• Sunday, 24 April 2016
  • Chuang
  • 0

Karena segala sesuatu dipelopori oleh pikiran, dan karena pikiran antara lain berisikan simbol-simbol berupa huruf yang bergabung menjadi kata, kata bergabung menjadi kalimat, dan kalimat bergabung menjadi paragraf dan paragraf berkumpul menjadi sebuah narasi, maka boleh dikata bahwa dunia kita ini adalah sebuah narasi maha besar. Dalam kepala setiap kita ada narasi, dan dalam sehari pernahkah membayangkan berapa banyak narasi yang tercipta di dunia ini? Milyaran? Trilyunan? Tak terhingga?

Melalui gagasan, pemikiran, rencana, niat dan seterusnya yang merupakan bagian dari narasi, kita membentuk dunia ini. Sebuah narasi terdiri dari kata-kata dan kalimat, dan spasi. Tanpa spasi, ruang lowong antara satu paragraf dengan paragraf lainnya, sebuah narasi akan sulit dibaca atau dipahami, juga akan sangat melelahkan. Spasi dalam narasi bagaikan oase di tengah gurun pasir, tarikan napas dan hembusannya yang membawa kelegaan. Dan dalam kehidupan, spasi adalah jeda-jeda yang kita perlukan agar semangat kita tak putus dan energi yang terkuras terpulihkan kembali.

Spasi adalah yang memutus rantai rutinitas barang sejenak supaya kita tak menjadi budaknya dan terjebak lumpur kejenuhan yang mematikan rasa, menumpulkan jiwa, dan mengikis inspirasi.

Saat kita pergi kembali ke alam alami pegunungan, misalnya, atau pergi mengikuti penyunyian di sebuah petapaan terpencil, itu berarti kita sedang membuat sebuah spasi yang memberi ruang lowong barang sejenak untuk meresapi diri, untuk sesaat menepi dari narasi rutinitas keseharian yang penuh kesibukan manusia urban. Atau tatkala subuh hari bangun dari tidur dan membikin secangkir kopi atau teh, lalu duduk di beranda rumah dalam kesendirian menikmati suasana pagi yang sejuk, hening dan segar, itu juga sebuah spasi yang mengisi ulang baterai jiwa agar dapat bertahan seharian dalam pergulatan hidup.

Seperti halnya spasi-spasi dalam sebuah naskah mampu membantu kita mendapatkan pemahaman tentang karya itu dengan lebih baik, jeda-jeda dalam keheningan meditatif atau perenungan juga membuat kita mampu melihat gambaran besar kehidupan dan mendapatkan wawasan akan apa yang sesungguhnya kita cari dalam hidup ini. Itulah mengapa, setelah melakukan jeda untuk membuat spasi, kita merasakan kesegaran dan kelegaan, juga vitalitas. Dan jeda ini, spasi ini, tidak hanya penting bagi manusia, melainkan setiap organisme memerlukannya. Bumi kita pun organisme, sebuah organisme raksasa.

Bumi ini “hidup” dan menghidupi kita terus menerus. Jika tak ada jeda yang kita berikan padanya, maka energi bumi akan cepat sekali terkuras dan ia tak lagi akan mampu menghidupi seluruh penghuninya. Kearifan ini, bahwa bumi dan semesta memerlukan jeda, sudah lama disadari oleh nenek moyang kita. Di Bali, misalnya, dikenal hari raya Nyepi, sebuah hari di mana seluruh aktivitas keseharian di ruang publik maupun privat diminta untuk berhenti sejenak, untuk menyepi. Jalanan tak lagi boleh dilalu-lalangi oleh kendaraan apa pun, toko-toko dan semua aktivitas perekonomian berhenti termasuk juga bandara dan pelabuhan tak boleh disinggahi oleh pesawat atau kapal apa pun, dan di malam hari lampu jalanan serta lampu-lampu di rumah-rumah diminta untuk dipadamkan. Semua itu dilakukan selama seharian dari pagi hari hingga pagi berikutnya. Tujuannya: memberi jeda bagi bumi dan penghuninya, agar orang-orang berdiam di rumah dan merenung untuk merenungi kedalaman diri sendiri.

Ketika kita berjeda, kita memberikan waktu bagi diri kita sendiri untuk mengenali dirinya dengan lebih baik. Karena dalam kesibukan dan persaingan hidup modern, waktu adalah hantu yang selalu mengejar-ngejar kita, yang memaksa kita berlari, melompat, merangkak dan merayap untuk mencapai yang kita sebut target sukses. Dan itu sangatlah melelahkan secara fisik, apalagi psikis. Maka tak heran, macam-macam penyakit mudah menjangkiti orang-orang yang selalu merasa dikejar-kejar waktu, yang bahkan tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri, untuk merenungi hidup dan kehidupan dan menikmati secangkir teh sambil melihat matahari terbenam.

Spasi adalah lorong pelepasan yang kita berikan bagi diri kita agar tetap waras, agar mampu menikmati hidup dengan lebih lega. Tanpa spasi, tanpa jeda, kita membuat hidup yang sejak mula sudah berat menjadi tambah berat lagi.

Chuang 20 Maret 2016

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *