk menutup ceramah kali ini.
Moderator kemudian mengambil alih panggung untuk memandu sesi tanya jawab. Para peserta yang ingin bertanya bisa mengirimkan pertanyaannya lewat facebook Bodhinyana Singapore, dan beberapa pertanyaan dipilih untuk dibahas bersama. Ada sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik dan berkesan untuk saya, yaitu pertanyaan di mana si penanya memiliki hidup yang sempurna namun terkadang entah bagaimana merasa tidak bahagia tanpa tahu sebabnya. Mungkin hal ini juga sering terjadi pada diri kita sendiri, dan Ajahn Brahm menjawabnya dengan baik sekali. Jangan khawatir hal itu adalah normal, tidak bahagia adalah bagian dari alam. Jangan biarkan orang lain mengontrol hidup kita, apabila kita ingin bahagia maka kita harus bahagia karena kita memang ingin bahagia, bukan karena orang lain menginginkan kita bahagia. Demikian juga bila kita cemberut, jangan biarkan orang lain yang membuat kita cemberut. Jadi, don’t worry, be grumpy.
Berhubung pertanyaannya sangat banyak dan waktu yang terbatas, akhirnya tidak semua pertanyan yang masuk dibacakan. Akhirnya acara pun ditutup oleh moderator dan diiringi oleh tepuk tangan yang meriah dari para peserta. Bagi peserta yang ingin membeli buku-buku Ajahn Brahm, membeli berbagai merchandise, ataupun ingin bukunya ditandatangani oleh Ajahn Brahm maka bisa ikut antri di lobi depan. Namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 09.30 malam waktu Singapura, saya memilih untuk segera berdana dan langsung meninggalkan tempat acara. Secara pribadi saya cukup puas dengan acara kali ini dan semoga saya bisa mendapat kesempatan untuk mendengar ceramah-ceramah Ajahn Brahm yang inspiratif lagi di lain kesempatan.
Sebagai catatan tambahan, Ajahn Brahm akan kembali melakukan tur ceramah “Happy Everyday” di enam kota di Indonesia pada tanggal 9-14 April 2016. Enam kota yang akan dikunjungi adalah Medan (9/4), Jakarta (10/4), Bandar Lampung (11/4), Pangkal Pinang (12/4), Yogyakarta (13/4), dan Denpasar (14/4). Tur ceramah yang memasuki tahun kedelapan secara berturut-turut ini diorganisir oleh Ehipassiko Foundation.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara