Upacara penetapan tanah sima atau perdikan merupakan salah satu peristiwa penting yang sering tercatat dalam berbagai prasasti dari masa kerajaan di nusantara.
Seusai upacara digelar, lazimnya dilanjutkan dengan pemberian anugerah raja berupa berbagai hadiah bagi pihak-pihak yang telah berjasa kepada raja. Prosesi yang khidmat tersebut lantas diakhiri dengan pesta makanan dan minuman lezat disertai dengan pementasan berbagai seni hiburan.
Seperti apa makanan orang Jawa tempo dulu sekali, memang bisa dilacak, karena disebutkan dalam beberapa catatan prasasti. Namun dalam prasasti hanya disebutkan nama baik bahan maupun cara mematangkannya, tidak ada gambaran bentuknya.
Nah, bentuk makanan itu sendiri rupanya bisa dilacak dalam beberapa relief candi atau bangunan kuno lain dari batu. Salah satunya dari relief Sendang Lerep di Petirtaan Cabean Kunti di Boyolali, Jawa Tengah, yang didirikan antara abad VIII-X Masehi.
Di bagian tengah-kanan kolam, tergambar jelas beberapa orang pria dan satu bakul nasi yang dilengkapi dengan lauk pauk. Ada ikan utuh, dua irisan telur rebus, dan semacam dua tusuk sate yang satu tusuk irisannya tiga biji kotak-kotak.
Nasi dalam bakul berada di hadapan tiga orang pria yang duduk bersila. Gambaran ini mungkin bisa menjadi representasi aktivitas kenduri atau makan bersama zaman itu.
Relief di sebelah tengah-kiri juga sebenarnya memiliki banyak kesamaan. Hanya saja lauk yang berada di atas bakul nasi lebih sukar diidentifikasi. Selain itu tiga orang yang duduk bersimpuh di sini adalah perempuan. Berbeda dengan tiga orang di relief sebelah kanannya yang laki-laki.
Secara keseluruhan, relief di kolam ini berhubungan dengan makanan. Dua relief lain di samping dua relief tersebut di atas, menggambarkan beberapa sosok [semacam] raksasa yang membawa makanan berupa tulang-belulang.
Sementara di bagian sayap kolam, terdapat empat relief yang menggambarkan empat macam burung. Masing-masing burung yang membawa makanan di paruhnya.
Masih belum jelas apa makna cerita dari delapan panel relief tersebut. Beberapa pakar lantas menyebut itu sebagai kisah Tantri Buddhis, karena mengandung unsur binatang.
Namun bisa jadi itu adalah kisah tentang persembahan makanan. Sebab semua makhluk dalam relief mengarah ke sesembahan di tengah kolam, yang tak diketahui wujudnya karena sudah tidak ada lagi.
Deny Hermawan
Editor BuddhaZine, penyuka musik, film,
dan spiritualitas tanpa batas.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara