• Sunday, 25 October 2015
  • Andre Sam
  • 0

“Dhene awas tegesipun, weruh warananing urip.
Miwah wisesaning tunggal kan atunggil rino wengi.” Serat Wulangreh
(Dengan bertumbuhnya sadar-penuh, mampu melihat kehidupan sebagaimana adanya.
Berjumpa ke-u-Tuhan siang dan malam)

Suara kerik jangkrik mengisi teras aula meditasi. Sebelum para muridnya, dua samanera beristirahat malam, bhante berkenan untuk bercerita sedikit tentang kisah seekor anjing yang masuk surga.

“Usai perang Bharatayuda, pandawa lima meninggalkan segala urusan keduniawian. Mereka bertekad untuk mempersiapkan diri guna bekal di kehidupan selanjutnya yang lebih baik,” Bhante mengawali cerita.

“Dalam perjalanannya yang sangat jauh, satu persatu anggota pandawa lima meninggal dunia. Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa tidak bisa meneruskan perjalanan ke sebuah bukit yang tinggi.

“Bima meninggal membawa sifatnya yang blak-blakan, tidak mau berbasa-basi, dan cenderung kasar. Arjuna meninggal membawa sifatnya yang merasa bisa menyelesaikan apa saja. Nakula meninggal membawa sifatnya yang penuh keakuan. Sadewa meninggal dengan sifatnya yang merasa unggul di antara semua saudaranya.

“Hanya tinggal Yudhistira dan seekor anjingnya yang masih bernapas. Ketika di puncak bukit muncullah kereta kencana yang bersiap membawa Yudhistira ke swarga loka. Dengan wajah yang bahagia, ia hendak melangkahkan kakinya ke kereta kencana tersebut.

“Yudhistira mundur selangkah, karena ia diberhentikan. Hanya dirinya seorang yang boleh naik kereta kencana menuju surga. Anjing tidak boleh masuk surga!

“Mendengar perintah tersebut, Yudhistira mengurungkan niatnya untuk ke surga. Ia berpendapat bahwa anjingnya sangat setia dalam menemani perjalanannya selama ini. Tak pernah membunuh, tak pernah menyakiti, dan tak pernah berdusta, alasan apa yang membuat anjing tak boleh masuk surga? Kalau demikian, biarlah saya tidak masuk surga.

“Pembawa kereta kencana mulai berubah pikiran setelah mendengar penjelasan singkat dari Yudhistira. Kemudian, mereka berdua, Yudhistira dan anjingnya diperkenankan untuk dibawa dan memasuki swarga loka.

“Di swarga loka, anjing tersebut ternyata menampakkan wujud aslinya. Ia berubah menjadi Bathara Dharma, simbolik dari kesetiaan pada kejujuran.

“Nah, sekian kisah kali ini. Jika kalian setia pada kejujuran, bahkan anjing pun bisa masuk surga. Kita sebagai manusia, tentunya memiliki kualitas melebihi anjing. Bagaimana?” tutup Bhante.

Salah satu dari samanera sudah mulai mengantuk, sedangkan yang satunya lagi malah sebaliknya, kemudian ia mengutarakan satu pertanyaan, “Bhante, masa iya, kita sebagai umat Buddha hanya berhenti di urusan surga atau neraka?”

“Ayo waktunya istirahat…” pertanyaan itu tidak dijawab oleh bhante. Dua samanera melakukan namaskara tiga kali sebagai wujud terima kasih karena bhante berkenan meluangkan waktu untuk berbagi cerita. Pintu ditutup, masing-masing beristirahat.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *