Melepaskan diri dari jeratan keserakahan merupakan hal yang lebih sulit dibandingkan dengan kebencian, karena sesuatu yang kita inginkan dan kemudian kita dapatkan itu membawa kebahagiaan, dan manusia cenderung terikat pada kebahagiaan.
Mengawali ceramah Sakyadhita Conference pada satu malam sejuk (26/6/2015) di Sambi Resort, Kaliurang, Yogyakarta, Ven. Jetsunma Tenzin Palmo menceritakan tentang kisahnya ketika pertama kali menjadi seorang Buddhis. Berbeda dengan saat sekarang dimana ada “Samsara” sebagai satu merek parfum dan “Nibbana” sebagai merek yang lainnya, pada saat itu yang ada di pikiran Venerable untuk menjalani hidup melepas dan tidak terikat sebagai Buddhis adalah menyumbangkan semua pakaiannya dan hanya memakai tunik warna kunyit, sepatu tanpa hak, muka tanpa riasan, dan rambut diikat. Sehingga ketika tiba di satu tempat berkumpulnya umat Buddha di London, ia cukup terkejut melihat para wanita berbaju modis dengan high heels, rambut tertata rapi, wajah bermake-up ria.
Yup betul! Apa yang ingin disampaikan oleh Ven. Tenzin Palmo dalam melatih melepas adalah bukan dalam arti ekstrim dan terkadang terkesan menyedihkan, melainkan dalam sikap hidup yang sederhana dan seimbang tanpa berlebihan. Salah satu caranya adalah mengendalikan keinginan kita untuk berbelanja yang kadang bukan barang yang kita butuhkan. Pakaian di lemari yang mungkin bisa dipakai seumur hidup tanpa pengulangan mungkin bisa jadi satu bukti.
Itulah yang seharusnya dikendalikan dengan sadar sehingga bisa hidup seimbang dan menunjukkan citra sejati dari apa yang disebut renunciation. Makna kata yang indah ini harusnya menuju pada jalan hidup yang gembira (joy), puas (content), murni (pure), simple (bersahaja), sehingga melepas (letting go) tidak menjadikan kita sebagai anak yang cengeng dan sedih karena merasa kehilangan “Teddy Bear”nya, melainkan sebagai anak yang beranjak dewasa dan melepas bonekanya dengan kebahagiaan karena tahu hal tersebut adalah jalan mulia menuju penyempurnaan batin.
Memberikan contoh juga mengenai apa arti cinta tanpa syarat dalam menjalani hidup renunciation, Venerable mengutip perkataan ibunya yang berbunyi: “Di kehidupan yang akan datang, semoga aku menjadi ibumu kembali karena aku tahu jalan hidupmu yang tidak seperti biasanya (dan mungkin akan sulit dipahami oleh ibu lainnya) sehingga engkau bisa menjalani tujuan hidupmu yang luhur.”
Demikianlah unconditional love yang merupakan salah satu kondisi yang membantu melepas sebagai satu hal yang mulia dan bukan sebagai suatu keterpaksaan.
Sungguh suatu kotbah Dhamma yang luar biasa sekaligus mencerahkan saya akan makna sejati renunciation yang tiba-tiba saya sadari berakar pada kata “nun”… Betapa suatu akar kata yang pantas untuk arti yang mulia. Sadhu…
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara