Bagi Anda yang sudah mengenal Buddhisme, tentu sudah sering mendengar ungkapan bahwa hakekat kehidupan adalah penderitaan, sehingga kita harus menemukan jalan menghentikannya agar mencapai kebahagiaan.
Menurut Bhikkhu Uttamo, untuk menghentikan penderitaan, kita harus tahu terlebih dahulu apa itu penderitaan dan apa penyebabnya. Berdasarkan analisa tersebut barulah kita dapat menentukan bagaimana cara menghentikan penderitaan.
“Penderitaan adalah karena perubahan,” jelas Bhante Uttamo dalam Dhammatalk ‘Stop Suffering, Start Living’ yang diadakan oleh KMB Dharmayana Universitas Tarumanagara, Jakarta di kampus Universitas Tarumanagara pada Minggu (12/4/2015). Tampil juga Harry Sutanto sebagai pembicara dan Ponijan Liaw sebagai moderator. Rektor Universitas Tarumanagara Roesdiman Soegiarso juga hadir.
Bhante Uttamo memberi contoh, rumah yang baru dibangun akan mengalami perubahan sehingga lama-kelamaan akan rapuh dan rusak. Itu adalah penderitaan. Bumi yang kita tinggali yang luar biasa ini pun mengalami perubahan sehingga lama-kelamaan akan rusak. Itu adalah penderitaan.
“Perubahan terjadi di semua tempat di seluruh dunia,” jelas Bhante. Dan kita tidak bisa menahan terjadinya perubahan ini.
Bhante Uttamo menyebut perubahan sebagai penderitaan jenis pertama. Sedangkan, “Penderitaan jenis kedua adalah sikap mental yang tidak tepat terhadap perubahan.”
Penderitaan jenis kedua lebih menekankan pada bagaimana sikap mental kita menghadapi perubahan. Banyak orang yang tidak siap menghadapi perubahan sehingga akhirnya timbul penderitaan. Misalnya, kita tidak mau bertambah tua, tidak mau sakit, dan tidak mau meninggal dunia.
Bhante mengingatkan, bukan hanya manusia yang akhirnya menderita karena tidak siap menerima perubahan, bahkan hewan pun mengalami penderitaan jika tidak siap menerima perubahan. Biasanya binatang menjadi stres atau marah. Bhante memberi contoh, induk ayam akan marah jika anaknya diambil.
Saat sedang menjelaskan hal tersebut, sound system mengalami kendala teknis sehingga mikrofon mati. Respon Bhante selanjutnya adalah contoh nyata bagaimana menghadapi perubahan. Bhante berbicara tanpa mikrofon. Namun karena hadirin di bagian belakang tidak bisa mendengar dengan jelas, tanpa segan-segan, Bhante turun dari panggung dan kemudian berjalan di tengah-tengah hadirin sehingga semua bisa mendengar dengan lebih jelas. Tepuk tangan dan decak kagum pun bergemuruh. Ketika mikrofon kembali menyala, Bhante kembali ke atas panggung dengan tetap dalam posisi berdiri agar hadirin yang berada di barisan belakang bisa melihat dirinya.
Bhante melanjutkan, manusia menderita karena keinginannya tidak sesuai dengan kenyataan. Kita tidak bisa mengubah kenyataan, yang bisa kita ubah adalah keinginan menyesuaikan kenyataan. Bisa menerima kenyataan adalah kunci terciptanya kebahagiaan.
Sementara itu Harry Sutanto menyebut bahwa Buddha tidak mengatakan bahwa hidup hanyalah penderitaan, penderitaan hanya salah satu bagian. Karena di dalam hidup juga ada kebahagiaan. Hidup bisa menderita, bisa bahagia. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Harry Sutanto mengutip kata-kata Hellen Keller, “Penderitaan mewarnai hidup Anda, tetapi Anda yang memilih warnanya.”
Ia memberi contoh, ketika kita nge-gym, jika beban yang kita angkat mentok 10 kg, massa otot tak akan bertambah. Tapi begitu kita tambah 1 kg, otot akan terasa sakit, tapi efek positifnya adalah massa otot akan bertambah. Begitu juga dengan kita, jika kita berani untuk menambah beban masalah pada hidup kita, kekuatan kita untuk menghadapi masalah pun akan bertambah sehingga lebih kuat menghadapinya.
Harry Sutanto memberikan 5 formula bagaimana cara menjalani hidup agar tidak menjadi derita meskipun sedang menghadapi masalah, yaitu: (1) Mensyukuri kesulitan karena akan menghantarkan kita pada hasil yang lebih baik, (2) Optimis dalam menghadapi kesulitan, (3) Hadapi kesulitan dan jangan lari dari kesulitan, (4) Selalu berusaha tertawa dan tidak sedih, dan (5) Jadikan masalah sebagai batu loncatan.
Ia juga mengatakan, berbagai masalah yang kita hadapi adalah suatu kewajaran dalam kehidupan. Semua kehidupan pasti mengalami masalah, pasti mengalami penderitaan. Sama halnya semua orang pasti mengalami sakit, tua, dan mati.
“Sakit, tua, dan mati hanyalah kewajaran. Keinginan tidak ingin sakit, tua, dan mati adalah penderitaan,” jelas Harry Sutanto.
Apakah kita akan menderita atau bahagia dalam menghadapi masalah hidup, itu semua tergantung pikiran kita. “Penderitaan hanyalah reaksi yang tidak tepat dari pikiran kita. Jika reaksinya tepat, tidak ada penderitaan,” tutup Harry Sutanto.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara