Beberapa waktu yang lalu, vihara Ajahn Brahm di Australia, dimasuki oleh pencuri. Demikian Ajahn Brahm mengawali sesi ceramahnya di The Palms Ballroom, Mall Taman Palem, Jakarta pada Minggu (10/4). Pencuri itu mengambil begitu banyak barang berharga yang ada di vihara tersebut. Namun sebagai umat Buddha yang baik, kita tidak perlu sedih apabila kehilangan barang-barang. Pencuri itu bisa mencuri barang-barang berharga yang ada di vihara, namun tidak bisa mencuri kebahagiaan kita.
Dan ternyata barang-barang yang tercuri tersebut, akhirnya bisa diklaim ke asuransi dan vihara Ajahn Brahm mendapatkan ganti rugi barang-barang yang sama dengan kondisi yang malah lebih baru! Ini membuat Ajahn Brahm berseloroh ingin punya email ataupun nomor telepon si pencuri yang bisa dihubungi, sehingga apabila ada barang di vihara yang ingin diganti, Ajahn Brahm akan menghubungi pencuri itu dan memintanya mencuri, agar Ajahn Brahm dapat mendapatkan barang yang lebih baru. Hahaha.
Inilah pesan pertama Ajahn Brahm pada sesi dharmatalk yang diselenggarakan oleh Ehipassiko Foundation tersebut. Ini adalah tahun kedelapan secara berturut-turut Ajahn Brahm melakukan tur ceramah di Indonesia dengan tajuk “Happy Everyday”. Tur ceramah kali ini singgah di enam kota, yaitu Medan, Jakarta, Bandar Lampung, Pangkal Pinang, Yogyakarta, dan Denpasar tanggal 9-14 April 2016. Khusus di Jakarta dan Yogyakarta, Ajahn Brahm didampingi oleh Master Guo Jun, seorang master Chan murid dari Master Sheng Yen.
Hal-hal buruk bisa saja terjadi dalam hidup kita, namun jangan biarkan orang lain mencuri kebahagiaan yang kita miliki. Ya, terkadang mungkin kita bisa kehilangan kebahagiaan karena kita sendiri melakukan kesalahan, namun jangan terlalu dipikirkan. Alih-alih sedih, akan lebih baik untuk kita belajar dari kesalahan tersebut.
Ajahn Brahm sendiri pernah melakukan kesalahan. Pernah suatu ketika, Ajahn Brahm diundang untuk membacakan pelafalan sutta untuk mendoakan seseorang yang sedang sekarat di rumah sakit. Setelah Ajahn Brahm membacakan sutta, si sakit tersebut berangsur-angsur sembuh dari sakitnya. Pihak keluarga si sakit malah jadi marah kepada Ajahn Brahm. Pihak keluarganya ternyata sudah berpikir bahwa karena orang ini sudah sekarat, maka mereka berharap dengan pelafalan sutta dari Ajahn Brahm, si sakit ini dapat meninggal dunia dengan damai, terbebas dari penyakit yang dideritanya. Pihak keluarganya bahkan sudah mengundang saudara-saudaranya yang berada di luar negeri untuk datang mengantar si sakit yang sudah sekarat ini untuk bersiap-siap upacara kematian.
Hikmah dari kejadian ini, Ajahn Brahm kini bertanya terlebih dahulu apabila diminta membacakan doa kepada orang sakit, apakah dibacakan doa agar sembuh atau agar si sakit dapat meninggal dunia dengan damai. Jadi apabila kita melakukan kesalahan, tidak perlu bersedih, cukup belajar dari kesalahan itu.
Kendala selanjutnya untuk kita dapat berbahagia adalah waktu. Sedari kecil, Ajahn Brahm ditanamkan untuk belajar dengan baik dan tidak terus-terusan bermain sepakbola. Dengan belajar yang baik, Ajahn Brahm akan dapat lulus sekolah dan dapat berbahagia. Namun kenyataannya, ketika Ajahn Brahm lulus sekolah, ia harus menghadapi pelajaran-pelajaran dan ujian-ujian sekolah yang lebih susah lagi. Begitu seterusnya hingga tua, menganggap kalau kita sudah meninggal dunia dan masuk surga, kita baru bahagia. Padahal kenyataannya tidak demikian. Bahagia timbul bukan karena kesuksesan atau pencapaian sesuatu, bukan juga sebaliknya bahagia dulu baru kemudian sukses, namun bahagia itu sendiri adalah kesuksesan. Jika kita bahagia, itu artinya kita sukses menikmati saat ini.
Mengapa sukses menikmati saat ini adalah kebahagiaan? Karena seringkali kita merasa khawatir. Kita khawatir akan terjadi hal yang buruk, kita khawatir kita akan kena sakit kanker, kita khawatir saham turun, dan sebagainya. Inilah yang membuat kita kehilangan kebahagiaan. Dan cara untuk mengatasi rasa khawatir ini adalah dengan berpikir bagaimana jika hal tersebut tidak terjadi?
Hidup akan dapat menjadi buruk. Tidak direncanakan, hidup akan dapat menjadi buruk. Direncanakan, hidup juga sama, akan dapat menjadi buruk. Jadi buat apa kita khawatir akan masa depan? Justru di saat kita bahagia, kita memiliki energi dan pengetahuan untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada.
Lalu bagaimana untuk menjadi bahagia? Ada tiga cara untuk menjadi bahagia menurut Ajahn Brahm:
1. Datang ke seminar Ajahn Brahm
Bukan sekadar mendengarkan ceramah Ajahn Brahm yang membuat kita bahagia, namun karena kita berkumpul dengan orang-orang yang bahagia. Dengan berkumpul dengan orang-orang yang bahagia, kita akan juga menjadi bahagia.
2. Jangan berpikir terlalu banyak
Ajahn Brahm ketika muda, pernah diminta oleh gurunya, Ajahn Chah untuk beramai-ramai memindahkan gundukan tanah di depan vihara ke belakang vihara. Dulu Ajahn Brahm hanyalah bhikkhu muda yang kurus dan kecil, dan sesuai dengan tradisi Buddhis yang dianutnya, Ajahn Brahm hanya mendapatkan makan satu kali dalam sehari. Namun sebagai murid yang baik, tentu saja Ajahn Brahm bekerja memindahkan gundukan tanah tersebut bersama dengan bhikkhu-bhikkhu ainnya. Itulah tiga hari yang melelahkan di tengah cuaca Thailand yang panas. Namun ketika Ajahn Brahm berpikir pekerjaannya sudah selesai, ia akan dapat mencuci jubahnya yang kotor dan bersantai esok harinya, Ajahn Chah pergi pada malam itu ke tempat yang lain.
Keesokan paginya, bhikkhu wakil kepala vihara di tempat Ajahn Brahm belajar, mengumpulkan semua bhikkhu dan berkata bahwa sepertinya gundukan tanahnya telah diletakkan di tempat yang salah. Jadilah para bhikkhu muda ini bekerja lagi selama tiga hari penuh memindahkan gundukan tanah tersebut. Keesokan harinya, ketika Ajahn Brahm berpikir bahwa ia dapat mencuci jubahnya yang sudah enam hari kotor dan dapat bersantai, Ajahn Chah pulang. Melihat gundukan tanah yang tidak pada tempat yang dimintanya di awal, Ajahn Chah pun marah dan meminta para bhikkhu muda itu untuk kembali memindahkannya ke tempat sebelumnya.
Di sinilah Ajahn Brahm sempat kehilangan keyakinannya. Ia pun mengumpat sambil bekerja. Namun tentu saja Ajahn Brahm mengumpat dalam bahasa Inggris supaya para bhikkhu muda yang lain tidak mengerti bahasa yang diucapkannya. Hahaha. Namun seorang bhikkhu melihat ekspresi muka Ajahn Brahm, datang mendekatinya. Ajahn Brahm tidak tahu siapa nama bhikkhu tersebut, namun ia berterima kasih atas apa yang diajarkan olehnya. Bhikkhu itu berkata, ”Melakukannya jauh lebih mudah daripada memikirkannya.” Dan itu menyadarkan Ajahn Brahm. Di sisa dua hari mengerjakan memindahkan gundukan tanah tersebut, dilakukan Ajahn Brahm dengan sangat mudah. Inilah mengapa kita tidak perlu berpikir terlalu banyak.
3. Tidak memenjara diri sendiri
Sebagai seorang bhikkhu di Australia, Ajahn Brahm sering diundang untuk memberikan pembabaran Dharma di penjara-penjara di Australia. Di penjara itu memiliki tempat tidur yang lebih nyaman dari tempat tinggal Ajahn Brahm di vihara. Di penjara juga memiliki tempat makan yang berbeda-beda untuk lauk, buah, dan sebagainya. Sementara Ajahn Brahm beberapa hari yang sebelumnya menerima dana es krim strawberry dan spaghetti dalam satu mangkuk. Dan itu rasanya menjijikkan. Hahaha. Di penjara juga ada televisi, tempat berolahraga dan sebagainya, sementara di vihara Ajahn Brahm tidak. Namun mengapa terdapat daftar tunggu yang panjang untuk masuk ke vihara Ajahn Brahm, sementara di penjara terdapat daftar tunggu yang sama panjangnya untuk keluar dari penjara? Keinginanlah yang menyebabkan hal itu terjadi. Segala kondisi atau tempat apa pun yang tidak kita inginkan, itulah yang disebut penjara. Namun apabila kita mengubah perilaku kita, dengan memiliki rasa puas terhadap diri sendiri dan memiliki penghargaan atas orang lain, inilah yang membuat kita merasakan kebahagiaan.
Sementara itu Master Guo Jun memiliki tips yang berbeda untuk menjadi bahagia. Apa yang perlu kita lakukan? Ambil smartphone, pilih menu kamera, fotolah wajah Ajahn Brahm yang sedang tersenyum apabila kita merasa bahagia melihat wajah Ajahn Brahm tersenyum. Lalu cetak foto tersebut dan letakkan di kamar mandi, di tempat makan, di kantor, dan juga di kamar tidur. Sehingga ketika kita bangun dari tidur ke kamar mandi, kita melihat foto Ajahn Brahm, dan kita menjadi bahagia. Ketika kita mau makan, bekerja di kantor, hingga akhirnya kita hendak tidur, kita melihat wajah Ajahn Brahm, dan merasa bahagia.
Selain itu, kita harus memiliki ‘santacitta’. Citta artinya adalah pikiran atau batin. Santa memiliki arti rasa puas. Oleh karenanya, ceramah yang menghadirkan Ajahn Brahm bersama dengan penerjemah dari Ehipassiko bernama Tasfan Santacitta yang didampingi moderator Handaka Vijjananda, memberikan dua kebahagiaan sekaligus kepada para hadirin yang datang. Demikian Master Guo Jun membuka sesi ceramahnya.
Hidup itu seperti sebuah film, memiliki cerita yang senang, sedih, dan sebagainya. Sementara kita adalah aktor atau pemain filmnya. Untuk menghadirkan film yang baik, dibutuhkan kemampuan berakting yang baik untuk menjadikan sebuah film merupakan film yang bagus.
Untuk memiliki kemampuan akting yang bagus, kita harus belajar untuk akting, atau ‘ACT’ dalam bahasa Inggris. ACT di sini merupakan singkatan dari:
A: Acceptance (penerimaan)
Hidup pasti mengalami perubahan. Oleh karenanya kita harus belajar untuk dapat menerima perubahan. Menerima perubahan bukan berarti tidak melakukan apa pun. Namun ketika kita mengalami kesulitan ataupun penderitaan, kita harus menerima kenyataan tersebut terlebih dahulu sebelum kita dapat melakukan sesuatu.
C: Contentment (rasa puas)
Seringkali kita ketika menghadapi kehidupan, memikirkan apa yang telah hilang, alih-alih apa yang kita masih miliki. Dengan memiliki rasa puas atau syukur, kita lebih sering berpikir atas apa yang masih kita miliki.
T: Transform (berubah)
Bagaimana cara kita berubah? Kembali ke awal tadi, lihat foto wajah Ajahn Brahm yang sedang tersenyum, kita pun menjadi tersenyum. Ada kisah dalam Zen di mana Buddha mengambil sekuntum bunga dan tersenyum. Pada saat kita tersenyum, kita membuka hati dan pikiran kita. Senyuman yang berasal dari dalam hati adalah senyuman Bodhisattva (calon Buddha). Dengan tersenyum, kita kembali ke momen saat ini.
Di dalam pelatihan ini, kita perlu juga belajar apa yang disebut sebagai kesabaran. Di Indonesia terkenal sebuah merk mi instan. Kita memiliki budaya mi instan. Kita menginginkan segala sesuatu terjadi secara instan. Ini yang perlu kita hindari. Kita harus belajar untuk sabar dan juga tekun dalam pelatihan kita. Karena kebahagiaan adalah seni. Seperti seni lukis, kita tidak hanya butuh kanvas, kuas dan cat warna, namun kita juga butuh untuk melukiskan kanvas tersebut dengan kuas dan cat warna.
Begitu juga dengan kebahagiaan, kita mengetahui bahwa kita tidak boleh marah, kita belajar teorinya dengan baik. Namun mengetahui sesuatu adalah satu hal, melakukan apa yang diajarkan dalam teori adalah hal yang lainnya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara