• Wednesday, 28 October 2020
  • Deny Hermawan
  • 0

Candi Kalasan yang dibangun sekitar tahun 778 Masehi atas prakarsa Maharaja Tejahpurana Panangkaran dari era Mataram Kuno merupakan bangunan suci tempat pemujaan kepada Dewi Tara.

Masih banyak misteri yang menyelimuti candi buddhis ini, di antaranya adalah bahwa relief dan permukaan candi yang sangat menawan dilapisi dengan “bajralepa’, sebuah lapisan pelindung khusus, yang membuat candi bisa tampak mempesona dengan warnanya yang kuning keemasan saat bulan purnama.

Hal tersebut dibahas dalam diskusi daring “Bajralepa Candi Kalasan” yang digelar Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY, Senin (19/10/2020) melalui platform aplikasi Zoom.

Prof. Dr. Endang Tri Wahyuni , M.Sc. yang merupakan ahli kimia dari Departemen Kimia Universitas Gajah Mada selaku narasumber menjelaskan, “semen kuno” Bajralepa fungsi utamanya adalah untuk melindungi atau coating relief dari dampak biologis dan kimiawi lingkungan sekitar. Selain itu juga guna membuat relief menjadi lebih halus.

“Bajralpa itu sangat rapat atau tidak porous, tidak ada kemungkinan air untuk masuk pada dinding candi,” ungkap Endang.

Apa komposisi bajralepa? Endang mengakui, ada anggapan di masyarakat bahwa itu terbuat dari cairan putih telur. Namun pihaknya menyangkal, dan menegaskan bahwa itu tersusun dari mineral kaolin (dari batu bata), kalsit (dari batu kapur), silica (dari pasir), dan kalkopirit. Ini diketahui dengan metode difraksi Sinar-X. Kadarnya pun bisa diketahui menggunakan software khusus, yakni berturut-turut 16,7%, 72%, 10,2%, dan 0,9%.

“Kaolin itu seperti lempung yang banyak digunakan untuk membuat gerabah,” jelasnya.

Sementara, kalkopirit menurutnya adalah mineral langka yang tersusun dari tembaga, besi ,dan belerang. Warnanya bervariasi, dari biru, perak, hingga keemasan. Mineral yang sangat keras ini turut membuat warna candi menjadi lebih indah dan cemerlang.

Selanjutnya, apakah mungkin dibuat tiruan bajralepa? Menurut Endang sangat dimungkinkan. Namun tetap harus melalui penelitian lebih jauh lagi. Yang sulit menurutnya adalah mencampur dengan kalkopirit, karena kini tidak bisa ditemukan lagi mineral itu di sekitar Candi Kalasan.

“Yang sudah ditemukan di Freeport di pertambangan emas,” katanya.
Ramuan komposisi membuat bajralepa yang asli menurutnya adalah bentuk kehebatan nenek moyang bangsa Indonesia. Sebab salah kadarnya sedikit saja, bisa berakibat yang lain sekali, termasuk dalam tingkat kecemerlangan warna candi, menurut penelitian awal yang dilakukannya.
“Karena kalau kita campur tiga elemen tanpa kalkopirit tidak bisa,” jelasnya.

Narasumber lain, R Wikanto Harimurti MA selaku konservator dari BPCB DIY menjelaskan, Candi Kalasan yang merupakan candi buddhis tertua di Yogyakarta memiliki lapisan bajralepa yang berfungsi untuk memperindah tampilan candi dan juga sebagai segel.

Bajralepa yang juga ditemukan di Candi Sari juga ditempatkan di antara batu sebagai perekat yang sangat erat, yang membuat candi belum pernah runtuh secara keseluruhan. Bajralepa menurutnya juga memiliki sifat konservatif.

“Batu –batu yang ada bajralepanya sampai saat ini tidak ditumbuhi mikroorganisme,” ungkapnya.

Dirinya menuturkan, saat dipugar oleh Van Romondt tahun 1927, banyak batu Candi Kalasan yang sudah tidak ada di tempatnya. Atap atau cungkup candi berlubang, dan belum diketemukan batu aslinya. Karena itu, tahun 1993 candi mulai ditutup atapnya oleh BPCB DIY menggunakan fiberglass, agar air hujan tidak masuk tubuh candi.

“Kondisi material batu yang ada di dalam bilik Candi Kalasan mengalami penggaraman yang sangat parah, sehingga batu-batu itu menyatu menjadi monolith,” jelasnya.

Hal tersebut diduga karena adanya kucuran air dari atas. Terlebih karena bagian dalam candi tidak dilapisi bajralepa. Karena itu tahun 1996 atap candi ditutup seluruhnya.

Tahun 2014 pihaknya mencoba membersihkan endapan garam di Candi Kalasan. Selanjutnya tahun 2018 kajian bajralepa dilakukan, disertai dengan pembongkaran parsial lapisan batu candi untuk pembersihan garam. Namun itu dihentikan karena membuat banyak batu asli yang rusak. Karena itu tahun 2019 mulai dilakukan pengawetan dan pemasangan lagi batu.

Kini pihaknya sudah mulai menyusun batu pengganti untuk bagian cungkup atas candi. Ini akan dipasang seutuhnya di tahun depan (2020).
“Nanti bagian atasnya [candi] akan tertutup [batu],” jelasnya.

Deny Hermawan

Editor BuddhaZine, penyuka musik, film,
dan spiritualitas tanpa batas.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *