• Thursday, 20 August 2020
  • Junarsih
  • 0

“Pagi-pagi, bangun tidur sudah ada yang bikin marah, kacau dah hari ini! Oopss, nggak jadi bahagia.”

Apakah Anda sudah benar-benar bahagia saat ini? Ataukah kebahagiaan Anda hanya sekadar untuk menutupi perasaan sedih yang sedang dialami?

Ada berbagai versi bahagia untuk setiap orang. Ada orang yang pakai sandal jepit dan kaos oblong sambil keliling pasar saja sudah bahagia. Ada yang pergi kemana-mana dengan jalan kaki juga sudah bahagia. Ada yang mendapat seikat bunga secara gratis dari tetangga juga sudah bahagia.

Kalau dalam ajaran agama Buddha, meditasi bisa menjadi salah satu cara untuk memperoleh kebahagiaan. Namun, untuk sebagian orang yang belum memiliki pengalaman cukup dalam bermeditasi akan mengatakan “meditasi itu bukan bikin bahagia, malah bikin menderita, sering kesemutan, tidak bisa fokus.”

Untuk menjadi bahagia dengan meditasi, kembali lagi dalam diri setiap orang. Kalau mau bahagia dalam meditasi, ya harus belajar mengendalikan pikiran. Kalau tidak bisa mengendalikan pikiran, sampai kapanpun bisa jadi tidak bahagia dengan meditasi.

Lalu, apa hanya dengan meditasi saja bisa menjadi bahagia dalam ajaran Buddha? Tentu tidak. Ada banyak sekali ajaran dalam Buddhisme untuk menjadi bahagia, yakni dengan bersyukur, suka berdana, memprioritaskan Dhamma, dan berlindung pada Tiratana.

Kenapa dengan bersyukur kita bisa bahagia? Karena kita sadar bahwa bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki saat ini bisa membuat Anda bahagia. Bersyukur karena sudah bisa memiliki hunian sendiri meski tidak sebagus milik tetangga, yang penting bisa untuk berlindung dari hujan dan terik matahari.

Suka berdana juga bisa membuat Anda bahagia. Namun, berdana di sini jangan diartikan hanya berdana kepada Sangha. Kembali kepada makna berdana, berdana artinya memberikan sesuatu untuk keperluan orang lain.

Memang benar apabila berdana kepada Sangha adalah ladang kebajikan tertinggi. Namun, kita juga harus ingat, jangan sampai berdana hanya pilih-pilih si penerimanya. Misal saat kita berdana makanan kepada Sangha, tetapi di sisi lain tetangga kita kelaparan atau bahkan kita tidak memberikan makanan kepada orangtua kita sendiri dan cenderung acuh.

Maka di sini tidak ada kebijaksanaan dalam berdana. Nah, apakah kalau melihat tetangga kelaparan atau orangtua sendiri kelaparan Anda akan bahagia? Anda sendiri yang tahu jawabannya.

Kemudian memprioritaskan Dhamma dapat menjadi cara Anda untuk bahagia. Namun, apabila kita melekat pada ajaran Dhamma, tidak bisa berpikir secara fleksibel dan adaptif, menganggap ajaran Dhamma paling benar, apakah Anda bisa bahagia? Pasti Anda sudah tahu jawabannya.

Terakhir, bahagia karena berlindung kepada Tiratana. Berlindung pada Tiratana tidak hanya sekadar mengucapkan saraṇagamana pāṭha (kaimat perlindungan). Namun juga dapat menjadikan bahwa Tiratana adalah sandaran bagi hidup Anda. Agar hidup Anda memiliki patokan dan tujuan sehingga bisa bahagia.

Penjelasan di atas adalah berbagai cara dalam Buddhisme agar seseorang dapat bahagia. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah Anda saat ini sudah benar-benar bahagia meski Anda sudah tahu cara untuk bahagia versi ajaran Buddha? Ataukah Anda sudah benar-benar bahagia menurut versi kebahagiaan Anda sendiri?

Mari kembali ulas cuplikan kalimat di pojok atas: “Pagi-pagi, bangun tidur sudah ada yang bikin marah, kacau dah hari ini! Oopss, nggak jadi bahagia.”

Bagaimana perasaan Anda ketika membaca kalimat tersebut? Saya rasa pasti Anda pernah mengalaminya, jujur saja saya juga pernah demikian. Saat bangun tidur sudah langsung dimarahi orangtua, hancur sudah perasaan ini, ingin membalas dengan amarah tapi kok ini orangtua kita yang sudah mengurus kita dengan penuh kasih sayang.

Pada akhirnya pembalasan amarah dilampiaskan pada orang lain, bisa jadi teman di sekolah, teman di kantor, atau bahkan kekasih. Kalau sudah dilampiaskan pada mereka, jadi makin kacau, makin runyam masalahnya. Bukannya bahagia, malah tambah menderita.

Lalu, bagaimana mengatasinya? Cukup kembali pada bangun tidur tadi. Sadari ada masalah apa yang sedang terjadi, cari jalan keluarnya, ingat kembali jangan dibalas dengan amarah, tetapi cari tahu apa manfaatnya nanti kalau amarah tidak pergi. Kalau sudah disadari dengan seksama, maka tersenyumlah, maka kebahagiaan akan menyelimuti Anda.

Tidak semua perkara harus dihadapi dengan kepala panas, tetapi hadapi dengan kepala dingin, maka Anda akan bahagia.

Bersyukur dengan apa yang sudah Anda miliki ketika orang lain tidak bisa memilikinya, maka bahagialah Anda.

Sukalah untuk memberi, karena Anda pasti tahu rasanya ketika tidak memiliki apa-apa, dan kebahagiaan akan muncul pada diri Anda.

Perbanyak tersenyum, perbanyak berpikir positif, perbanyak berbuat baik maka Anda akan bahagia.

Berilah kasih sayang pada orang lain, maka Anda akan bahagia.

Bahagia tidak melulu perihal banyak kekayaan, bahagia tidak hanya perihal selalu dicintai orang lain. Namun, ketika Anda bisa mengontrol diri dan tidak mudah terjerumus pada keadaan yang tidak baik, maka Anda akan bahagia.

Maka dari itu, marilah untuk selalu berbahagia.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *