• Friday, 9 March 2018
  • Adica Wirawan
  • 0

Bagi Semua Makhluk, Kehidupan Itu Sungguh Berharga. Sabbesam Jivitam Piyam. (Dhammapada 130)

Sepucuk anak panah tiba-tiba saja melesat menembus sayap seekor angsa putih yang sedang terbang di langit yang cerah. Akibatnya, angsa malang itu terjerembab ke tanah, dan kemudian dua orang pangeran segera mendekatinya. Pangeran pertama langsung memeluk angsa yang mengerang kesakitan itu, mematahkan anak panah yang menembus sayapnya, lalu membaluri lukanya dengan daun obat.

Sementara itu, pangeran kedua berupaya merebut angsa tersebut. Sebab, dialah yang sudah berhasil memanahnya sehingga berhak memperoleh “buruan”-nya itu.

Namun, pangeran pertama menolak memberikannya. “Kehidupan adalah milik orang yang berusaha menyelamatkannya,” kata pangeran tersebut, berupaya mengelak dari jangkauan tangan pangeran kedua, yang berusaha merenggut angsa itu secara paksa.

Akhirnya, kedua pangeran itu bertengkar. Untuk menyelesaikan masalah itu, mereka kemudian menghadap dewan penasihat istana. Setelah para pangeran menjelaskan “duduk perkara”-nya, dewan penasihat itu berembuk dan akhirnya memutuskan bahwa pangeran pertamalah yang berhak “memiliki” angsa itu karena dia telah berusaha menyelamatkan sebuah kehidupan, alih-alih memusnahkannya.

Baca juga: Bisakah Hewan Mendengarkan Dhamma?

Kisah di atas tentu sudah familiar di kalangan umat Buddha. Sebab, cerita tersebut dikutip dari kehidupan masa kecil Pangeran Siddharta. Dalam kisah tersebut, pangeran pertama, yang mencoba menyelamatkan angsa itu, ialah Pangeran Siddharta, sedangkan pangeran kedua adalah Pangeran Devadatta.

Dalam sejumlah literatur, pertolongan itu ialah wujud dari abhaya dana, seperti yang ditunjukkan oleh Pangeran Siddharta. Atas dasar belas kasih, pangeran berupaya mengobati dan menyelamatkan angsa tersebut karena dia menyayangi kehidupan, sekecil apapun itu!

Perbuatan itulah yang kemudian menjadi “inspirasi” bagi umat Buddha untuk melakukan hal serupa. Sebut saja acara Fangshen yang dilakukan Patria DPC Kota Bekasi pada tanggal 24 Februari 2018. Biarpun bukan yang pertama kali dilakukan, kegiatan fangshen tersebut punya ciri khusus. Sebab, kegiatan itu dilakukan dalam rangka Imlek, yang dirayakan pada minggu sebelumnya.

Seperti disampaikan oleh Adhika Viriya Dhiro, selaku Ketua Patria DPC Kota Bekasi, acara itu diikuti oleh lebih dari 70 orang, yang berasal dari Bekasi dan Cirebon. Para peserta awalnya berkumpul di Wisma Vipassana Kusalacitta sejak pukul 05.00 WIB, dan baru berangkat sekitar pukul 05.30 ke lokasi, yang terletak di Waduk Darma, Kuningan, Jawa Barat.

Di tepi waduk telah tersedia beberapa drum yang berisi ikan lele, yang akan “dilepasliarkan”. Secara keseluruhan, drum-drum tersebut memuat 150 kg ikan lele. Setelah semua siap, rombongan kemudian berbaris di tepi waduk, membacakan paritta yang dipimpin oleh Bhante Dhammiko dan Bhante Santadhiro, lalu melepaskan semua ikan itu ke dalam waduk, yang cukup banyak ditumbuhi eceng gondok.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *