“Kesepian di tengah keramaian”, itu pengakuan banyak sekali sahabat di zaman ini. Jangankan mereka yang dibenci banyak orang, bahkan yang dipuji banyak orang pun merasakan perasaan yang sama. Badannya tumbuh di tengah keramaian, namun hatinya kesepian. Tangannya berkarya di tempat terang yang penuh dengan cahaya, namun jiwanya di dalam gelap lengkap dengan perasaan resah, gelisah, rasa bersalah, marah-marah.
Sebagian diantara mereka bertumbuh dari gelap ke gelap, sebagian lagi mencari cahaya salah satunya di kelas-kelas meditasi. Sejumlah sahabat yang datang ke kelas meditasi bercerita, kegelapan itu sudah menumpuk di dalam menjadi penyakit ini dan itu, kegelapan itu sudah membuat mereka mengalami banyak hal yang berbahaya seperti nyaris bunuh diri.
Setelah didengarkan secara mendalam, para sahabat yang di dalamnya gelap ternyata terlalu banyak menendang dan melawan. Semua hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan pikiran, dari pasangan hidup yang tidak sesuai dengan harapan sampai anak yang nakal, semuanya ditendang dan mau dibuang. Anehnya, semakin banyak mereka mencoba membuang kegelapan, semakin gelap jiwa di dalam.
Itu sebabnya, di kelas-kelas meditasi sering dibagikan cerita kalau meditasi adalah sebentuk perjumpaan dengan cahaya yang ada di dalam diri. Serupa cahaya listrik yang merupakan hasil sintesis negatif-positif, melalui pendekatan “terima, mengalir, senyum”, seseorang juga sedang melakukan sintesis negatif-positif di dalam.
Agar perjalanan melakukan sintesis di dalam lebih mudah, belajar meyakini kalau semua hal yang dianggap salah-benar, buruk-baik oleh pikiran adalah tarian Tuhan yang sama. Semua jenis perasaan seperti duka-suka, sedih-senang adalah senyuman Buddha yang sama. Di aliran Nyingma Tantra, ini disebut Dzogchen (kesempurnaan yang agung). Orang Kagyu di Tantra menyebutnya maha mudra (segel yang agung).
Sebagian sahabat yang pikirannya terlalu kuat dengan salah-benarnya mengalami kesulitan besar dalam hal ini. Sebagian teman yang lama tenggelam dalam dogma agama juga serupa. Namun tidak ada pilihan lain selain mendekap setiap aliran energi di dalam. Awalnya ada yang melawan di dalam. Namun lama-lama perlawanan ini melemah sejalan dengan ketekunan untuk selalu menerima, mengalir dan tersenyum.
Begitu perlawanan di dalam mulai melemah, mulai ada tanda-tanda cahaya di dalam. Mimpi buruk, memori buruk, rasa bersalah, perasaan resah dan gelisah mulai menurun kuantitas dan kualitasnya. Pada saat yang sama, muncul rasa terimakasih dan rasa syukur yang mendalam. Ini keadaan jiwa yang mulai belajar termurnikan (purified).
Lebih indah lagi kalau kondisi jiwa yang sudah mulai dimurnikan ini kemudian disempurnakan (perfected) dengan tugas-tugas pelayanan dalam keseharian. Ia bisa merawat pasangan hidup, memperlakukan anak-anak sebagai anak-anak, melayani orang tua, atau membimbing masyarakat banyak agar berjumpa cahaya di dalam diri.
Perjalanan spiritual ini jauh dari mudah. Di beberapa titik bahkan bisa sangat berbahaya, termasuk bisa kehilangan nyawa. Namun, ada penjaga yang tersedia yakni compassion (belas kasih). Mengulangi pesan salah satu buku suci, jika hati Anda penuh belas kasih maka seisi alam akan berdoa untuk keselamatan dan kesuksesan Anda.
Siapa saja yang diberkahi bisa melewati halangan-halangan berat ini, tidak saja kegelapan di dalam menghilang, namun kehidupan juga berubah wajah menjadi senyuman cahaya. Sebagaimana bunga yang sifat alaminya indah, jiwa-jiwa yang sudah menemukan kehidupan sebagai senyuman cahaya, secara alami akan menemukan kebahagiaan dan kedamaian mendalam di jalan pelayanan.
Penulis: Guruji Gede Prama
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara