• Thursday, 10 December 2015
  • Leonard Widjaja
  • 0

Malam itu, Kamis (3/12) adalah malam yang spesial. Mengapa demikian? Karena malam itu saya mendapatkan karma baik untuk bisa mendengarkan ceramah Dhamma yang dibawakan oleh bhikkhu selebriti, Ajahn Brahm. Oleh sebab itu, meskipun saat itu hujan turun rintik-rintik namun tidak menyurutkan semangat saya dan juga ratusan orang lain untuk menuju ke Singapore Conference Hall, tempat di mana acara spesial tersebut diadakan. Bodhinyana Singapore sebagai penyelenggara mengharuskan para peserta untuk mendaftar terlebih dahulu dan menebus tiket masuk seharga S$10 di pintu masuk.

Ketika saya tiba, ruangan sudah hampir penuh sehingga saya pun harus susah payah mencari tempat duduk. Akhirnya saya berhasil mendapatkan tempat duduk di posisi agak tengah bagian belakang. Saya memperhatikan sekeliling saya bahwa ruangan berkapasitas kurang lebih 1000 tempat duduk tersebut hampir semuanya terisi penuh. Hal ini sangat luar biasa mengingat waktu menunjukkan pukul 07.30 waktu Singapura, waktu di mana orang lelah dan lapar setelah pulang kerja.

Tidak lama menunggu, acara langsung dimulai. Setelah kata-kata sambutan oleh moderator dan panitia, akhirnya Ajahn Brahm tampil. Saya penasaran memikirkan apa yang kira-kira akan dibahas oleh Ajahn Brahm mengenai tema malam ini, yaitu “Suffering and Happiness” alias “Penderitaan dan Kebahagiaan”. Beberapa kalimat pembuka dari Ajahn Brahm cukup membuat saya tersenyum dan yakin bahwa Ajahn Brahm masih sama dengan Ajahn Brahm yang ada dalam ingatan saya. Maklum saja, sudah lebih dari dua tahun saya tidak mendengar ceramahnya dikarenakan kesibukan dan hal lainnya.

Ajahn Brahm tampil dengan gaya khasnya, yaitu dengan menggunakan perumpamaan cerita sebagai metode utama ceramahnya. Inilah salah satu yang saya sukai dari Ajahn, karena dengan begitu saya sebagai umat awam akan lebih mengerti dengan cerita yang membumi. Dibandingan dengan harus memahami tata bahasa Tipitaka yang membuat saya mengerutkan dahi, ceramah ini adalah ‘surga’ bagi saya.

Ajahn Brahm mengaitkan topik ceramah kali ini dengan kisah hidupnya sendiri semasa sekolah dulu, yang saya yakin bahwa kita semua pasti pernah mengalami hal ini juga. Seringkali kita ‘dijanjikan’ kebahagiaan di waktu nanti dan kita seperti robot mengikuti dan menjalaninya. Seperti diungkapkan oleh Ajahn Brahm, kita sering mendengar, “Nanti setelah kamu lulus SMU dengan nilai bagus, maka kamu akan bahagia.” Setelah kita mencapainya apa kita akan bahagia? Bila kita belum bahagia maka kita akan mendengar lagi, “Nanti setelah kamu lulus universitas dengan nilai bagus, maka kamu akan bahagia.”

Lalu berlanjut dengan banyak ‘nanti’ dan ‘nanti’ entah sampai kapan. Pada akhirnya kita akan bertanya-tanya kapan kita bahagianya? Bukankah seharusnya Buddha mengajarkan bahwa kita harus bahagia di saat ini? Ajahn Brahm lalu bertanya, “Kapan sih saat paling membahagiakan itu?” Jawabannya ternyata sangat sederhana, yaitu saat kita merasa puas. Ya, itu adalah jawabannya, hanya satu kata yaitu puas.

Bingung dengan jawaban kapan saat paling membahagiakan? Ajahn Brahm memberikan penjelasannya sebagai berikut. Sebenarnya penyebab kita merasa menderita adalah karena keinginan atau harapan yang tidak tercapai. Hal inilah yang menimbulkan kekecewaan sehingga akhirnya menyebabkan penderitaan di dalam diri kita.

Lalu harus bagaimana? Yah jalannya adalah dengan menurunkan ekspektasi kita terhadap sesuatu. Apabila kita menurunkan ekspektasi kita, maka harapan kita akan lebih mudah tercapai. Contohnya awalnya ekspektasi kita adalah mendapat nilai 10 dalam ujian, karena kita hanya berhasil mencapai nilai 8 maka kita jadi kecewa dan menderita. Tetapi apabila kita turunkan ekspektasi kita menjadi 8, maka akan tercapai bukan? Dengan sendirinya kita akan merasa PUAS karena harapan kita mendapat nilai 8 menjadi tercapai. Hal inilah yang mengakibatkn kita berbahagia.

Mendengar penjelasan Ajahn Brahm, mungkin kita akan bertanya-tanya apakah kita tidak boleh mempunyai keinginan besar? Tentu saja boleh, namun di sisi lain kita harus realistis dengan keadaan, karena seperti diuraikan di atas, kekecewaan adalah sumber utama penderitaan.

Tanpa terasa waktu sudah semakin malam, mengingat masih ada sesi tanya jawab maka Ajahn Brahm menutup ceramahnya dengan analogi sebuah pohon di tengah hutan. Ajahn bertanya apakah kita bisa menemukan pohon di hutan yang sempurna? Yang daunnya rindang tanpa ada sehelai pun daun kering, yang batangnya tidak ada yang bengkok, dan yang akarnya kuat. Dicari seperti bagaimanapun tidak akan ada pohon yang seperti itu. Pasti ada salah satu bagiannya yang tidak sempurna, entah itu batang, daun, atau akar.

Kalau kita mengharapkan pohon yang sempurna, niscaya kita akan kecewa dan menderita karena selama-lamanya tida akan kita temukan. Tetapi kalau kita bersedia menerima pohon yang mungkin sedikit jelek batang atau daunnya, maka akan bisa kita temukan dengan mudah. Oleh sebab itu Ajahn mengungkapkan bahwa pohon yang paling indah di hutan adalah pohon yang bengkok batangnya.

Sesi selanjutnya adalah sesi tanya jawab. Para peserta bisa mengajukan pertanyaan melalui laman Facebook ataupun SMS sesuai dengan alamat yang ditampilkan di layar. Beberapa pertanyaan terpilih lalu dibacakan oleh moderator dan langsung dijawab oleh Ajahn Brahm. Ketika waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 09.30 malam, moderator pun mengajukan pertanyaan terakhir dari peserta kepada Ajahn Brahm, dan sesudahnya acara pun ditutup. Para peserta memberikan applaus yang meriah kepada Ajahn Brahm atas ‘pencerahan’-nya di malam itu.

Ketika saya keluar ruangan, cukup banyak peserta yang tidak langsung pulang dan memilih mengantri di lobi karena Ajahn Brahm mengadakan sesi tanda tangan buku. Jadi bagi peserta yang ingin mendapatkan tanda tangan Ajahn Brahm, bisa langsung membeli bukunya yang dijual di situ dan langsung ditandatangani oleh Ajahn Brahm. Saya sendiri memilih untuk langsung meninggalkan tempat acara karena kebetulan saya cukup lapar belum makan malam dan tempat saya tinggal cukup jauh dari tempat acara.

Secara keseluruhan saya cukup puas dengan acara ini. Acaranya terorganisir dengan baik, tepat waktu, dan yang terpenting adalah bisa mengobati kerinduan saya akan ceramah Ajahn Brahm. Saya berharap semoga ceramah Ajahn ini juga bisa menginspirasi para peserta yang lain sebagaimana hal itu menginspirasi saya. Dan juga semoga bisa membantu kita semua untuk selangkah lebih dekat ke pencapaian pencerahan.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *