“Om Namah Siwa Om Mahayana, sahin mendagar wa’zt tanta pawerus Dharma.” ~Prasasti Gondosuli~
“(Sembah dihaturkan pada Dewa Siwa, Om Mahayana (Orang Besar). Di semua batas hutan petapaan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, mendengarkan hasil pekerjaan/perbuatan yang baik).”
Prasasti Gondosuli ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, berisi penghibahan tanah, tanah digunakan untuk bangunan suci/candi, guna menandai peringatan pembangunan patung raja (Hyang Haji) di sebuah prasadha (tempat suci) yang disebut Sang Hyang Wintang.
Minggu (15/10), pukul 07.00 WIB peserta ekspedisi sudah mulai berkemas. Makan pagi ala desa sudah tersedia di rumah Mbak Suryati, Dusun Miri, Getas, Kaloran tempat kami menginap. Dengan obrolan yang akrab, kopi pagi serasa nikmat. Mbah Marwoto, juru kunci Watu Payung dan sesepuh Dusun Kemiri juga datang menghampiri kami dengan cerita-cerita yang mengapresiasi kegiatan malam di Petapaan Watu Payung.
Hangatnya perbincangan pagi membuat waktu berangkat menjadi molor, padahal awalnya kami jadwalkan jalan pukul 09.00 WIB menjadi pukul 09.30 WIB baru jalan. Masih dengan berkendara sepeda motor, kami berjalan ke arah Temanggung kota menuju Situs Kasihan, Desa Mudal, Kecamatan Temanggung.
Di Dusun Kasihan ini kami dipertemukan dengan Jaladara, saluran air pada situs candi yang diletakkan di dekat rumah warga. Sontak San San, peserta ekspedisi yang baru bergabung berujar spontan, “Kok angger didelehno teng tlecek ngono.” (Kok ditaruh sembarangan begitu saja.)
Setelah ambil foto, kami lanjutkan ke Situs Kasihan. Kami menemukan batu-batu candi peninggalan kerajaan Medang Iwarak yang kondisinya cukup memprihatinkan. Perjalanan pun kami lanjutkan ke desa sebelahnya, kami temukan juga batu-batu candi yang hanya ditumpuk di sebelah rumah warga yang atasnya disemen dengan dihias bola.
Perjalanan pun kami lanjutkan ke Situs Prasasti Gondosuli, Situs Ngadisari dengan memasang plang benda cagar budaya, Situs Stapan, dan diakhiri di Situs Liyangan.
Berikut foto-foto ekspedisi hari ke-2. Tentang perjalanan ekspedisi selengkapnya akan diulas pada artikel selanjutnya.
Ekspedisi kedua dimulai dari Watu Payung ke Dusun Kasihan, Mudal, Temanggung.
Menemukan arca Jaladara yang hanya digeletakkan di samping rumah.
Situs batu-batu candi dijadikan makam. Masih di Situs Kasihan.
Prasasti Gondosuli, prasasti berbahasa Melayu Kuno.
Situs Gondosuli.
Situs Gondosuli, batuan candi yang masih dibiarkan runtuh.
Situs Gondosuli.
Arca Nandi di Situs Gondonsuli, berukuran cukup besar.
Yoni dan reruntuhan batu candi di Desa Ngadisari. Ditumpuk dekat rumah warga.
Tim Ekspedisi memberi plang undang-undang yang menyatakan bahwa batu-batu candi ini adalah benda cagar budaya.
Makan nasi megono.
Situs Liyangan, peserta ekspedisi mengagumi sisa-sisa peradaban masa lalu.
Semacam dinding besar temuan sisa peradaban leluhur di Situs Liyangan.
Mempelajari temuan di Situs Liyangan.
Tembok sisa-sisa peradaban di Situs Liyangan. Ini adalah temuan pertama kali di Situs Liyangan.
Di sudut bawah tembok ini ditemukan beberapa Yoni.
Batu candi di sebelah rumah warga ditumpuk dan dihias bola.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara