Asadha (Asalha) merupakan salah satu hari raya terpenting bagi umat Buddha. Hari Asadha diperingati sebagai hari pertama kali Buddha Gotama membabarkan Dhamma kepada lima orang pertapa setelah mencapai pencerahan sempurna.
“Saat purnama di bulan Asalha itulah Guru Agung kita, Buddha Gotama mengajarkan empat kebenaran mulia, Dhammacakka Pawatana Sutta. Pada saat purnama di bulan Asalha itulah lima petapa mendapat upasampada bhikkhu dari Guru Agung kita dan terbentuklah Sangha pertama. Setelah mendengarkan Dhamma selama lima hari, kelima-limanya menjadi arahat pertama,” ujar Bhante Sri Pannyavaro dalam uraian Dhamma saat Asadha Agung usai Tipitaka Chanting di pelataran barat Candi Borobudur, pada Minggu (22/7).
Pada saat pencerahan sempurna, hanya seorang Guru Agung Buddha Gotama yang mengerti dan mengetahui Dhamma. Tetapi pada saat purnama di bulan Asadha, Buddha Gotama mulai membabarkan Dhamma kepada dunia. “Seandainya Guru Agung kita mencapai pencerahan dan membatalkan niatnya untuk membabarkan Dhamma, apakah mungkin hari ini kita mengenal Dhamma?” tanya bhante.
Yang menarik dan membuat Dhamma bertahan hingga sekarang menurut bhante adalah karena Guru Agung Buddha Gotama mengajarkan persoalan mendasar umat manusia. Yaitu, penderitaan dan lenyapnya penderitaan. “Kepada Anurudha Guru Agung kita mengatakan hanya satu yang kuajarkan, apakah yang satu itu? Yang satu itu adalah tentang penderitaan dan lenyapnya penderitaan. Dan itu adalah persoalan semua umat manusia, segala bangsa, semua umat beragama.
“Siapakah manusia yang tidak menginginkan lenyapnya penderitaan? Semua orang emoh (tidak mau) menderita. Dan itulah yang membuat kita bersaudara, persamaan kita antarumat manusia adalah tidak ingin menderita. Apa pun suku, bangsa, kebudayaan, dan agama yang dianut, tidak seorang pun mau menderita. Dan itu sentral ajaran Guru Agung kita. Melenyapkan penderitaan!” tegas bhante.
“Tetapi saudara, apakah yang disebut penderitaan itu?” bhante kembali bertanya. “Kepala pusing menderita, sakit gigi cenut-cenut penderitaan, mules penderitaan, galau, tidak nyaman itu penderitaan, mau ke toilet dilarang bhante penderitaan,” bhante memberi contoh yang disambut gelak tawa hadirin. Pada hakikatnya hidup mengalami perubahan. Tidak hanya perubahan yang menyenangkan tetapi perubahan yang membuat kita upset, kecewa.
“Rumah kita yang menjadi aus, kendaraan kita menjadi tua, lingkungan kita yang awalnya nyaman menjadi berubah. Apa pun kondisi di sekitar kita berubah. Apa to saudara yang kekal? Tidak ada, dan itu membuat kita menderita,” jelas bhante.
Baca juga: Bhante Sri Pannyavaro: Ikut Latihan Pabajja Tidak Usah Banyak Angan-angan
“Seolah-olah kita tidak bisa keluar dari penderitaan Ibu, Bapak, dan Saudara. Tetapi justru itulah Guru Agung kita memberikan harapan bahwa penderitaan itu bisa dilenyapkan. Harapan yang jelas untuk melenyapkan penderitaan itulah persoalan semua manusia, itulah yang membuat ajaran Guru Agung kita bertahan lebih dari 2.600 tahun. Karena guru agung kita datang dan menyelesaikan persoalan umat manusia. Guru Agung kita tidak berbicara bahwa penderitaan itu hukuman, kutukan dari atas, bukan. Penderitaan adalah persoalan umat manusia dan sebenarnya sebab penderitaan itu ada di dalam diri kita sendiri.
“Kalau penderitaan itu sebabnya kita yang membuat sendiri, pasti kita bisa mengatasi. Tetapi kalau penderitaan itu adalah kutukan atau hukuman dari atas langit apakah mungkin kita bisa mengatasi. Mungkin bisa, mungkin tidak bisa. Tetapi kalau penderitaan itu sebabnya kita yang membuat sendiri, kita pasti bisa menyelesaikan,” tegas bhante.
“Kalau begitu bagaimana kita bisa bebas dari penderitaan itu bhante? Penderitaan karena nafsu keinginan, oleh karena itu keinginan tidak bisa diatasi dengan keinginan, keinginan harus dihentikan. Tetapi saudara, tidak hanya hawa nafsu yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang negatif, tidak hanya hawa nafsu yang mendorong orang untuk melakukan bermacam-macam perbuatan untuk mempertahankan kenikmatan tetapi perubahan itu juga membawa penderitaan.”
“Menjadi tua, tidak lagi kuat seperti dulu, rambut sudah putih, saat kematian mungkin sudah mendekat. Apalagi perut mules, jatuh, luka. Ibu bapak dan saudara, kalau kita semua memiliki pengetahuan Dhamma dengan benar, kita akan menyeleksi keinginan kita. Tidak semua keinginan membuat penderitaan, kalau keinginan itu diperiksa dengan sampajjana, dengan pannya dengan pertimbangan yang benar, keinginan itu benar dan baik sesuai dengan kemampuan kita, keinginan yang diarahkan dengan sampajjana itu tidak membuat penderitaan,” jelas bhante.
Apakah cukup pengetahuan Dharma menghentikan penderitaan sepenuhnya? Tidak menurut bhante. “Saya sering mendengarkan Dharma, belasan tahun, puluhan tahun saya membaca banyak literatur, tetapi masih terguncang menghadapi penderitaan, sulit menyaring keinginan, benar saudara. Sampajjana atau pannya itu didapatkan dari mendengar, sutta mayapannya dari membaca, dari menggunakan nalar, dengan berpikir kita mendapatkan wisdom, apakah itu berguna? Sangat berguna. Bisa rem hawa nafsu, rem perbuatan jahat, membantu kita menghadapi perubahan, tetapi wisdom atau pannya dari belajar dan dari berpikir tidak mempunyai kekuatan membersihkan kekotoran batin. Harus ada satu macam pannya yang didapat dari meditasi, bhawa mayapannya.
Pengetahuan interletual hanya meredam perilaku yang buruk, menghadang kegalauan tetapi pengetahuan intelektual tidak bisa menghancurkan kekotoran batin. Menghancurkan kekotoran batin harus dari kekuatan kesadaran, sati yang didapatkan dari meditasi. “Kekuatan sati, itulah menjadi kendaraan sampajjana untuk menghancurkan kekotoran batin,” tandas bhante.
Bhante memberi contoh, “Kalau saudara rajin membaca koran, melihat televisi berapa banyak birokrat kita yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, anggota dewan kita, lebih banyak lagi. Ditayangkan di televisi, ditulis di koran, hukumannya juga berat. Apalagi kalau kena hakim Artidjo, tapi Pak Artidjo sekarang sudah pensiun, berbahagialah para koruptor,” canda bhante.
“Itulah kekuatan kilesa yang tidak bisa dihancurkan dengan mendengarkan kotbah, ceramah, belajar, berpikir. Harus dengan kekuatan kesadaran, meditasi, sati yang kita dapatkan dari meditasi. Meditasi bukan hanya mencari ketenangan, meditasi memperkuat kesadaran kita, kesadaran itulah yang mengawasi perasaan kita, pikiran kita, niat-niat buruk kita. Memang orang meditasi mendapatkan ketenangan, tetapi ketenangan bukan tujuan utama, dengan ketenangan dan kesadaran kita bisa memantau perasaan dan pikiran kita. Memantau ketagihan-ketagihan, memantau kekotoran-kekototan yang selalu menarik-menarik kita, kalau tidak dengan kesadaran tidak mungkin kita mendeteksi pikiran dan perasaan kita.”
Baca juga: Bhante Pannyavaro: Jangan Ikut Menyebarkan Hoax
“Dan yang paling halus adalah keakuan, meskipun mulutnya tidak cerita keberhasilannya, sadari kalau keakuan sudah muncul di pikiran kita. Aku ‘kan sudah menjadi panitia ITC habis-habisan to, dia tidak bercerita tetapi sudah berpikir, dia sudah berkorban, sadari itu. Jangan bermain-main dengan keakuan, segala kekotoran batin berasal dari keakuan. Meditasi yang kita latih, kesadaran yang kita peroleh dari meditasi untuk menyadari kalau keakuan itu muncul. Kalau muncul harus disadari, karena menyadari adalah membersihkan kekotoran, kalau kekotoran batin sudah bersih maka kita siap menerima perubahan. Perubahan hanya sebagai perubahan, perubahan tidak membuat penderitaan.”
“Kalau batin kita sudah bersih maka mudah mengendalikan mulut dan perbuatan kita. Karena semua ucapan dan perbuatan itu datang dari pikiran kita. Kalau pikiran mulai bersih, kilesa mulai bersih, siap menerima perubahan. Perubahan tidak menjadi penderitaan, perilaku kita menjadi lebih baik, tindakan kita berdasarkan sampajjana dan itulah cara mengurangi penderitaan, tidak ada cara lain,” pungkas bhante.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara