• Wednesday, 17 March 2021
  • Zaenal Abidin Eko Putro
  • 0

Di Asia Tenggara, Myanmar adalah salah satu negara yang paling rumit dan susah berjalan demokratisasinya pascamerdeka. Negeri yang dulu dikuasai Kerajaan Bagan ini berkali-kali menjadi ajang pembuktian kekuasaan (exercise of power) oleh individu-individu tertentu. Membuka-buka lembaran sejarah negeri ini, pendek kata, sulit menemukan narasi kolaborasi dan akomodasi para elite untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh negeri.

Kudeta 1 Februari 2021 lalu sama sekali tidak mengejutkan, apabila melihat seksama kekosongan figur yang akomodatif dan responsif terhadap berbagai friksi dan beragam perbedaan yang ada.

Walaupun negeri ini pernah punya diplomat ulung sekaligus pemimpin populer seperti U Nu, namun karakter seperti dirinya sungguh langka. Yang ada justru adu kuat dan persaingan antar kelompok (terutama elit). Proses demokratisasi yang dibarengi dengan sharing of power pun terganjal di sini.

Di tengah kepemimpinan sipil yang lemah, sejak melepaskan diri dari Inggris tahun 1948, tak diduga militer diam-diam menyusun kekuatan tersendiri. Akibatnya, kudeta militer tahun 1962 terjadi tanpa dapat dihentikan hingga 49 tahun lamanya, di saat mungkin rasa bosan para jenderal yang berkuasa saat itu, ditambah tekanan internasional yang cukup kuat sehingga pemerintahan junta menyerahkan sebagian kekuasaannya pada sipil tahun 2011. Terjadi supremasi sipil? No. Kekuatan militer tetap tak tertandingi, ditambah semakin luasnya cakupan bisnis militer dan penguasaan tiga kementerian utama; perbatasan, pertahanan, dan dalam negeri.

Baik terkait langsung maupun tidak, cucu raja terakhir yang terguling sejak kedatangan Inggris dan mengasingkan diri ke India pun lebih memilih berdekatan dengan pihak militer. Sang cucu ingin mengembalikan makam kakeknya ke Myanmar.

Jendral Aung San, ayahanda Aung San Suu Kyi, bersama balatentaranya digembleng tentara Jepang. Itu terjadi di saat Jepang menguasai medan pertempuran di Asia Tenggara dan Pasifik sebelum menyerah pada sekutu. Lalu pada 1947, Aung San ke Inggris meminta merdeka. Inggris menyanggupi dan menempatkan Burma sebagai negara commonwealth. Enam bulan sebelum merdeka, Aung San wafat di usia 32 tahun. U Nu, sahabatnya meneruskan perjuangannya.

Namun tentara terlanjur kuat. Di tengah lemahnya pimpinan sipil, tentara semakin menancapkan taringnya dengan menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing; tambang minyak dan gas bumi, emas dan batu mulia (ruby dan jade). Pundi-pundi kekayaan militer makin tak terkendali.

Tak heran jika Kudeta 1962 begitu saja terjadi. Jendral Ne Win menjatuhkan U Nu. Sipil amat lemah. Hampir 50 tahun kemudian, kehidupan rakyat amat sangat tergantung pada militer. Mulai dari ekonomi, pendidikan, sosial budaya, bahkan agama. Semuanya harus sepengetahuan junta.

Investasi asing pun mulai masuk, namun tetap lewat perusahaan lokal berafiliasi pada tentara. Kirin, perusahaan Jepang masuk di usaha minuman bir, Myanmar beer. Singapura berinvestasi di bidang properti khususnya perhotelan dan juga rokok. HSBC dan Standard Chartered, bank asal Inggris, lewat perusahaan Vietnam, juga menggandeng bank dan provider kartu sim lokal milik tentara. Ada juga Adani (India) yang menggarap pelabuhan, Posco Steel (Korea), dll. Dua lembaga bisnis, yakni Myanmar Economic Corporation (MEC) and another conglomerate, Myanmar Economic Holding Ltd (MEHL), berafiliasi dengan junta.

Lalu, di bidang politik, perubahan konstitusi 1988 yang ditetapkan junta, menempatkan 25 persen kursi parlemen baik pusat dan daerah menjadi jatah militer. Partai politik menjadi barang langka, di saat sosialisme melanda hingga Aung San Suu Kyi mendirikan partai di tahun 1988, saat desakan perubahan konstitusi didengungkan.

Kekuatan dan kekayaan junta demikian ini sedikit banyak berefek ke Indonesia. Diam-diam junta mengirimkan mahasiswa belajar ke Indonesia, umumnya jurusan kedokteran. Juga, satu dua tempat ibadah disokongnya, guna menyerupai Swedagon, pagoda paling terkenal di sana.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *