• Wednesday, 28 September 2016
  • Sastra Nandya
  • 0

Menyelami dunia spiritual adalah tentang ‘Rasa’, tapi banyak orang yang masih menggunakan logika.

Mari kita mulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan, apa hal yang menarik untuk Anda dilakukan? Let’s say your hobby? Misalnya hobi Anda main sepakbola. Selain hobi, Anda pasti juga punya pekerjaan.

Ketika Anda melakukan pekerjaan, dorongannya adalah logika. Sedangkan ketika Anda melakukan hobi, dorongannya adalah rasa. Itulah bedanya antara rasa dengan logika. Kalau saya tidak kerja, saya tidak dapat gaji; itu logika. Sehingga di luar pekerjaan, kita melakukan kesenangan lain; itu rasa.

Contohnya, hobi saya di musik; itu rasa. Tapi saya harus bekerja jadi manajer hotel karena anak istri saya harus makan; itu logika.

Saya 20 tahun bekerja di hospitality industry, tapi tidak dengan rasa. Maret 2106 lalu saya keluar. Di sisi lain, kegiatan saya di luar pekerjaan cukup banyak. Saya motret, pernah jadi model, acting, dan berorganisasi. Itu kesenangan, itu soal rasa. Dan dalam proses menyenangkan rasa, kadang saya tak pakai logika. Misal saya beli kamera mahal, padahal tidak mengasilkan uang. Logikanya saya rugi, tapi hati saya senang.

Lalu bagaimana hubungan rasa dengan spiritualitas?

Spiritualitas adalah sesuatu yang berujung pada rasa/intuisi/insting. Sering kita mengalami rasa senang, rasa haru, dan berbagai rasa yang tidak bisa kita jelaskan kepada orang yang tidak merasakannya. Tulisan ini masih pada tataran logika, karena yang terjadi adalah pertanyaan yang mencoba untuk dijelaskan walapun Anda belum tentu memahami apa yang dijelaskan dalam tulisan ini. Karena setiap orang mengalami proses yang berbeda.

Jika rasa belum tersentuh, dijelaskan segudang pun oleh siapa pun, kita tidak akan paham. Misal, coba Anda jelaskan ke saya, bagaimana rasa pisang? Manis? Oohh manis.. seperti gula? Bukan..

Jika saya belum pernah makan pisang, lalu disebut pisang rasanya manis, maka persepsi saya adalah seperti gula.

Contoh lain, jatuh cinta, itu rasa. Cinta susah dilogikakan, tapi hampir semua orang merasakan.

Meditasi adalah salah satu cara untuk melatih rasa. Tekuni meditasi tanpa penghakiman pada apa dan siapa pun. Kurangi persepsi. Teorinya begitu, tapi implementasinya butuh waktu. Dan kita juga tidak mesti memvonis ini-itu. Bilang saja, “Yang sudah terjadi, terima kasih. Yang akan terjadi, baiklah.” Karena kita tidak bisa mengubah waktu yang telah lewat dan tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi.

Penjelasan logisnya begini, meditasi itu hening, relaks. Kondisi relaks ini akan mengembalikan kondisi tubuh kembali normal seperti awal. Contohnya seperti komputer yang posisi filenya sudah kacau-balau, maka komputer perlu di-defrag.

Tubuh juga begitu. Setiap hari kita berkecamuk dengan logika dan perasaan yang campur aduk. Maka tubuh ini perlu dinormalkan kembali. Itu sebabnya meditasi menyembuhkan.

Kenapa orang perlu olahraga? Ya sama halnya dengan meditasi. Olahraga menyehatkan tubuh fisik, sedangkan meditasi menyehatkan dari dalam.

Sebenarnya rasa tidak perlu dijelaskan panjang lebar. Karena ‘rasa’ ya mesti dirasakan, bukan dijelaskan. It’s very simple theory, but need long time practice..

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *