• Saturday, 15 March 2025
  • Surahman Ana
  • 0

Foto: Ana Surahman

Delapan hari menjelajahi hutan belantara Pulau Seram, Maluku, bersama Bhante Siriratano, meninggalkan kesan mendalam dan pengalaman tak terlupakan. Perjalanan ini merupakan bagian dari misi pembinaan umat Buddha di dusun-dusun terpencil yang jarang terjamah oleh orang luar. Dimulai dari Kota Ambon pada Senin, 3 Maret 2025, rombongan akhirnya keluar dari hutan pada Senin, 10 Maret 2025.

Perjalanan yang didukung oleh Dana Everyday ini yang melibatkan sembilan orang termasuk Bhante Siriratano, Penyuluh Agama Buddha Ambon Triyo Wibowo, Ketua Permabudhi Maluku Tjoa Tinnie Pinontoan, Budi Lee, Tim BuddhaZine Budi Ariyanto dan Ana Surahman, anak asuh bhante Dadung dan Larat, dan umat Buddha Seram Wagiono.

Medan yang dilalui tidak bisa dianggap enteng. Hutan belukar, sungai besar, bebatuan terjal, sengatan matahari, dan hujan lebat menjadi tantangan sehari-hari. Hari pertama, rombongan berangkat dari Ambon menuju Atiahu, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku—lokasi terakhir yang masih bisa dijangkau kendaraan. Setelah menginap semalam di Rumah Singgah Pohon Kelapa, perjalanan dilanjutkan ke dusun pertama, Dusun Von. Untuk mencapai dusun ini, rombongan harus berjalan kaki selama 3,5 jam melewati sungai besar dan hutan lebat. Sesampainya di Von, Bhante dan rombongan menginap dua malam untuk memberikan bimbingan kepada umat setempat.

Memasuki hari keempat, Kamis (6/3), pukul 08.30 WIT, rombongan beranjak dari Von menuju Dusun Yamatitam. Perjalanan ini diperkirakan memakan waktu 12 jam dengan medan yang lebih berat dibandingkan sebelumnya. Selain hutan yang lebih lebat, rombongan harus melewati dua bukit dan dua sungai besar, yaitu Sungai Ol dan Sungai Tog. Berkat cuaca cerah yang tidak terlalu terik, perjalanan bisa dipersingkat menjadi 10 jam, dan rombongan tiba di Yamatitam pukul 18.30 WIT. Tantangan seperti sengatan lalat jumbo, kutu air, daun gatal, duri rotan, dan batu licin mewarnai perjalanan ini. Rencana awal menginap tiga malam di Yamatitam pun berubah karena adanya jadwal kunjungan ke umat di Gunung Payung.

“Kita akan mengunjungi umat di Gunung Payung karena mereka belum pernah dikunjungi sebelumnya. Namun, beberapa anggota tidak bisa ikut karena ada jadwal lain, jadi rombongan terbagi dua,” ujar Bhante Siriratano di tengah perjalanan.

Hari keenam, Sabtu (8/3), perjalanan dilanjutkan menuju Dusun Gunung Payung. Untuk menghemat energi, rombongan memutuskan menginap di Rumah Singgah yang berjarak tiga jam perjalanan dari Yamatitam. Setelah beristirahat semalam, rombongan melanjutkan perjalanan ke Gunung Payung. Kunjungan ini merupakan yang pertama kali, sehingga rombongan masih buta medan. Dipandu oleh umat asal Yamatitam yang sudah hafal rute, perjalanan ini ternyata lebih sulit dibandingkan perjalanan ke dua dusun sebelumnya. Sungai Musal dan Sungai Lep menjadi tantangan utama, dengan bebatuan besar, tanjakan curam, dan pohon tumbang yang berserakan. Dengan penuh kewaspadaan, rombongan menyusuri sungai, meski beberapa anggota sempat terjatuh dua atau tiga kali. Lima jam perjalanan akhirnya membawa rombongan tiba di Dusun Gunung Payung pukul 13.30 WIT. Senyum bahagia dan ceria umat Buddha setempat menyambut kedatangan Bhante dan rombongan.

Setelah menginap semalam di Gunung Payung, rombongan pamit pulang pada Senin (10/3). Rombongan berjalan kaki selama tujuh jam hingga tiba di titik akhir, yaitu Rumah Tiga, Desa Ake Ternate, Kecamatan Seram Utara Timur Seti, Kabupaten Maluku Tengah. Jika dilihat di peta, perjalanan ini membelah Pulau Seram, mulai dari Atiahu di Seram Bagian Timur hingga berakhir di Rumah Tiga, Maluku Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *