• Thursday, 2 April 2015
  • Sutar Soemitro
  • 0

Setiap orang jika ditanya apa yang dicari dalam hidup, pasti akan menjawab mencari kebahagiaan. Hati-hati! Bisa-bisa bukannya kebahagiaan yang diraih, tapi malah penderitaan.

“Jangan mencoba untuk menjadi bahagia. Terlalu berusaha untuk jadi bahagia malah bisa jadi menderita,” Ajahn Brahm mengingatkan. Inilah prinsip ajaran Buddha, keinginan menimbulkan duka.

Lalu bagaimana caranya agar bahagia? “Melepas, welas asih, dan baik terhadap diri sendiri dan itulah penyebab kebahagiaan,” jelas Ajahn Brahm.

Ajahn Brahm kembali hadir di Jakarta mengobati kerinduan publik Indonesia yang sudah setahun tidak bertemu. Ceramah Ajahn Brahm di Jakarta kali ini yang bertajuk “Hello Happiness” pada Minggu (29/3/2015) adalah sesi kedua setelah yang pertama sehari sebelumnya di Mataram, NTB. Sekitar 2600 orang memenuhi The Palm Ballroom Mall Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat.

Ajahn Brahm berkunjung ke Indonesia dalam rangkaian Ajahn Brahm Tour d’Indonesia tanggal 28 Maret – 1 April 2015 yang kali ini merupakan ketujuh kalinya secara beruntun yang diselenggarakan oleh Ehipassiko Foundation dengan tajuk “Hello Happiness”. Tour ceramah kali ini menyambangi lima kota, yaitu Mataram, Jakarta, Jambi, Pontianak, dan Batam.

Mendengarkan talkshow Ajahn Brahm kali ini ibarat menonton stand up comedy, karena Ajahn Brahm ditemani Jaya Suprana, seorang pegiat komedi yang terkenal dengan kelirumologi.

Keduanya tak henti-hentinya melempar lelucon cerdas. Bahkan keduanya sempat terlibat dalam ‘perdebatan’. Bukannya membuat suasana jadi tegang, tapi justru makin membuat hadirin tertawa terpingkal-pingkal. Di ujung ‘perdebatan’ itu keduanya saling tos saat ketemu satu titik temu.

“Pendekatannya dengan humor, dan humor yang tertinggi adalah cinta,” ujar Jaya Suprana mengomentari cara berceramah Ajahn Brahm.

Humor memang sangat melekat dalam diri Ajahn Brahm sehingga ceramahnya banyak disukai orang dari segala usia dan kalangan. Ia mengingatkan kita bahwa dalam hidup perlu ‘3L”: Laugh (tertawa), Love (cinta), dan Life (kehidupan). Ia menjelaskan bahwa jika kita bisa tertawa, berarti kita bahagia. Jika kita bahagia, berarti kita memiliki cinta kasih, dan cinta kasihlah yang menciptakan kehidupan. Hanya orang mati yang tidak tertawa, tidak bahagia, dan tidak mencintai.

“Jangan pernah percaya pada bhikkhu yang tampangnya menyedihkan,” celetuk Ajahn Brahm yang disambut tawa hadirin.

Ada seorang bernama Yuliana yang dikumpulkan oleh Ehipassiko Foundation dari Facebook merasa heran mengapa dirinya selalu merasa senang melihat poster Ajahn Brahm yang selalu tertawa di poster?

“Kalau Anda melihat orang lain bahagia, akan menular. Seperti flu burung, tapi flu burung yang positif. Begitu juga dengan hal negatif, juga akan menular. Seperti virus ebola, tapi lebih parah. Dan penangkalnya adalah kebahagiaan,” jawab Ajahn Brahm.

Ada juga yang bertanya kepadanya, bagaimana cara membikin orang lain bahagia kalau kita tidak tahu apa yang bikin orang lain bahagia? “Orang lain bahagia kalau kita bahagia. Bikin diri sendiri bahagia lebih dulu,” jawab Ajahn Brahm.

Jaya Suprana juga bercerita bagaimana sepanjang hidupnya mencari kebahagiaan. Kebahagiaan pertama yang ia cari adalah ketika masih kecil berhasil mempunyai sepeda, ia bahagia. Setelah itu ingin punya motor, mobil, hingga ingin punya mobil Jaguar limited edition yang hanya ada satu di Indonesia.

“Setelah memperoleh kebahagiaan, saya cari lagi,” ujar Jaya Suprana. Tapi ia tidak juga menemukan kebahagiaan hakiki. Hingga suatu ketika, ia mengenal seorang anak tunanetra yang jago bermain piano. Jaya menyebut anak tersebut sebagai pianis terbaik di dunia. Jaya Suprana mengajak anak ini konser di Sydney Opera House, Australia. Usai konser, anak ini memanggil-manggil Jaya Suprana. Setelah tangannya berhasil memegang tangan Jaya Suprana, anak itu berucap singkat, “Terima kasih Pak Jaya.”

“Pada saat itulah saya menemukan kebahagiaan,” kenang Jaya Suprana.

Kebahagiaan adalah pada saat kita memberikan kebahagiaan kepada orang lain, lanjut Jaya Suprana.

Jaya Suprana juga menanggapi cerita Ajahn Brahm yang sedang mempopulerkan kebiasaan bahwa upacara pemakaman seharusnya tidak ditangisi, sebaliknya justru harus dirayakan dengan cara mengenang hal-hal positif dari orang yang meninggal dunia.

Dan ternyata Jaya Suprana sudah melakukannya, “Ke teman-teman pelawak, saya bikin wasiat, kalau saya meninggal dunia, tolong bikin acara lawak di depan peti mati saya. Jadikan pesta!”

Jaya Suprana juga sedikit sentimentil dalam talkshow kali ini. Tak disangka, di balik sosoknya yang penuh humor, ia tak kuasa menahan haru di hadapan banyak orang. Dan yang membuatnya terharu adalah Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi.

Ia mengaku belajar dari Master Cheng Yen yang dianggapnya sebagai Bodhisattva. “Tzu Chi memberikan bantuan kepada korban bencana. Mereka yang memberi tapi mereka yang menyembah (menunduk –red) dan mengucapkan terima kasih. Apa ini?! Saya tidak mengerti.”

Setelah mencaritahu, akhirnya ia mengerti. “Kita berterima kasih karena berkat mereka kita bisa berbuat kebajikan,” jelas Jaya Suprana tercekat menahan haru.

Ia kemudian membandingkan dengan para politisi Indonesia yang saling bertengkar. “Mereka mencari kebahagiaan untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *