Di dunia intelektual Barat, muncul interpretasi umum bahwa Lama Je Tsongkhapa (1357—1419), filsuf besar Tibet hanyalah seorang cendekiawan. Orang Barat kurang mengenalnya sebagai seorang yogi yang hebat, seorang praktisi tantra yang hebat, seorang mahasiddha.
Padahal, sebenarnya, Lama Tsongkhapa mengajar dan menulis lebih banyak materi tentang tantra daripada sutra. Tetapi karena dia tidak menunjukkan aspek mahasiddha, orang Barat mendapat kesan bahwa dia hanya seorang intelektual.
Beberapa orang bahkan berpikir bahwa Gelugpa, aliran pengikut Lama Tsongkhapa, tidak melakukan meditasi non-konseptual. Mereka berpikir bahwa tradisi Lama Tsongkhapa hanya mengajarkan meditasi intelektual dan analitis. Padahal ini tidak benar.
Mahasiddha yang agung
Lama Tsongkhapa sudah menjadi meditator yang hebat ketika dia masih remaja. Dan sejak dia remaja, dia mampu menyembuhkan dirinya sendiri ketika sakit. Ketika ada banjir atau longsoran salju, dia akan berdoa, dan semua fenomena alam itu akan berhenti. Dari biografinya, dapat dilihat bahwa Lama Tsongkhapa adalah seorang mahasiddha yang agung.
Suatu hari, terjadi kebakaran di vihara tempat Lama Tsongkhapa menetap. Para bhiksu lari ke Lama Tsongkhapa sambil menangis. Tsongkhapa hanya duduk diam, masuk ke samadhi, dan tiba-tiba semua apinya padam, “diledakkan” oleh satu angin besar.
Ini terjadi karena kekuatan meditasinya, yang membuktikan bahwa Lama Tsongkhapa adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang kuat. Dikisahkan juga pada saat itu ia lalu melihat delapan puluh empat mahasiddha India berada di angkasa di atas Lhasa, Tibet.
Lama Tsongkhapa juga dikenal memiliki kekuatan telepati. Suatu kali dia tinggal di sebuah pondok retret kecil. Tiba-tiba dia pergi, dan tidak ada yang tahu kenapa.
Pada hari yang sama beberapa orang yang dikirim oleh Kaisar Tiongkok, yang telah mendengar tentang ketenaran Lama Tsongkhapa, datang dengan undangan kepadanya untuk datang ke Tiongkok. Tetapi dia tidak dapat ditemukan. Orang-orang tidak ada yang tahu ini akan terjadi hari itu, tetapi Lama Tsongkhapa tahu, sehingga dia melarikan diri ke atas gunung.
Ini menunjukkan bahwa tak hanya Lama Tsongkhapa memiliki kekuatan telepati, tetapi ia juga merupakan contoh yang baik dari praktik pelepasan keduniawiannya yang sempurna. Dia “muntah” memikirkan kesenangan duniawi. Meskipun Lama Tsongkhapa sangat terkenal, dia tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang mewah dan penuh hiburan; dia tinggal di tempat terpencil di pegunungan salju.
Hidup sesuai dengan dharma
Lama Je Tsongkhapa memiliki ribuan murid di seluruh Tibet dan terus-menerus menerima persembahan. Namun dia tidak memiliki rekening bank, tidak memiliki rumah, bahkan tidak satu pun tanah untuk menanam makanannya.
Semua yang dia terima, dia berikan ke orang lain. Dia tetap bersih, tanpa kepemilikan. Ganden adalah vihara Lama Tsongkhapa, tetapi dia tinggal di sana seolah-olah dia seorang tamu. Dia datang ke sana, mendapatkan sesuatu, memberikannya, lalu pergi tanpa apa-apa. Lama Tsongkhapa adalah contoh sempurna hidup sesuai dengan Dharma.
Dikisahkan, dua atau tiga tahun sebelum Lama Tsongkhapa meninggal, Manjushri, yang memiliki hubungan istimewa dengannya, mengatakan kepadanya, “Sekaranglah waktunya kamu akan mati.” Namun tiba-tiba Buddha yang tak terhitung jumlahnya muncul dan meminta Lama Tsongkhapa untuk tidak meninggal, sembari memberinya inisiasi energi tak terbatas sehingga dia bisa hidup lebih lama lagi.
Cahaya pelangi
Hingga tiba masa menjelang Lama Tsongkhapa benar-benar akan meninggal, salah satu giginya tanggal, dan semua orang melihat bahwa gigi itu mengeluarkan banyak cahaya pelangi.
Dia memberikan gigi ini kepada Khedrub Rinpoche, salah satu murid utamanya. Tetapi murid lainnya berkata, “Oh, Anda memberikan gigi ini kepada Khedrub Rinpoche, tetapi dapatkah kami memiliki sedikit juga?”
Lama Tsongkhapa menyuruh mereka berdoa untuk permintaan ini, dan menyuruh Khedrub Je meletakkan gigi itu di atas altar. Setiap orang melantunkan banyak doa dan banyak meditasi. Cahaya pelangi yang bercahaya terus datang dari gigi.
Setelah satu minggu, Lama Tsongkhapa berkata, “Di mana gigi saya? Bawa gigiku ke sini.” Ketika dia membuka kotak penyimpannya, murid-muridnya melihat bahwa gigi itu telah berubah menjadi rupang Tara yang dikelilingi pil relik.
Lama Tsongkhapa lantas memberikan beberapa pil kepada para murid yang menginginkannya. Ia juga meramalkan bahwa sekitar lima ratus tahun kemudian relik-relik ini akan sampai ke Bodhgaya, India, tempat yang belum pernah didatanginya semasa hidup. Prediksi ini menjadi kenyataan; meskipun tentara Cina menghancurkan sisa-sisa tubuh Lama Je Tsongkhapa, beberapa relik dibawa pergi ke India ketika orang Tibet mengungsi.
Jalan tantra
Ketika Lama Tsongkhapa benar-benar meninggal, dia melakukannya dengan sempurna. Dia mengatur semuanya. Tsongkhapa melakukan meditasi persembahan batin dan meminum tigapuluh tiga seruput amirta persembahan.
Ini adalah tanda bahwa ia manunggal dengan Istadewata Guhyasamaja. Akhirnya, ia duduk bermeditasi dengan jubah lengkapnya, dan lalu mangkat. Inilah yang membedakan seorang mahasiddha. Dia tidak perlu mengumumkan, “Saya seorang mahasiddha,” tapi tindakan yang membuktikannya.
Setelah Lama Je Tsongkhapa meninggal dunia, Khedrub Je, murid utamanya merasa sedih. Karena Lama Tsongkhapa yang telah menjelaskan Buddhadharma secara menyeluruh dari awal hingga akhir, dari wahana personal hingga tantra, dan menginspirasi ribuan muridnya, kini telah tiada.
Khedrub Je sedih karena sepeninggal gurunya, ada banyak kemerosotan yang dialami para murid. Dia sangat sedih, menangis dan menangis. Kemudian dia berdoa dan melakukan persembahan mandala. Tiba-tiba sosok Lama Tsongkhapa muncul dalam tampilan ketika masih muda di singgasana permata yang dikelilingi oleh para dewa, daka, dan dakini.
Dia berkata kepada Khedrub Je, “Anakku, jangan menangis. Pesan utamaku kepada orang-orang adalah mempraktikkan jalan tantra. Praktikkan ini dan ajarkan kepada orang yang memenuhi syarat. Daripada menangis, kamu harus membantu melakukan ini sebanyak mungkin, dan itu akan membuatku sangat bahagia,” kata Tsongkhapa yang terlahir lagi di Surga Tushita.
Di lain waktu, Khedrub Je memiliki beberapa pertanyaan teknis tentang tantra tetapi tidak dapat menemukan siapa pun untuk menjawabnya. Hatinya hancur, dan sekali lagi dia menangis. Sekali lagi dia berdoa dengan kuat dan mempersembahkan mandala. Lama Je Tsongkhapa bermanifestasi kembali di hadapannya dan memberinya banyak ajaran serta inisiasi.
Di lain waktu ketika Khedrub Je menangis begitu keras dan banyak berdoa, Lama Tsongkhapa bermanifestasi dalam sosok mahasiddha berwarna kemerahan, bertelanjang dada dan berambut panjang terikat, memegang pedang di tangan kanannya serta menunggangi seekor harimau. Kemudian ia juga sempat mewujud sebagai Manjushri, dan di lain waktu muncul dalam wujud bhiksu Tibet seperti biasa namun menunggangi gajah putih.
“Bidang khusus Lama Tsongkhapa adalah tantra, khususnya tubuh ilusi,” kata Lama Thubten Yeshe dalam salah satu ajaran terakhirnya sebelum meninggal dunia pada tahun 1984.
Lama Yeshe merasa dirinya sangat berterima kasih kepada Je Tsongkhapa. Terutama karena ajaran Enam Yoga Naropa yang disampaikan Tsongkhapa dengan cara yang begitu mendalam, dan menghasilkan banyak manfaat.
“Cara dia menyatukan berbagai hal, tidak diragukan lagi, ia pasti seorang mahasiddha,” ujar Lama Yeshe penuh hormat.
*Tulisan di atas disarikan dari buku “The Bliss of Inner Fire” karya Lama Thubten Yeshe, terbitan Wisdom Publications, tahun 1996. Sengaja dibuat untuk memperingati Hari Lama Je Tsongkhapa, atau yang disebut Ganden Ngamchoe, yang jatuh pada 10 December 2020.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara