Sudah sejak beberapa hari sebelumnya saya mengingatkan kepada diri saya bahwa pada Minggu, 20 Maret 2016 pukul 1 siang jangan lupa untuk datang ke kebaktian “Indonesian Service” di Buddhist Fellowship Singapura. Bahkan saya sampai memasang reminder pada ponsel saya agar jangan sampai lupa.
Buddhist Fellowship sendiri adalah organisasi Buddhis non-sektarian yang bertujuan untuk mengakomodir para pelaku agama Buddha lintas tradisi. Organisasi Buddhis ini kebetulan memiliki cukup banyak anggota yang berasal dari Indonesa. Untuk mengakomodir ‘temu kangen’ antar orang Indonesia ini maka digagaslah Indonesian Service, yaitu kebaktian ala Indonesia yang dilaksanakan pada minggu ketiga setiap bulan.
Lalu kenapa saya sampai tidak boleh lupa dengan Indonesian Service pada 20 Maret 2016 ini? Karena kali ini Indonesian Service kedatangan pembicara luar biasa dari Indonesia, yaitu Handaka Vijjananda, pendiri Ehipassiko Foundation, sebuah yayasan nirlaba di Indonesia yang berkarya di bidang Studi, Aksi, Meditasi berdasarkan Dharma Universal.
Kebaktian dimulai seperti biasa dengan pengecualian bahwa hari itu ruangan terasa penuh sesak. Rupanya sama seperti saya, banyak yang penasaran ingin langsung mendengar sharing dari Handaka hari itu. Kali ini tema yang dibawakan adalah “Happy Everyday” atau “Bahagia Setiap Hari”. Handaka menghubungkan Bahagia Setiap Hari ini dengan kaya, atau tepatnya benar-benar kaya, karena bagi kebanyakan orang ukuran kebahagiaan adalah kekayaan. Apakah benar demikian?
Handaka memulai ceramahnya dengan membandingkan adanya pergeseran urutan kasta antara zaman Buddha Gautama dengan zaman kita pada saat ini. Pada zaman Buddha Gautama, dikenal lima kasta:
1. Ksatria: kaum pejabat alias para raja
2. Brahmana: kaum agamawan, termasuk di dalamnya pertapa, penasihat raja, dan lain-lain
3. Waisya: kaum pedagang atau pengusaha
4. Sudra: kaum pekerja atau bahasa kerennya adalah karyawan
5. Paria: golongan paling rendah dan paling hina di luar empat kasta di atas
Pada zaman tersebut, manusia masih berpegang teguh pada moral. Artinya apa? Artinya adalah orang yang bermoral tidak baik maka akan merasa hina dan minder. Kita bisa melihat bahwa ‘hiri’ alias rasa malu untuk berbuat jahat masih melekat di kehidupan orang-orang.
Namun di era modern seperti saat ini, terjadi pergeseran urutan yang luar biasa, di mana kasta tertinggi seolah-olah adalah kasta Waisya alias pengusaha yang punya banyak uang. Uang menjadi begitu dipuja dan ditakuti bahkan oleh kasta Ksatria ataupun Brahmana. Para businessman ini merasa dengan kekayaan yang melimpah mereka bisa melakukan apa saja.
Sebenarnya apakah yang dimaksud kaya itu berarti punya uang banyak? Punya mobil mewah? Punya properti di mana-mana? Bagi sebagian orang mungkin definisi kaya adalah seperti itu, namun Handaka menjabarkan bahwa sebenarnya ada tujuh macam definisi ‘kaya’.
#1 Kaya Raga
Sesuai definisinya, raga berarti tubuh. Secara harafiah ini berarti punya tubuh yang sehat. Handaka sangat menganjurkan olahraga secara teratur paling tidak dua hari sekali, karena percuma kalau saat muda kita sibuk bekerja ngumpulin duit tetapi karena kurang olahraga nanti saat tua duit kita habis untuk biaya rumah sakit.
#2 Kaya Harta
Seperti sebutannya ini benar-benar harta duniawi yang ada nilai nominalnya. Apa boleh umat Buddha punya harta banyak? Bukannya boleh lagi, malah kalau bisa harus. Buddha Gautama tidak pernah melarang umatnya untuk memiliki harta. Namun tentu saja harta tersebut harus didapat sesuai dengan Dhamma. Alasan lain kenapa umat Buddha harus kaya harta adalah agar bisa dana materi, karena berbagi adalah salah satu resep untuk kita menjadi orang yang disenangi dan disukai oleh orang lain. Janganlah kita menjadi winner but stands alone. Kaya materi tapi tidak ada orang lain untuk berbagi, sungguh menyedihkan.
#3 Kaya Otak
Setelah kaya harta, maka harus kaya otak juga. Karena kalau tidak maka harta kita bisa habis akibat tidak bisa kita kelola dengan baik. Work smart, not work hard. Bila kita bekerja dengan pintar, maka kita pasti akan bisa lebih produktif, yang berarti kita akan punya lebih banyak waktu tersedia yang bisa kita manfaatkan untuk hal-hal lain yang lebih berguna. Misalnya saja waktu lebih banyak untuk bersama keluarga atau orang yang dicinta, ataupun waktu untuk pelayanan Dhamma, dan lain-lain
#4 Kaya Waktu
Orang sering mengatakan time is money. Namun Handaka dengan tegas membantah pernyataan tersebut, karena sesungguhnya waktu jauh lebih berharga daripada uang. Kehilangan uang masih bisa dicari, namun waktu yang sudah berlalu tidak akan bisa terulang lagi. Oleh sebab itu orang yang menggunakan waktunya untuk berbuat banyak hal yang baik dan berguna sebenarnya akan menjadi orang yang kaya karena orang tersebut sesungguhnya telah menginvestasikan waktunya untuk menabung karma baik di kehidupan yang akan datang.
#5 Kaya Karya
Karya berarti skill yang dimiliki. Kemampuan menyanyi, melukis, menari, dan lain-lain termasuk ke dalam Kaya Karya.
#6 Kaya Kawan
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, janganlah kita menjadi winner but stands alone. Orang yang sering memberi, ramah, baik tindakannya, serta tidak pilih kasih, biasanya akan banyak kawan. Namun bagaimana bila sudah melakukan segalanya yang baik-baik tapi tetap tidak berhasil menemukan sahabat sejati? Jangan khawatir karena Buddha mengatakan demikian:
“Apabila dalam pengembaraanmu, engkau dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan bersamanya dengan senang hati dan penuh kesadaran untuk mengatasi semua bahaya.
Apabila dalam pengembaraanmu, engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan seorang diri, seperti seorang raja yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya, atau seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan.
Lebih baik mengembara seorang diri dan tidak bergaul dengan orang bodoh. Pergilah seorang diri dan jangan berbuat jahat, hiduplah dengan bebas (tidak banyak kebutuhan), seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan.”
#7 Kaya Hati
Kaya hati di sini dihubungkan dengan 2 tujuan ajaran Buddha, yaitu (1) Anti-stres, maksudnya adalah untuk melati diri misalnya dengan bermeditasi sehingga kita siap menghadapi penderitaan alias kita tidak akan menjadi stres, dan (2) Character building, maksudnya adalah pengembangan diri sesuai dengan ajaran Dhamma, yaitu aloba (murah hati), adosa (baik hati), dan amoha (rendah hati).
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara