• Wednesday, 21 September 2016
  • Billy Setiadi
  • 0

Rapimnas atau Rapat Pimpinan Nasional merupakan agenda rutin dua tahunan yang dilakukan dalam satu periode kepemimpinan pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI). Rapimnas diikuti oleh ketua umum dan sekjen serta seluruh cabang Hikmahbudhi. Rapimnas biasanya dilakukan sebelum menuju kongres atau pergantian kepemimpinan pada kepengurusan pusat Hikmahbudhi.

Dengan mengusung tema “Konsolidasi Nasional Meneguhkan Ideologi Hikmahbudhi”, Rapimnas XI Hikmahbudhi kali ini digelar pada tanggal 10-12 September 2016 berlokasi di Camp David Resort, Puncak, Bogor. Agenda nasional Hikmahbudhi ini diikuti oleh 26 orang dari seluruh cabang Hikmahbudhi.

Dalam waktu yang singkat, para mahasiswa Buddhis ini berkonsolidasi dan berdiskusi, saling jajak pendapat dan bertukar pikiran. Banyak hal yang dibahas dalam Rapimnas kali ini mulai dari masalah nasional sampai masalah internal komunitas. Mungkin kegiatan seperti ini jarang ditemui pada kalangan pemuda Buddhis.

Ada tiga tema besar yang diangkat dan dibagi ke dalam tiga komisi, antara lain membahas ulang AD/ART Hikmahbudhi, kaderisasi, dan evaluasi terhadap komunitas Buddhis. Evaluasi dan rekomendasi menjadi pembahasan yang paling panjang, karena secara keseluruhan posisi komunitas Buddhis masih sangat lemah dan masih banyak PR di sana-sini yang harus dikerjakan. Banyak kritik yang harus menjadi refleksi untuk komunitas Buddhis di Indonesia.

Contohnya dalam dua organisasi Buddhis terbesar semakin hari semakin mengalami kemunduran. Macetnya regenerasi dan stagnan dalam kinerja harus segera diselesaikan untuk membangun kembali pondasi yang kokoh. Jika tidak segera diselesaikan akan membuat macetnya pertumbuhan komunitas Buddhis di kancah nasional.

Persoalan korupsi yang menimpa Direktorat Jenderal Bimas Buddha Kemenag RI pada pertengahan tahun 2016 juga menyita perhatian. Kasus ini membuktikan bahwa Ditjen Bimas Buddha belum bisa menjadi badan yang transparan dan akuntabel. Hikmahbudhi memberikan rekomendasi agar posisi Dirjen dilelang untuk umum, agar ada harapan bahwa Ditjen Bimas Buddha bisa lebih berintegritas, berkompeten, transparan, dan akuntabel.

Dalam evaluasi ini juga membahas kejadian Wonosobo dan Tanjung Balai. Kejadian ini seharusnya menjadi refleksi agar komunitas Buddhis mempunyai lembaga advokasi. Lembaga advokasi bersama, atas kebutuhan bersama, diperjuangkan bersama, dan untuk kepentingan umat Buddha secara bersama. Dengan adanya lembaga advokasi Buddhis maka akan terciptanya harapan besar agar umat mendapatkan bantuan hukum secara layak, memadai, dan mudah diakses.

Dengan adanya konsolidasi bersama seperti ini maka diharapkan mahasiswa Buddhis mampu menjadi ‘agent of change’ untuk komunitas Buddhis dan bangsa secara umum. Mengasah sisi kritis dan berdinamika untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru sesuai Dharma yang penuh kebijaksanaan dan welas asih. Kesamaan gerak dan koordinasi harus dipupuk sedini mungkin untuk memperbaiki kondisi komunitas Buddhis yang sangat lemah. Mengutip perkataan sastrawan terkenal Pramoedya Ananta Toer, “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *