• Thursday, 26 October 2017
  • Tung Wai Chee
  • 0

Hubungan kita dengan orang lain merupakan perpaduan antara komunikasi tubuh, ucapan, dan pikiran. Dalam hidup, tentu saja kita pernah melukai orang lain, baik secara sengaja maupun tak sengaja. Hati yang terluka terasa pedih dan pahit. Saat kita terluka, kita tidak menghendaki dan sangat takut untuk terluka lagi.

Lazimnya, kita enggan lekas merawat luka hati, sebaliknya kita membiarkannya ternganga. Kita melihat diri kita sebagai korban dari keadaan. Orang yang menyakiti kita itu jahat, tidak pantas dimaafkan, dan wajar dihukum. Kita kemudian menjadi marah.

Kita rela, hati kita dibakar oleh amarah. Lama kelamaan, rasa amarah itu berubah menjadi benci dan dendam. Kita menginginkan orang yang menyakiti kita mendapatkan balasan yang setimpal. Tetapi bukankah ini seperti menabur garam di atas luka?

Mengapa kita begitu sukar untuk memaafkan? Apakah kita boleh membenci seseorang hingga bertahun-tahun lamanya. Apakah itu tidak meletihkan? Apakah kita tidak mau mengobati dan menjahit luka di hati?

Ego merupakan penghalang utama dalam sebuah proses memaafkan orang lain. Kita tidak mau mengaku kalah dan merasa diri kita tidak memiliki salah. Kita telah berjanji pada diri sendiri untuk tidak gampang memaafkan seseorang. Kita merasa terdesak dan agak tersiksa jika diminta mengingat luka masa lalu.

Kita selalu asyik mengulang peristiwa yang telah berlalu dalam kepala kita. Mengapa kita berkeras untuk menyimpan kenangan yang menyakitkan itu? Mengapa kita tidak boleh membiarkan saja apa yang telah berlalu, abadikah masa silam itu?

Jika diteliti sunguh-sungguh, kita turut bersalah. Apakah kita yakin bahwasanya kita tidak pernah melukai orang lain? Malah, kita pantas meminta maaf pada orang lain yang telah “diserang” dan dimarahi berkali-kali di dalam kepala kita.

Sebagai umat Buddha, kita selalu berlatih untuk mengecilkan ego dengan bernamaskara atau bersujud di depan Buddha serta komunitas Sangha. Kita bersujud dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, tanpa perasaan rugi atas apa pun ataupun dipaksa.

Sesama umat Buddha, kita boleh saling meminta maaf dengan cara yang sama. Lakukanlah dengan tulus, menggunakan seluruh tubuh kita untuk kebahagiaan bersama. Luka di hati kita dijahit dengan memaafkan, agar tak lagi menganga, dan kelak perlahan-lahan sembuh.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *