Pernahkah membayangkan, berapa banyak usaha, dana, waktu dan energi yang kita curahkan ketika kita “berlomba-lomba” membangun wihara-wihara mewah atau mendirikan patung-patung Buddha megah yang bersaing saling mengungguli satu dengan lainnya?
Pernahkah kita merenungkan, andaikata seluruh usaha, waktu dan energi yang kita gunakan untuk membangun wihara-wihara mewah atau patung-patung Buddha megah “pencakar langit” itu kita curahkan juga sepenuhnya untuk mengasihi Sang Guru sesuai cara yang Beliau anjurkan dan harapkan, akan seperti apa jadinya kualitas pencapaian spiritual para Buddhis kini?
Tentu saja saya tidak mengatakan membangun wihara atau patung Buddha tidaklah penting, tetapi kita harus melakukannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kita, juga dengan memakai skala prioritas karena tidak sedikit wihara yang dibangun justru umatnya sangat sedikit, tidak sebanding dengan kemegahan bangunannya.
Tetapi jika semangat dan energi besar yang sama itu dipakai untuk mempraktikkan ajaran Sang Guru dengan sungguh-sungguh, saya yakin pasti akan dahsyat sekali hasilnya. Dunia akan bertaburan dengan para suciwan/suciwati yang memancarkan kebahagiaan dan berbagi kebijaksanaan ke seluruh penjuru.
Ketika waktunya semakin dekat untuk meninggalkan kehidupanNya yang terakhir ini, Sang Guru meminta disiapkan sebuah pembaringan di antara dua pohon Sala kembar di Kusinara, kota kecil yang dipilihNya untuk perjalanan terakhir ini.
Di luar musimnya, pohon-pohon itu serentak memekarkan bunga yang menyirami tubuh Sang Guru yang berbaring di bawahnya. Di udara terdengar suara musik surgawi, dan serbuk harum dari surga menyebar bersama angin.
Menyaksikan peristiwa itu, Sang Guru berkata bahwa bukan seperti itu cara menghormat Tathagata. Bukan puja dan pujian, juga bukan kemegahan dan kebesaran seperti itu yang pantas dipersembahkan kepada Sang Guru sebagai bentuk penghormatan tertinggi. Melainkan, bila setiap siswa awam maupun monastik dengan giat dan bersemangat mengikuti setiap petunjuk yang telah dibabarkan Sang Guru, meraih tujuan yang seharusnya diraih, menyelesaikan hal yang seharusnya diselesaikan, itulah penghormatan tertinggi bagi Sang Guru.
Kita lihat, dari sebuah fragmen dalam perjalanan hidupNya itu, Sang Guru telah menegaskan pada kita bagaimana kita seharusnya menghormatiNya.
Bagi Sang Guru, pemujaan luar tidak sepenting daya upaya yang sungguh-sungguh dan pantang menyerah untuk menggapai Pantai Seberang, kebebasan sejati yang telah Beliau tunjukkan jalannya kepada kita. Sang Guru mampu menemukan Sang Jalan dan tercerahkan sempurna berkat perjuangan yang amat sangat lama nan tak terperikan beratnya, jadi sudah sewajarnya kita menghargai jerih payahNya dengan berusaha sebaik-baik mampu kita menapaki Sang Jalan sehingga pada akhirnya kita tiba pada tujuan yang sama dengan yang telah Beliau raih. Dan itulah bakti terbesar kita pada Guru kita, rasa terima kasih yang paling pantas atas jasa-jasaNya kepada kita, cara terbaik untuk menunjukkan rasa kasih kita kepada Beliau.
Sang Guru tak menuntut kita membangun patung diriNya yang megah menjulang tinggi. Alih-alih, Beliau ingin kita bersikap rendah hati, sederhana dan ramah pada setiap makhluk.
Sang Guru tak memerlukan wihara mewah berlapis emas bertahta permata nan kemilau, yang puncak-puncak stupanya menjulang tinggi ke langit. Karena kemewahan seperti itulah yang Beliau tinggalkan demi kebebasan sejati yang tak ternilai. Alih-alih, Beliau ingin kita membangun wihara dalam diri kita, sebuah pernaungan sejati yang tak tergoyahkan, yang pondasinya adalah moralitas; tiang penyangganya adalah samadhi; puncak-puncaknya ialah kebijaksanaan,
Sang Guru ingin kita semua, para makhluk hidup, bahagia. Bebas dari rasa sakit dan mara bahaya, bebas dari penderitaan batin, bebas dari penderitaan jasmani, dan dapat menjalankan kehidupan kita dengan bahagia. Dengan kata lain, atas dasar welas asihNya, Beliau ingin kita meraih Kebahagiaan Tanpa Tapi seperti yang telah Beliau dan para murid suciNya raih. Karena peraihan Kebahagiaan Tanpa Tapi itulah satu-satunya solusi mutlak bagi penderitaan kita. Dan ketika kita bertekad menapaki Sang Jalan, saat pada akhirnya kita meraih tujuan sejati, itulah ungkapan kasih kita yang paling pantas atas segala-galanya yang telah Beliau berikan.
Chuang 200516
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara