• Wednesday, 9 August 2017
  • Rumangsa Handarbeni
  • 0

Kita memiliki banyak benih dalam diri. Ada benih baik dan kurang baik. Benih ini tersiram dari waktu ke waktu dalam interaksi sehari-hari dengan pihak lain dan lingkungan. Benih ini juga tersirami ketika panca indra mengonsumsi, dari medsos, youtube, drama, FB, IG, bahkan obrolan. Berlatih meditasi berarti menyadari bahwa ada bahan konsumsi yang kurang sehat, maka itu perlu dihindari.

Ada orang yang ingin mendapatkan kusala karma dengan berbuat kebajikan secara umum atau di lingkungan wihara; seperti ikut dalam kepengurusan, kegiatan sosial, belajar Dharma, dan juga meditasi. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya menyirami benih-benih kebaikan.

Kita percaya bahwa wihara merupakan ladang subur untuk menanam kebajikan, betul! Banyak kegiatan-kegiatan positif yang menyirami benih-benih kebajikan lalu membawa kita pada pemahaman baru atas berbagai aspek kehidupan individu dan sosial.

Sikap realistis perlu diketengahkan, bahwa suasana wihara juga tidak selalu bagus adanya. Ketika suasana menjadi sulit maka, ada kalanya menyirami benih-benih negatif seseorang. Permasalahan muncul tentu saja perlu kita tangani lewat Dharma, melalui komunikasi agar mendatangkan pengertian antarsesama.


Foto Fernando C

Makna wihara

Wihara yang sejatinya adalah rumah para samana, namun di Indonesia sering kita temukan wihara yang tiada anggota sanghanya, karena memang tidak banyak yang berani mengambil jalur ini. Relawan yang datang ke wihara ingin memberikan kontribusi, secara materi, energi, maupun waktu, dan berbekal keyakinan untuk menanam kebajikan serta memperluas koneksi, dan saling belajar terutama tentang Dharma.

Permasalahan muncul tentu saja perlu kita tangani lewat Dharma, melalui komunikasi agar mendatangkan pengertian antarsesama

Di wihara yang ada anggota sanghanya, umat bisa berinteraksi dan bahkan belajar banyak dari mereka, kadang para bhante juga bisa belajar banyak dari umat, sehingga terjadi saling menghormati dan saling belajar secara alami. Walaupun secara umum umat selalu bilang belajar Dharma dari para bhante atau biku bikuni, lalu meletakkan mereka di tempat yang sangat tinggi, mulia, dan seolah-olah ‘sempurna’.

Mohon renungkan kembali lagi tentang itu, banyak biku dan bikuni yang membangkitkan hati mulia untuk melayani, ingin berlatih Dharma dengan konsisten. Mereka berusaha terus, namun kadang belum mencapai standar yang Anda inginkan, jadi mohon bukakan pintu hati untuk memaafkan mereka jika ada sesuatu tindakan atau ucapan yang masih kurang terampil.

Ini bukanlah pembelaan, tapi ini justru membantu para umat, karena tidak baik bagi umat yang merasa kesal sama bhante tertentu lalu menyebarkan isunya ke sana-sini, walaupun itu dianggap “benar”, terlebih lagi pada era medsos yang mudah viral. Ketahuilah bahwa “Ajining diri gumantong ono ing lathi” yang artinya harga diri seseorang dapat dilihat dari caranya berbicara.


Foto Athisan

Anggota sangha

Jika ada bhante yang berucap kurang terampil, maka mohon dengarkan dengan sabar, siapa tahu beliau lagi ada tekanan batin atau sedang menderita. Jika Anda punya hubungan baik dengannya, maka boleh memberikan beberapa patah kata yang sopan, “Bhante mohon jangan marah, jika saya melakukan kesalahan, mohon berikanlah petunjuk, saya bersedia memperbaikinya.” Atau kalau situasi menjadi sulit, maka boleh saja minta izin dengan sopan lalu pamit pergi. Sesuai dengan nasihat Buddha, kalau ada orang yang datang membawa “sampah” kepadamu, maka kamu berhak untuk tidak menerimanya. Cara terakhir, Anda boleh memberikan laporan kepada gurunya, biarkanlah gurunya yang menyelesaikannya, tapi mohon jangan laporan atau curhat di grup WA apalagi di medsos.

Ini merupakan salah satu cara membantu ajaran Buddha berkembang. Para bhante juga bukanlah manusia sempurna, mereka akan terus berlatih dan belajar lagi. Memang ada saja komplain dari banyak umat tentang biku A, biku B dan seterusya, tapi kembalikanlah kepada institusi sangha, agar sangha bisa menanganinya, mohon berbaik hati jangan disebar-sebar infonya sehingga menjadi viral. Percayalah guru dan institusi sangha masih menjalankan tugasnya dengan baik, dan mereka akan pelan-pelan melakukan pendisiplinan.

Kesalahan kecil kita perbaiki, dan kesalahan besar kita hindari, jangan sampai karena insiden kecil lalu mencari afiliasi untuk menjatuhkan nama baik bhante tertentu, sungguh sedih kalau ini terjadi. Hendaknya kita sama-sama membangun komunitas yang harmonis, bukan saling menjatuhkan, kita butuh saling mendukung, bukan saling menuduh. Pergunakanlah ucapan kasih, bukan kata-kata kasar, pergunakanlah akal sehat bukan percaya membabi buta. Jika belum bisa menggunakan kata-kata kasih dan bersahabat, lebih baik diam saja, tunggu lain kesempatan untuk menyampaikannya, karena barisan sakit hati sudah terlalu panjang.

Tak ada gading yang tak retak, kalau sudah retak bukan berarti kita buang, tapi kita bersama-sama cari solusinya, bukan mengambil palu lalu menghancurkannya. Marilah bergandengan tangan untuk membangun komunitas yang hidup harmonis lewat berbicara penuh kasih dan mendengar dengan sabar, bukan sekedar hanya menulis status indah di FB saja, lebih penting untuk menerapkannya secara nyata, siramilah benih kebaikan untuk diri sendiri dan para umat yang datang ke wihara, sehingga wihara bisa sebagai ladang yang subur dan gembur untuk tumbuhnya kebaikan.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *