• Saturday, 20 September 2014
  • Yuddy Suhartanto
  • 0

Di dalam menjalani kehidupan ini, seringkali terbesit dalam pikiran dan benak kita sebuah pertanyaan, “Mengapa kita tidak bahagia?” Kita terus-menerus berupaya mencari jawaban untuk hal tersebut di dalam kehidupan ini, namun hanya segelintir orang yang bisa mengatakan, “Ya, hidup saya sudah bahagia dengan situasi dan kondisi seperti ini.”

Sesungguhnya orang-orang yang hidup dengan kenyamanan materi yang serba kecukupan dan tersedia dengan mudah juga mengalami penderitaan yang sama dengan yang serba kekurangan atau tidak terlalu maju secara materi. Mereka juga merasakan kepedihan, kecemasan, rasa sepi, terisolasi, dan bentuk-bentuk kekecewaan lainnya.

Kekayaan materi yang berlimpah dapat memberikan beragam gangguan eksternal sehingga banyak orang kehilangan hubungan dengan kehidupan batin mereka dan ditambah lagi sifat dasar kita sebagai manusia yang tak pernah puas.

Yang menjadi masalah mendasar adalah kebanyakan orang tidak benar-benar mengerti apa itu kebahagiaan, sehingga membuat kita menciptakan kondisi yang akan membawa kita kembali pada ketidakpuasan yang susah payah kita coba untuk lenyapkan.

Nah, bagaimana caranya agar kita bisa bahagia dan menemukan keceriaan dalam hidup? Tentunya semuanya terpusat dan berawal dari bentuk-bentuk pikiran kita.

Berikut ini ada beberapa tips dari Yongey Mingyur Rinpoche agar kita bisa menemukan keceriaan dalam hidup yang dirangkum dari buku best-seller Joy of Living:

1.  Tenang saja
Yang dimaksud dengan tenang saja di sini adalah suatu metode untuk menenangkan pikiran. Ketika pikiran kita tenang, akan menjadi lebih mudah untuk menyadari berbagai variasi bentuk-bentuk pikiran, perasaan dan sensasi yang ada di dalam tubuh kita.

Nah, setelah dapat menenangkan pikiran, tentunya hal ini dapat dilanjutkan dengan praktik bermeditasi analitis, yaitu melihat secara langsung ke dalam pikiran di tengah-tengah pengalaman, dan biasanya ditempuh ketika seseorang telah berlatih bagaimana menenangkan pikirannya.

Ini merupakan suatu latihan dasar dimana kita mengistirahatkan pikiran kita dalam kondisi kesadaran yang rileks agar pikiran menjadi tenang.

2.  Berdiam dalam obyek
Setelah pikiran menjadi tenang, kita memerlukan suatu obyek yang spesifik untuk difokuskan pada saat bermeditasi. Mengapa perlu suatu obyek? Karena meditasi tanpa obyek itu sangatlah berat, kesadaran yang merupakan esensi alami pikiran terlalu dekat untuk disadari dan terus-menerus bersama kita sepanjang waktu. Tanpa kita sadari hal ini membuat kita mudah sekali terjebak dalam bentuk-bentuk pikiran, perasaan, dan sensasi yang secara alami adalah produk dari pikiran.

Oleh karena itu kita membutuhkan suatu obyek. Metode yang paling sempurna adalah secara langsung menggunakan panca indera sebagai alat untuk menenangkan dan merilekskan pikiran, seperti meditasi dengan obyek sensasi fisik, sakit, pada bentuk, suara, bau, rasa dan yang paling umum yaitu keluar masuknya nafas.

3.  Gunakan pikiran dan perasaan
Perasaan cenderung dikenang dan bertahan lama serta bisa menjadi lebih berguna daripada bentuk-bentuk pikiran sebagai pendukung meditasi. Perasaan positif seperti cinta kasih, kasih sayang, persahabatan, dan kesetiaan membuat pikiran menjadi kuat. Dengan menggunakan kekuatan pikiran dan perasaan yang positif akan sangat bermanfaat ketika kita menghadapi suatu kondisi dimana kita merasa tidak bahagia dan terpuruk dalam ketidakberdayaan yang disebabkan oleh kekotoran batin dalam diri kita.

Setiap kekotoran batin sebenarnya adalah suatu pondasi bagi kebijaksanaan. Jika kita terjebak di dalam kekotoran batin tersebut atau berusaha menekannya maka akan menghasilkan lebih banyak masalah bagi diri kita sendiri. Sebaliknya, bila kita langsung mengamatinya, hal-hal yang kita takutkan akan membunuh kita perlahan-lahan, akan berubah menjadi pendukung meditasi paling kuat yang dapat kita harapkan.

4.  Welas asih (membuka lubuk hati)
Welas asih yang dimaksud di sini adalah kemampuan untuk melihat makhluk lain sama seperti diri kita sendiri. Sebuah penyadaran tentang apa yang kita rasakan atau yang disebut juga “ikut merasakan”. Welas asih di dalam istilah Buddhis adalah mengenal makhluk lain secara sempurna dan kesiapan membantu dengan cara apa pun. Pada intinya adalah menyadari bahwa semua manusia dan semua hal adalah refleksi dari setiap orang dan setiap hal.

Dengan memiliki rasa welas asih yang tulus, dimana kita bisa berbuat, berkata dan berpikir demi kebahagiaan mahluk lain adalah merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan kebahagiaan dan keceriaan dalam hidup. Memang untuk mencapai hal ini tidaklah mudah, harus dilakukan tahap demi tahap pelatihan dan secara perlahan-lahan. (dspmagz)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *