• Thursday, 5 November 2015
  • Sutar Soemitro
  • 0

Kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun kita bisa berdana, termasuk berdana kepada Sangha. Tapi mengapa berdana kepada Sangha di bulan Kathina seperti saat ini dikatakan sebagai kesempatan langka dan istimewa?

“Karena persembahan dana tersebut dilakukan setelah tiga bulan masa vassa,” jelas Bhikkhu Dharmawimala saat perayaan Kathina 2559 BE/2015 di Wihara Ekayana Arama, Jakarta pada Minggu (2/11). Perayaan Kathina yang dihadiri oleh 88 anggota Sangha monastik tersebut diikuti oleh sekitar 2500 umat. Lebih istimewa lagi, perayaan Kathina kali ini juga sekaligus syukuran 20 tahun Wihara Ekayana Arama.

Menurut Bhante, umat Buddha sebenarnya dapat memberi dukungan kepada Sangha setiap saat. Berdana kepada Sangha pada bulan Kathina adalah berkah bagi umat perumah tangga karena selama tiga bulan masa vassa tersebut para biksu menjalan latihan intensif.

Masa vassa adalah masa berdiam di musim hujan bagi para bhikkhu. Di India dimana agama Buddha berasal, musim hujan biasanya jatuh sekitar Agustus – Oktober. Di zaman awal berkembangnya agama Buddha, bepergian di musim hujan bisa membuat kita menginjak hewan-hewan kecil dan tunas-tunas tumbuhan, juga tidak baik bagi kesehatan tubuh karena dulu para biksu berjalan kaki di hutan.

Atas dasar pertimbangan tersebut, akhirnya selama tiga bulan musim hujan para biksu berdiam menetap di suatu tempat sekaligus digunakan sebagai kesempatan untuk melatih diri secara intensif.

Penetapan masa vassa menyesuaikan lokasi geografis. Misalnya di Barat, para murid Ajahn Chah atau Master Zen Thich Nhat Hanh menjalankan masa vassa di musim dingin, sedangkan di Indonesia disepakati bersamaan dengan India.

“Jadi jika sembilan bulan para biksu membabarkan Dharma, maka selama tiga bulan para biksu melatih diri,” jelas Bhante.

Akibat musim hujan itu, beberapa jubah biksu menjadi rusak. “Buddha dengan belas kasihNya mempersilahkan para biksu untuk menerima persembahan kain jubah dari para umat perumah tangga,” lanjut Bhante. Itulah awal mulanya Kathina. Kain jubah yang diberikan masih polos berwarna putih, para biksu mencelup sendiri untuk mewarnai menggunakan pewarna alami.

Zaman telah berubah, di masa awal para biksu hidup berkelana, hidup tanpa rumah, namun selanjutnya para biksu mendirikan wihara dan arama sebagai tempat melatih diri para biksu. Kehidupan tanpa rumah di arama saat ini diwujudkan dengan rotasi kamar tempat tinggal biksu secara berkala.

Dukungan yang diberikan umat perumah tangga pun saat ini bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari para biksu, namun juga dukungan terhadap wihara sebagai tempat tinggal dan melatih diri bagi para biksu. Bahkan kini fungsi wihara makin luas, yaitu menjadi tempat umat melatih diri dan memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat luas.

Salah satunya adalah wihara mendirikan sekolah. “Sangha juga mengharapkan dukungan umat untuk mendirikan sekolah. Adanya sekolah bukan hanya mendidik para siswa menjadi kader Buddhis, tetapi sekaligus manjadikan orangtua mereka menjadi lebih Buddhis. Dengan begitu akan terjadi pertumbuhan umat Buddha yang aktif pergi ke wihara dan mendukung pengembangan agama Buddha,” jelas Bhante Wimala.

Ia mencontohkan, di Ekayana, ketika menerima murid Sekolah Minggu, orangtua mereka juga ikut sehingga lama-lama ikut aktif dan mendukung wihara dan Sangha.

20151105 Apa Keistimewaan Berdana kepada Sangha di Bulan Kathina_2 20151105 Apa Keistimewaan Berdana kepada Sangha di Bulan Kathina_3

Bhante Wimala mengucapkan terima kasih kepada para pendukung dan aktivis wihara. Ia meluruskan anggapan salah tentang aktivis wihara yang menganggap untuk menjalankan Dharma harus berhenti menjadi aktivis. Menjadi aktivis dan menjalankan Dharma tidak bisa dipadukan.

“Aktivis itu ribut, penuh kemarahan dan kepentingan, (sedangkan) Buddhis itu damai, berfokus ke dalam, dan tidak berpihak,” Bhante menyebut anggapan salah yang berkembang.

“Sesungguhnya tidak demikian. Seseorang yang melatih diri dengan sungguh-sungguh dan menerapkan kehidupan yang meditatif, akan memunculkan belas kasih sehingga orang itu justru akan kembali melakukan pelayanan, melakukan aksi tetap penuh dengan kedamaian,” Bhante meluruskan.

Lalu Bhante menjelaskan lebih rinci, “Bagi aktivis Buddhis sejati, transformasi diri dan transformasi sosial tidak terpisah. Keduanya perlu dikembangkan bersamaan. Latihan meditasi akan mengembangkan belas kasih kita, senantiasa mengharapkan semua makhluk terbebas dari penderitaan. Belas kasih ini akan berujung pada keinginan untuk membantu mengakhiri penderitaan sesama, lalu berujud dalam bentuk tindakan melalui tindakan belas kasih. Kebijaksanaan kita akan tumbuh, kita akan mampu melihat jalinan kehidupan dengan lebih jelas. Dan meditasi kita pun menjadi semakin kuat. Saat kebijaksaan bertambah kuat, akan lebih banyak lagi tindakan belas kasih yang mengalir dengan alami. Begitulah lingkaran yang terjalin antara latihan meditasi dengan tindakan belas kasih, antara transformasi pribadi dan transformasi sosial.”

“Praktek Dharma sejati bukanlah pengasingan atau penghindaran diri dari kehidupan. Praktek Dharma sejati adalah melihat dunia dengan pandangan lebih luas, tidak berpusat pada ego,” tegas Bhante.

Kemudian ia mengutip perkataan seorang guru spiritual, “Saya mencintai kehidupan ini. Dalam kehidupan yang saya cintai, saya tidak akan melakukan aktivitas lain selain hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan. Jika ada orang-orang yang kelaparan makanan, tanggung jawab saya untuk menyediakan makanan. Jika ada orang-orang kelaparan dalam ajaran kebenaran, tanggung jawab saya untuk mereka menemukan ajaran kebenaran itu. Saya tidak membeda-bedakan mereka.”

Menurutnya, dari sudut pandang agama Buddha, melayani adalah kesempatan kita untuk berlatih bahkan untuk dilayani. Ketika kita melayani masyarakat, pada kenyataannya mereka juga sedang melayani kita.

“Dalam proses melayani, kita banyak belajar tentang diri kita, mulai dari bagaimana kita bereaksi terhadap penderitaan sampai bagaimana kita dapat menemukan ketenangan di tengah situasi genting yang merupakan hadiah yang luar biasa bagi kita,” jelas Bhante.

Di akhir uraian Dharmanya, Bhante Wimala mengajak kita untuk menjadi orang yang menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri dan juga terhadap kebaikan orang lain, seperti dijelaskan Buddha dalam Anguttara Nikaya II ayat 94.

“Selamat melakukan kebajikan melalui Sangha Dana, selamat mendukung Sangha,” pungkas Bhante.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *