“Dalam Dhamma, kalau kita menambah kebajikan, maka secara otomatis akan menambah kebahagiaan hidup kita. Namun untuk berbuat kebajikan, kita memerlukan perjuangan,” ujar Bhikkhu Subhapanno, mengawali ceramah Dhamma dalam perayaan Kathina Dana dan Siripada Puja di Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang, Jawa Tengah pada Jumat malam (11/11).
“Saudara-saudara datang ke tempat ini, butuh berjuang tidak? Saudara datang ke tempat ini pun, sudah berjuang. Kalau tidak ada usaha dan berjuang melawan kemalasan, mungkin saat ini Saudara sedang di rumah, berkumpul dengan keluarga yang tentu lebih nyaman,” kata Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia (STI) yang baru terpilih beberapa bulan lalu ini.
“Kalau orang tidak ada usaha untuk melakukan sesuatu, tidak mungkin seseorang dapat melakukan apa yang diinginkan. Dalam kehidupan sehari-hari, apa pun yang kita lakukan perlu perjuangan. Oleh sebab itu, guru agung kita mengatakan bahwa hidup ini adalah perjuangan. Dan perjuangan itu harus dilakukan dengan sunguh-sungguh. Apa pun yang kita lakukan tidak boleh setengah-setengah, harus dilakukan sungguh-sungguh.
“Begitu juga dalam melakukan kebajikan, dalam hal berdana dan memberi sesuatu kepada orang lain, juga harus dilakukan dengan perjuangan dan tepat sasaran, supaya apa yang diberikan benar-benar bermanfaat.”
Bhante memberi contoh, “Kalau orang lagi lapar, kalau dikasih selimut, kan tidak cocok. Karena orang kalau lapar, ya harus dikasih makan.”
“Ada sebuah cerita, suatu ketika ada seorang ibu melihat anak muda sedang memancing. Ibu ini mengamati dengan seksama. Dari pagi anak muda ini memancing, tetapi sampai siang kok tidak dapat ikan. Kemudian ibu ini berpikir, ‘Kasian amat ini anak muda, dari pagi sampai siang mancing tidak dapat ikan. Kalau saya kasih makanan pasti akan terbebas dari lapar’. Benar, kemudian ibu ini membawa satu bungkus makanan dari rumah dan dikasih kepada anak muda ini.
“Dan benar, anak muda ini senang sekali karena dapat makanan dan air minum. Kemudian mengatakan kepada ibu ini, ‘Terimakasih ya, Bu. Nanti kalau saya sudah sukses akan saya balas kebaikan ibu’. Tetapi ibu ini menjawab, ‘Hei anak muda, saya memberi dengan ikhlas. Jadi tidak mengharap balas budi darimu’.”
“Saudara-saudara, kalau kita menerima sesuatu yang kita butuhkan, kita bahagia. Tetapi sesungguhnya yang lebih bahagia adalah orang yang memberi. Ibu yang memberi tadi lebih bahagia daripada anak yang mendapat makanan tadi. Karena apa? Ibu ini bisa melihat orang yang diberi senang, dan dia memberi dengan sungguh-sungguh dan tulus. Seperti inilah semestinya umat Buddha memberi kepada orang lain, karena memberi dengan tulus pasti menambah kebajikan dan membuat kebahagiaan kita,” jelas Bhante.
Siripada Puja
Selain perayaan Kathina Dana yang dihadiri umat Buddha dari berbagai daerah, diselenggarakan juga Siripada Puja. Siripada Puja adalah rangkaian ritual penghormatan kepada telapak kaki suci Buddha, biasanya dilakukan pada saat purnama di bulan Kattika (sekitar November).
Saat Buddha pergi dari Savatthi untuk mengunjungi Bhikkhu Punna Mantaniputta di Sunaparanta, Beliau singgah di Gunung Saccabandha, di mana terdapat seorang pertapa yang bernama Saccabaddha. Buddha membabarkan Dhamma kepada pertapa tersebut yang segera mencapai tingkat kesucian Arahat.
Pada waktu perjalanan pulang, Beliau kembali melewati gunung Saccabandha. Saat di tepi Sungai Nammada, Raja Naga muncul dan memberikan penghormatan yang luar biasa. Kemudian Raja Naga memohon kepada Buddha untuk meninggalkan kenang-kenangan. (Versi lain: Buddha mengajarkan Dhamma kepada Raja Naga yang sering mengganggu penduduk, Naga akhirnya menjaga desa tersebut. Penduduk yang berterima kasih memohon pada Buddha untuk meninggalkan jejakNya).
Buddha berkenan dengan permohonan tersebut. Karena kekuatan kesaktian yang luar biasa, meskipun di atas batu yang keras, jejak kaki Buddha tampak jelas, lengkap dengan tanda-tanda istimewa seorang Maha Sempurna, yaitu guratan Dhammacakka (Roda Dhamma) di tengah telapak kakiNya. Tanda itu merupakan salah satu dari 32 tanda istimewa (mahalakkhana) dari seorang Sammasambuddha. Guratan roda Dhamma melambangkan petunjuk “Ikutilah Jejak Mulia Buddha” atau “Ikutilah Dhamma”.
Menurut legenda, Siripada dijaga dan dihormati oleh para Naga sebagai objek pemujaan pada Buddha, bahkan di beberapa tempat, saat dilaksanakan Siripada Puja, ada sebagian orang meyakini pemunculan sosok naga. Selain yang terdapat di tepi Sungai Nammada, menurut Tipitaka, masih ada lagi empat tempat yang dipercaya dibuat langsung oleh Buddha, yaitu di Pegunungan Suwannamalika, Gunung Suwanna, Bukit Summana, dan Yonakapura.
Oleh sebab itu, hingga saat ini umat Buddha di berbagai negara masih melaksanakan Siripada Puja. Dalam ritual Siripada, biasanya umat Buddha menghanyutkan amisa puja yang terdiri dari bunga, lilin dan dupa ke sungai atau kolam.
Saat menghanyutkan amisa puja, umat membangkitkan tekad (adhitthana) untuk melepaskan moha (kebodohan), lobha (keserakahan), dan dosa (kebencian). Melepaskan kekotoran batin akan memunculkan kejernihan dan penerangan.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara