• Tuesday, 2 June 2015
  • Bhikkhu Jotidhammo
  • 0

Kelahiran Siddharta Gautama, calon Buddha, pencapaian Pencerahan Sempurna Buddha, serta kemangkatan Buddha diperingati sebagai Trisuci Waisak.

Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari purnama siddhi, bulan Waisak, dengan tahun berbeda-beda: kelahiran calon Buddha tahun 623 SM di Kapilavasthu, India utara; Pencerahan Sempurna tahun 588 SM di Bodhgaya, India; dan Buddha mangkat tahun 543 SM pada usia 80 tahun di Kusinara, India. Hari Trisuci Waisak 2559 tahun ini jatuh pada 2 Juni 2015. Seluruh umat Buddha di dunia memperingati Trisuci Waisak dengan laku puja bakti, meditasi, pendalaman Dhamma ajaran Buddha, serta kegiatan sosial-budaya Buddhis lain.

Tema Trisuci Waisak 2559 ialah ”Dhamma Melindungi yang Melaksanakan”. Dhamma ajaran Buddha meliputi tiga aspek, pelajaran, pelaksanaan, dan pengalaman. Pelajaran Dhamma terdapat dalam kitab suci Tipitaka yang memuat kebenaran dan kemoralan, sedangkan pelaksanaan Dhamma adalah praktik kesusilaan (moral), keteguhan pikiran (meditasi), dan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman Dhamma merupakan hasil praktik kesusilaan, keteguhan pikiran, dan kebijaksanaan, yang berupa lenyapnya penderitaan.

Kesusilaan
Manusia sering mengabaikan hal yang sepatutnya dilakukan. Ia lebih mengutamakan keberhasilan pencapaian cita-cita atau keinginannya. Menggantungkan cita-cita setinggi langit memang baik, tetapi lebih baik lagi jika orang berpikir bagaimana cara yang tepat untuk mencapainya.

Pengabaian cara yang semestinya dilakukan merupakan sikap orang yang cenderung terpukau pada kesenangan atas keberhasilan semata, dan enggan bersusah lelah melakukan upaya kebaikan. Padahal, cara pencapaian yang buruk akan berdampak negatif bagi keberhasilannya.

Kecemasan, kekhawatiran, permusuhan, nama buruk, bahkan kehancuran rumah tangga akan diperoleh. Sementara cara-cara baik, seperti kerja keras, rajin, semangat hidup, pantang menyerah, kejujuran, dan kasih sayang, akan berdampak kenyamanan, kedamaian, nama baik, kepercayaan, persaudaraan bagi keberhasilannya.

Revolusi mental memerlukan perubahan paradigma mental yang semula menghalalkan segala cara untuk mencapai cita-cita, menjadi sangat peduli terhadap cara-cara baik dan tepat demi pencapaian cita-cita. Penerapan moral akan menimbulkan perlindungan bagi orang yang melaksanakannya sebab ia tidak akan mempunyai pikiran bersalah dan menyesal, bahkan melindungi orang lain pula dari ancaman dan ketakutan.

Keteguhan Pikiran
Selama manusia masih memiliki keadaan pikiran yang serakah, benci, dan egoistis, kehidupan manusia sangatlah tidak nyaman. Keserakahan dalam pikiran mendorong niat mencuri, korupsi, berzina, perilaku asusila, bahkan merusak hutan dan kandungan alam lingkungan hidup. Adapun kebencian akan mendorong niat orang melakukan kekerasan, perbuatan sadistis, dan pembunuhan.

Orang yang egoistis akan memiliki pandangan hidup keliru, tidak dapat membedakan antara benar dan salah, bahkan memiliki pandangan eksklusif dan tidak toleran. Revolusi mental dapat terlaksana jika orang mau mengubah kondisi pikirannya yang semula dipenuhi keserakahan, kebencian, dan keegoistisan, kemudian beralih menjadi pikiran yang memiliki kepedulian, cinta kasih, dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat.

Penerapan meditasi akan mengubah pikiran menjadi tidak lagi serakah, tetapi gemar memberi. Tidak lagi membenci, tetapi penuh welas asih, dan tidak lagi egoistis, tetapi inklusif serta toleran. Pikiran seperti itu akan menimbulkan perlindungan bagi seseorang dan orang di sekitarnya. Orang-orang akan merasa nyaman hidup bersama.

Kebijaksanaan
Ada orang yang menganggap bahwa kebahagiaan hidup hanyalah semata kebahagiaan materi, atau dengan terpenuhinya kenikmatan indriawi. Pemahaman kebahagiaan hidup seperti itu akan menimbulkan pemujaan terhadap kekayaan materi dan kenikmatan indria sebagai suatu kebahagiaan tertinggi. Apakah memang benar bahwa itulah kebahagiaan tertinggi? Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu sekali dipahami adanya hal-hal hakiki yang berlangsung dalam kehidupan.

Ia yang memahami ketidakkekalan, ketiadapuasan, dan ketiadaan ego akan mengerti bahwa segala sesuatu akan berakhir. Segala sesuatu tidak dapat memenuhi kepuasan secara terus- menerus dan segala sesuatu tidak dapat diatur sesuai kehendaknya. Bahkan dirinya sendiri saja akan mengalami hal-hal seperti itu juga, maka hidup ini hanyalah proses yang terus berlangsung sesuai pola sebab akibat.

Manusia dapat turut berperan memengaruhi proses kehidupan, apakah akan memuliakan atau menghancurkan kehidupan. Revolusi mental memerlukan pemahaman terhadap hakikat hidup berupa proses terjadinya segala sesuatu secara terus-menerus disertai pola sebab-akibat yang berlaku.

Penerapan kebijaksanaan berupa pemahaman hakikat hidup itu akan memunculkan sikap bersahaja/sederhana secara wajar dalam hidup sehari-hari. Sikap itulah yang membuat setiap orang merasa nyaman dan tidak menimbulkan pertentangan dengan orang lain.

Selamat Hari Trisuci Waisak 2559/2015. Marilah umat Buddha membuat perlindungan bagi diri sendiri ataupun bagi masyarakat, bangsa, dan negara dengan cara melaksanakan kebenaran Dhamma. Revolusi mental merupakan gerakan hidup baru yang berlandaskan pada pelaksanaan kesusilaan, keteguhan pikiran, dan kebijaksanaan.

Semoga revolusi mental ini dapat mengantarkan kehidupan bangsa dan negara kita maju, sejahtera, serta damai. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

*) Bhikkhu Jotidhammo, Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *