Pada hari Jumat, 26 Maret 2021 pukul 13.00- 15.00, Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA) Cabang Blitar, membuat acara kegiatan Webinar dengan membawa topik “Peran Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA) Blitar Terhadap Aktualisasi Pancasila di Bumi Bung Karno”. Acara ini didukung oleh Lembaga Kusinara Institute dan IBU (Indonesian Buddhist Unity).
Ketua pelaksana Candra Aditiya Nugraha melaporkan, webinar ini diikuti ratusan kader PATRIA Blitar, dan disiarkan melalui sambungan virtual Zoom dan Live Instagram. Webinar ini menghadirkan 1 keynote speaker dan 3 narasumber.
Keynote speaker adalah Hj.Rini Syarifah selaku Bupati Blitar yang diwakili oleh Suhendro Winarso, S.STP, M.Si selaku Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Blitar. Dan untuk narasumber adalah Bambang Patijaya, S.E., M.M selaku anggota DPR RI Komisi VII Fraksi Golkar Dapil Bangka Blitung, Irene Camelyn Sinaga, AP., M.Pd selaku Direktur Pembudayaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila RI, serta Anes Dwi Prasetya selaku Koordinator Indonesian Buddhist Unity.
Ketua DPC PATRIA Blitar Felik Agus Sucipto memaparkan Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA) merupakan organisasi kepemudaan yang berlandaskan pada ajaran agama Buddha Dhamma. “Sebagai pemuda di sini kita membicarakan tentang Pancasila tidak harus menunggu kapan lahir Pancasila, kapan kesaktian Pancasila terjadi,” katanya.
“Yang jelas Pancasila itu sendiri lahir dan sakti di dalam diri kita sendiri. Pemuda sebagai agen perubahan dan pembaharuan khususnya pemuda buddhis harus ikut andil dalam mempertahankan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dengan mengimplementasikan dalam sendi pergerakan organisasi PATRIA,” sambungnya.
Suhendro Winarso yang membacakan keynote speech Bupati Blitar Rini Syarifah menyampaikan Pancasila adalah pesan-pesan spiritual yang mempunyai nilai hakekat yang bisa diterima oleh seluruh alam dan seluruh manusia.
“Maka dari itu sebenarnya ketika tema webinar pada hari ini, menurut saya berbicara tentang Pancasila kita tidak harus belajar melalui buku, pasal-pasal tertulis yang sudah ada atau melalui doktrin tetapi kita bisa menemukan di dalam diri kita,” kata dia.
“Yang saya ketahui dan yakin sebenarnya kita mengerti tentang diri kita, keheningan, jalan cinta maka otomatis kita sudah akan Pancasilais. Kita akan mengerti bagaimana hidup berdampingan dengan alam, berperilaku yang bermanfaat bagi alam dan manusia serta seluruh keberadaan,” imbuhnya.
Narasumber pertama Bapak Bambang Patijaya selaku anggota DPR RI Komisi VII Fraksi Golkar Dapil Bangka Belitung memaparkan tentang 4 Pilar / 4 Konsesus Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, UUD Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara, NKRI Sebagai Bentuk Negara dan Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Semboyan Negara. Ia menjelaskan bahwasanya Indonesia adalah salah satu keajaiban politik dunia, karena merupakan satu negara yang begitu kompleks dan padat.
“Banyaknya masyarakat, suku, bahasa, luas daratan dan wilayah lautan serta keberagaman lainnya. Kita dari Sabang sampai Merauke dari Mianga sampai Pulau Rote terdapat 1340 suku, 740 bahasa dan terdiri dari 17.508 pulau. Kemudian luas daratan Indonesia terluas nomor 14 di dunia dan jika luas daratan dan lautan digabungkan terluas nomor 7 di dunia,” katanya.
Irene Camelyn Sinaga selaku Direktur Pembudayaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia juga menyampaikan kewajiban PATRIA sebagai pemuda untuk mencintai bangsa Indonesia. Suku Jawa yang memiliki jumlah 56,10% menurutnya harus bisa menjadi kekuatan bangsa.
“Jadikan kekuatan populasi kita menjadi kekuatan bermakna,” katanya.
Aktualisasi Pancasila di Blitar menurutnya tidak perlu di persulit. Ia mampu meminta PATRIA mencintai Pancasila, karena mencintai adalah kata hati kaum pemuda. “Mulailah hal-hal kecil dari keluarga atau kampung sendiri untuk mengaktualisasikan Pancasila,” imbaunya.
Sementara Anes Dwi Prasetya menyampaikan di Blitar ada tokoh yang sangat luar biasa menerapkan Pancasila yaitu Ki Padmohandewo. Aktualisasi Pancasila menurutnya sudah banyak diajarkan leluhur Blitar.
“Dan ketika membicarakan NKRI, ini patokannya hanya Pancasila. Ketika Pancasila sudah dirubah NKRI akan bubar,” katanya.
Ia menambahkan, di agama Buddha juga dikenal Pancasila Buddhis yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat asusila, tidak berbohong, dan tidak minum-minuman keras. Hal ini menurutnya juga sangat relevan dengan Pancasila dasar negara Indonesia.
“Kenapa bisa saja relevan atau Pancasila Negara digali dari Pancasila Buddhis karena pada saat itu kerajaan sriwijaya menguasai selama 17 abad. Hal tersebut bukan waktu yang singkat dan luar biasa sehingga sangat mungkin mempengaruhi budaya dan pola pikir masyarakat pada saat itu. Ketika kita membicarakan Pancasila khususnya orang-orang muda dan PATRIA Blitar sudah bisa dibilang bukan lagi membicarakan tapi mempraktikkan,” ujar dia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara