“Vāṇijova bhayaṃ maggaṃ, appasattho mahaddhano;
visaṃ jīvitukāmova, pāpāni parivajjaye.”“Bagaikan seorang saudagar yang dengan sedikit pengawal
membawa banyak harta menghindari jalan yang berbahaya;
demikian pula orang yang MENCINTAI HIDUPNYA hendaknya
MENGHINDARI RACUN dan HAL-HAL YANG JAHAT.”(Dhammapada IX:123)
Kisah Mahadana
Mahadhana adalah seorang pedagang kaya dari Savatthi. Pada suatu kesempatan, lima ratus perampok telah merencanakan untuk merampoknya, tetapi mereka tidak mempunyai kesempatan untuk merampoknya.
Pada saat lain para perampok itu mendengar bahwa pedagang Mahadhana akan segera bepergian dengan lima ratus kereta penuh dengan barang-barang berharga. Pedagang Mahadhana juga mengajak bhikkhu-bhikkhu yang akan bepergian pada tujuan yang sama untuk pergi bersama dengannya. Dan dia berjanji untuk memperhatikan kebutuhan bhikkhu-bhikkhu selama dalam perjalanan. Lalu ke lima ratus bhikkhu pergi bersama dengannya.
Perampok-perampok memperoleh berita perjalanan mereka dan pergi mendahului di depan untuk menunggu rombongan pedagang. Tetapi pedagang itu berhenti di pinggir hutan tempat perampok-perampok itu sedang menunggu. Rombongan akan melanjutkan perjalanannya setelah bermalam beberapa hari.
Perampok-perampok memperoleh berita keberangkatan mendatang, dan membuat persiapan untuk merampok rombongan tersebut. Pedagang juga mendengar kabar gerakan penjahat-penjahat tersebut dan memutuskan untuk kembali ke rumah.
Penjahat-penjahat sekarang mendengar bahwa pedagang tersebut akan pulang ke rumah, lalu mereka menunggu di jalan yang menuju rumah. Beberapa orang desa mengirim berita kepada pedagang mengenai gerakan para penjahat, dan akhirnya pedagang memutuskan untuk tinggal di desa untuk beberapa waktu.
Ketika pedagang memberitahu keputusannya kepada para bhikkhu, bhikkhu-bhikkhu itu sendiri pulang kembali ke Savatthi. Sesampai di Vihara Jetavana, para bhikkhu menemui Sang Buddha dan memberitahu Beliau perihal tertundanya perjalanan mereka.
Kepada mereka, Sang Buddha berkata: “Para bhikkhu, Mahadhana menghindar dari perjalanan yang dikepung oleh para penjahat. Begitulah seharusnya, seseorang yang tidak ingin mengalami kematian, secara bijak ia menghindari dari racun (bahaya).
_____
Dalam konteks kekinian, para perampok dalam kisah di atas dapat disamakan dengan wabah virus Covid-19 yang menyebar dan mengepung dari segala penjuru dan siap menghadang kita dari manapun jalan yang akan kita lalui. Sedangkan kita ibarat saudagar dengan banyak harta namun memiliki sedikit pengawal.
Kita mungkin saat ini sehat, punya cukup harta tapi kita tidak yakin benar-benar punya daya tahan tubuh (antibodi) yang cukup untuk mengadapi virus itu jika menjangkiti tubuh kita. Maka pilihan paling aman dan bijak adalah dengan tidak menyongsong maut, tunggu saja berdiam di rumah masing-masing.
Seperti pada cerita saudagar itu dan rombongannya memilih tinggal diam di desa, menunggu para perampok lelah, atau hingga sodagar itu dapat bala bantuan. Begitu pula kita tunggu saja di rumah, tunggu hingga virus-virus itu dapat dilemahkan/dimatikan, tunggu ada bala bantuan, obat dan vaksin. Jika saatnya tiba kita bisa melanjutkan perjalanan yang tertunda.
Appamadena Sampadetha!
Berjuanglah dengan sungguh-sungguh!
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara