Kulon Progo merupakan salah satu basis agama Buddha di Yogyakarta. Hingga saat ini terdapat lebih dari 1.000 jiwa masyarakat Kulon Progo yang menganut agama Buddha. Menyambut Waisak 2560 BE/2016, umat Buddha Kulon Progo menggelar berbagai ritual keagamaan, tradisi, sosial hingga budaya. Rangkaian kegiatan ini dilakukan selama sebulan penuh dari tanggal 21 April hingga 21 Mei 2016, dilaksanakan di masing-masing vihara se-Kulon Progo maupun kegiatan gabungan antar vihara.
Tema Waisak kali ini adalah “Memayu Hayuning Bhawana Lumantar Laku Welas Asih lan Kawicaksanan” yang merupakan hakikat saripati dari sifat Buddha, yaitu maha kasih (maha karuna) dan maha bijaksana (maha panna). Umat Buddha Kulon Progo mengadakan berbagai upacara yang bersifat religius kultural.
Menurut rilis yang diterima oleh BuddhaZine, salah satu acara gabungan yang melibatkan seluruh umat Buddha di Kulon Progo adalah upacara Tribhuana Manggala Bhakti. Upacara yang dilaksanakan pada Minggu (15/5) ini bersifat religio kultural yang digali dari racikan ajaran Buddha berpadu dengan kearifan lokal adat dan budaya Jawa setempat.
Ajaran Buddha dan kultur Jawa sangat menghargai keberadaan dan kelestarian alam semesta. Semangat menghargai alam tersebut tersirat dalam teks Dhammapada 49, “Bagaikan seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana dalam menjalani hidupnya.”
Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan alam. Perilaku manusia sangat mempengaruhi alam semesta, begitu pula sebaliknya alam sangat mempengaruhi perilaku manusia. Realitas mendalam dan unik ini telah dibabarkan secara rinci oleh Buddha dalam Aganna Sutta. Kesadaran ini akan membawa sikap menghargai kelestarian alam semesta, memahami batas nyata antara kebutuhan dan keserakahan. Babaran Buddha dalam Cakkavatti Sihananda Sutta mempertegas bahaya eksploitasi alam yang berlebihan. Dinyatakan bahwa perkembangan penduduk yang banyak, tetap akan tercukupi kebutuhan dasarnya selama manusia menyeimbangkan antara kebutuhan material dan spiritual.
Selain teks kitab suci yang bersifat larangan dan inspirasi pemikiran, terdapat juga teks kitab yang bernada perintah. Perintah Buddha akan pelestarian alam terdapat dalam teks Vanaropa Sutta, di mana pelestarian taman (aramaropa) maupun hutan (vanaropa) perlu dan layak untuk dilakukan karena memiliki nilai kebajikan yang luhur laksana sang penolong.
Dalam upacara Tribuana Manggala Bakti, umat Buddha Kulon Progo mengadakan berbagai kegiatan, yaitu pengambilan air suci (tirta amerta) dari Tuk Mudal di kaki Gunung Kelis Menoreh yang merupakan mata air tertinggi di Kulon Progo. Upacara ini dipusatkan di Ekowisata Taman Sungai Mudal dengan dipimpin oleh tiga orang sesepuh agama Buddha Kulon Porgo, yaitu Ciptowiyono, Purnomo, dan Sardi. Umat Buddha yang ikut dalam upacara tersebut mengenakan pakaian adat Jawa, yaitu pakaian beskap lengkap dengan blangkon untuk kaum laki-laki dan kebaya untuk kaum perempuan.
Menurut ketua panitia, Rahman Waris, upacara Tribuana Manggala Bhakti dilaksanakan secara tradisi Jawa, “Pengambilan air dilakukan secara tradisi Jawa, dengan gayung dan kendi oleh para sesepuh dan tim wanita pembawa kendi.
“Setelah diambil, air sebanyak 8 kendi yang melambangkan jalan utama beruas delapan, kemudian diarak dan disemayamkan di vihara untuk upacara keagamaan. Bagi umat Buddha Kulon Progo, tirta melambangkan kejernihan hati, kebeningan pikiran, dan memiliki kemanfaatan bagi segenap makhluk,” ujarnya.
Selain pengambilan tirta, sebagai rasa peduli terharap kelestarian sumber mata air, juga dilakukan upacara penanaman pohon penyangga air. Upacara penanaman pohon penyangga air di berbagai mata air yang ada di perbukitan Menoreh Kulon Progo berupa pohon gayam, Bodhi, beringin, serta tanaman produktif seperti manggis, kelengkeng, dan duku yang secara simbolik dipusatkan di Taman Sungai Mudal. Serta pelepasan bibit ikan di seputar sungai di bawah sumber mata air.
“Tribuana Manggala Bhakti memiliki makna bakti peduli terhadap tiga matra ekosistem alam, yaitu matra bumi diwakili dengan penanaman pohon, matra udara diwakili dengan pelepasan satwa burung, dan matra air diekspresikan dengan pelepasan satwa ikan dan pemanfaatan air sebagai sarana ibadah umat Buddha,” jelas Rahman.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara