“Akar itu hanya bisa dicabut dengan bhavanamaya panna, kearifan yang muncul dari kekuatan meditasi dengan menggunakan kesadaran, sati, awareness, itu yang bisa mencabut akar kejahatan.”
Demikian petikan pesan Dhamma yang disampaikan Bhante Sri Pannavaro saat upacara Semedhi Padhang Mbulan sekaligus perayaan Magha Puja di Candi Sojiwan, Klaten pada Rabu (5/4/23). Acara ini diselenggarakan oleh umat Vihara Buddha Murti Klaten dan Vihara Karang Jati Yogyakarta dan dihadiri oleh sekitar 300 umat.
Mengawali pesan Dhammanya, Bhante menjelaskan bahwa Magha Puja menjadi salah satu hari penting bagi umat Buddha karena ditandai dengan empat keistimewaan.
Menjadi lebih istimewa lagi, Magha Puja adalah momen Guru Agung Buddha Gotama membabarkan Ovada Patimokkha kepada 1.250 Bhikkhu Arahat.
Pada kesempatan ini pun bhante mengulas kembali pesan Dhamma tersebut meskipun tidak secara keseluruhan.
“Ovada Patimokkha hanya tujuh kalimat yang terbagi menjadi tiga bait, ini bukanlah uraian yang filosofis tetapi lebih sebagai arahan, instruksi langsung. Karena itu disebut Ovada. Ovada artinya instruksi, jalan untuk mencapai kebebasan dari penderitaan.
Sebenarnya juga merupakan intisari dari seluruh ajaran Guru Agung kita, yang Beliau ajarkan selama 45 tahun.
Saya ingin mengambil bait yang di tengah, tidak mengupas semua. Yang Guru Agung kita memulai dengan Sabba Papassa akaranam, jangan berbuat semua perbuatan yang papa atau kejahatan,” bhante mengawali ceramah.
Instruksi pada syair pertama ini menurut bhante merupakan kebajikan atau kebaikan minimal. Artinya ketika seseorang belum bisa membantu setidaknya tidak mengganggu apalagi merugikan orang atau makhluk lain.
Tidak mengganggu orang lain, makhluk lain, siapa pun mereka, sekecil apa pun dia, selemah apapun mereka, karena pada dasarnya semua makhluk tanpa terkecuali berhak untuk hidup berbahagia. Itu adalah kebajikan awal.
Lebih lanjut bhante menerangkan bahwa perbuatan jahat tidak pernah membawa manfaat, tetapi sebaliknya hanya akan membawa kerugian bagi orang lain maupun diri sendiri. Menurut bhante, penyebab kejahatan bersumber dari dalam diri, bukan dari luar.
“Penyebab kejahatan itu persis berada di dalam diri kita sendiri, yaitu keserakahan, kebencian, dan keakuan.
“Keserakahan, kebencian, dan keakukan ini kalau terpancing melalui indera kita maka dia berubah wujud menjadi perilaku yang buruk. Dan perilaku yang buruk ini merugikan orang lain, menghancurkan dirinya sendiri.”
Bhante memperjelas ceramahnya dengan menerangkan sebuah cerita yang terpahat dalam salah satu relief Candi Sojiwan. Relief tersebut mengisahkan keserakahan seekor serigala yang akhirnya merugikan dirinya sendiri.
“Dalam relief ini ada seekor serigala yang menggigit sekerat daging. Pada waktu seekor serigala yang menggigit, yang nggondol dalam bahasa daerah yang gampang. Ingkang menggondol sepotong daging meniko melewati sungai kecil.
“Serigala melihat ikan bergerombol besar-besar, merah-merah, menarik sekali. Spontan serigala itu melepaskan daging yang digigit, masuk ke dalam air untuk menangkap ikan itu.”
Dikisahkan, karena bukan habitatnya serigala tersebut tidak bisa menangkap ikan di dalam air. Di akhir cerita, serigala tersebut tidak bisa menangkap satu ikan pun dan dagingnya yang sudah dilepaskan dicuri oleh gagak.
“Pesan moralnya adalah keserakahan tidak membawa manfaat. Serigala tidak mendapatkan ikan dan dia juga kehilangan dagingnya,” imbuh bhante.
Di sela penjelasannya bhante juga menyinggung soal peperangan yang sering terjadi. Menurut bhante perang antar negara juga bersumber dari pikiran yang dipenuhi oleh keserakahan dan kebencian. Hal ini bahkan juga tertuang dalam piagam UNESCO.
“Piagam UNESCO, organisasi dunia tentang kebudayaan dan pendidikan, piagamnya itu dimulai dengan kalimat; sesungguhnya peperangan itu dimulai dari pikiran masing-masing.
“Alangkah bijaknya kalimat ini, persis seperti ajaran Guru Agung Buddha Gotama. Peperangan itu dimulai dari pikiran kita sendiri,” ungkapnya.
“Kalimat yang kedua, dalam bait yang kedua kotbah Guru Agung kita adalah Kusalassa upasampada. Upasampada, tambahlah, tinggikanlah, kebaikan.
“Banyak cara yang bisa dilakukan Ibu, Bapak, dan saudara untuk berbuat kebaikan. Tetapi kejahatan dan kebaikan itu sumbernya sama, yaitu tidak lain adalah pikiran kita sendiri,” bhante melanjutkan ceramahnya.
Karena sama-sama bersumber dari pikiran, kebajikan juga mempunyai penyebab di dalam diri setiap makhluk.
Bhante menjelaskan bahwa Brahma Vihara, empat keadaan batin yang luhur menjadi sumber dari segala perbuatan baik.
Dengan menumbuhkan dan mengembangkan empat Brahma Vihara di dalam batin akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan baik.
Metta
“Metta, cinta kasih kepada semua kehidupan, siapapun mereka, apapun kehidupan itu. Tidak perlu melihat sukunya, partainya, agamanya, asal-usulnya.
“Semua kehidupan kita cintai. Mereka yang dikatakan orang baik, orang jahat, kita mencintainya. Itu adalah awal dari perbuatan baik. Itu adalah benih dari pikiran yang baik.”
Kedua, bhante melanjutkan, yaitu Karuna, kasih sayang atau empati. Empati membuat seseorang tidak tahan melihat penderitaan orang atau makhluk lain. Empati mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan demi meringankan beban penderitaan makhluk lain.
Yang ketiga yaitu Mudita, artinya simpati, turut merasakan kebahagiaan orang lain. Tidak mencurigai apalagi iri hati melihat kesuksesan dan kebahagiaan orang lain.
Sementara yang keempat, lanjut bhante, adalah Upekkha, batin seimbang. Seseorang yang telah mengembangkan keseimbangan batin cenderung akan mempunyai kesadaran bahwa apa pun yang datang kepadaku, dari siapa pun yang menyulitkanku, aku tidak membenci kepada mereka karena yang datang padaku adalah akibat dari karmaku sendiri.
“Itulah Metta, Karuna, Mudita, Upekkha sumber dari semua perbuatan baik. Termasuk juga meditasi, membuat pikiran menjadi tenang,” bhante menambahkan.
Namun demikian, menurut Bhante, ketenangan saja tidaklah cukup untuk membuat seseorang sepenuhnya terbebas dari penderitaan. Tidak berbuat jahat, senantiasa berbuat baik, dan menenangkan pikiran hanya untuk menekan akar-akar kejahatan (keserakahan, kebencian, keakuan) untuk tiarap, untuk bersembunyi.
Suatu saat kita terlena akar-akar itu akan muncul kembali mewujud menjadi perbuatan, karena potensinya masih ada.
Penderitaan
Bhante menjelaskan lebih dalam, hal ini karena pada dasarnya penderitaan bersumber dari keinginan yang didorong tiga akar kejahatan. Sekalipun keinginan itu baik, akan tetapi itu juga akan menjadi sumber penderitaan selama didasari oleh keserakahan, kebencian, dan keakuan.
“Bukan berarti kita tidak boleh berkeinginan. Boleh, tapi jangan kelewat banyak. Saring dulu, seleksi dulu, dengan Sampajanna, dengan wawasan yang jernih.
“Bukan keinginan karena keserakahan dan kebencian, tetapi keinginan karena pikiran yang sehat, karena wisdom, dilandasi dengan wisdom, kearifan, pertimbangan yang benar. Maka keinginan itu tidak akan menjadikan penderitaan.”
Cara untuk menjalani hidup dengan tetap berkeinginan tanpa menderita (hidup yang terbebas dari penderitaan) adalah isi dari syair ketiga bait kedua Ovada Patimokkha yang diulas bhante. Syair ini berbunyi Sacittapariyodapanam, instruksi untuk membersihkan akar kejahatan.
Bagi kebanyakan orang, mungkin hal ini seperti tidak mungkin bisa dilakukan. Tetapi, menurut bhante, justru hal ini menjadi mahkota ajaran Guru Agung Buddha Gotama yang mana keserakahan, kebencian dan keaukan, akar kejahatan ini harus dicabut dan dilenyapkan dari dalam diri, supaya tidak bertunas kembali.
Akar kejahatan
Sudah tentu pernyataan ini akan memunculkan pertanyaan, bagaimana cara membersihkan atau mencabut akar-akar kejahatan tersebut.
Mengenai hal ini, bhante pun menjelaskan lebih jauh cara untuk mencabut akar-akar kejahatan dari dalam diri.
“Iya, memang ketenangan diperlukan, tetapi kuncinya bukan hanya ketenangan. Sutta maya panna; mendengarkan khotbah, membaca buku-buku Dhamma, menggunakan penalaran, mempertimbangkan mana baik mana buruk, bisa menghentikan kejahatan, bisa.
“Tetapi tidak bisa mengangkat akarnya. Akar itu hanya bisa dicabut dengan bhavanamaya panna, kearifan yang muncul dari kekuatan meditasi dengan menggunakan kesadaran, sati, awareness, itu yang bisa mencabut akar kejahatan.”
Berdasarkan penjelasan bhante, kenikmatan keserakahan, kebiasaan membenci, demikian juga keakuan, tidak bisa bersih hanya dengan belajar, hanya dengan mendengar, hanya dengan wawasan yang bijak. Perlu kekuatan untuk membersihkan itu, dan kekuatan itu adalah kesadaran, Sati Sampajanna.
“Tiga hal inilah ajaran Guru Agung kita. Jangan berbuat jahat, tambahlah semua perbuatan yang baik, tinggikan kebaikan itu, dan bersihkan pikiranmu sendiri karena pikiran itu sumber dari semua kejahatan,” imbuh bhante.
Menjelang akhir sesi ceramahnya, bhante menambahkan bahwa ajaran Guru Agung Buddha Gotama merupakan ajaran universal. Bhante juga berpesan agar semua orang harus memulai untuk membersihkan pikiran dari akar-akar kejahatan.
“Bukankah ajaran ini universal? Tidak usah dikasih embel-embel, ini lho ajaran Buddha, tidak usah. Ini adalah Dhamma. Ini adalah ajaran untuk semuanya, agar kejahatan berhenti karena kejahatan itu menghancurkan. Agar kebaikan bertambah, agar semua orang mau membersihkan pikirannya sendiri.”
“Kalau kita membersihkan pikiran kita, kita seperti mencabut akar-akar itu. Memang belum berhasil, tetapi harus dimulai. Memang belum habis akarnya, tetapi harus dimulai,” pungkas bhante.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara