Pengertian reinkarnasi berbeda dengan apa yang dalam bahasa Inggris disebut rebirth, yang dalam bahasa Indonesia biasanya akan diterjemahkan sebagai lahir-ulang atau tumimbal lahir. Karena reinkarnasi berlandaskan pada ajaran Hindu dan lahir-ulang atau rebirth berasal dari ajaran Buddha, ada perbedaan mendasar dari kedua ajaran tersebut, mengenai atta (diri sejati, entitas mutlak dalam diri setiap makhluk): Hindu meyakini adanya atta, Buddha menolaknya melalui ajaran Anatta (tidak ada inti diri).
Apa hubungannya antara tumimbal lahir dengan Ibu Bumi?
Dalam pelbagai bentuk pendidikan tentang pentingnya melestarikan alam, kita sering menemukan ungkapan-ungkapan yang menggugah seperti, “Mari kita lestarikan Bumi demi anak-cucu kita”, atau “Bumi ini bukanlah milik kita, tetapi pinjaman dari anak-cucu kita.”
Ungkapan-ungkapan itu benar adanya. Masalahnya, suka atau tidak, makhluk hidup umumnya dan manusia khususnya sesungguhnya makhluk-makhluk yang terutama sekali dimotivasi oleh dorongan egosentris. Semangat altruistik adalah sesuatu yang langka di kalangan kita, jika tak bisa dikatakan tak ada sama sekali. Hal ini misalnya, pernah dibahas dalam sebuah buku tentang gen-gen egois atau selfish gen yang memaparkan kepada kita bahwa, bahkan di tingkat gen pun kecenderungan untuk bersikap egois, egosentris, itu sudah ada dan tampaknya di sisi lain adalah bagian dari mekanisme seleksi alam.
Jadi, ketika makhluk egois seperti kita mendengar ajakan “Mari lestarikan Bumi demi anak-cucu kita”, mari bersikap jujur: apa yang langsung seketika muncul dalam batin kita?”
Pikiran
Barangkali tidak banyak yang menyadarinya karena kecepatan gerak pikiran yang luar biasa, tetapi saya yakin yang muncul adalah suatu rasa “emangnya gue pikirin” dalam pelbagai derajat. Itu karena kecenderungan egoistik kita menciptakan jurang antara kita dengan anak dan cucu yang akan mewarisi Ibu Bumi dari kita: kita menganggap mereka (anak dan cucu itu) adalah yang lain, liyan, yang bukan AKU, dan karenanya buat apa ku pedulikan?
Tetapi sebagaimana alam memanfaatkan gen-gen egois dalam putarannya, kita pun bisa memanfaatkan kecenderungan ini untuk menggugah kesadaran kita akan pentingnya mencintai Ibu Bumi. Hanya saja, cara ini barangkali hanya berhasil bagi mereka yang meyakini adanya kelahiran ulang setelah kehidupan yang sekarang ini: dengan memandang pelestarian lingkungan dari sudut pandang kelahiran ulang, membuat kita menyadari bahwa, apa yang kita anggap sebagai anak-cucu yang kelak mewarisi bumi bisa jadi bukan lain daripada KITA sendirilah. Karena dalam ajaran tentang kelahiran ulang menurut agama Buddha, disebutkan bahwa setiap makhluk hidup akan terus lahir-mati berulang-ulang di pelbagai alam kehidupan di antara 31 alam—yakni, singkatnya: alam manusia, alam neraka dengan pelbagai tingkat, alam surga dengan pelbagai tingkat, alam binatang, dan alam para hantu dan siluman dengan pelbagai tingkatannya juga—sepanjang belum mencapai pencerahan tertinggi.
Dengan begitu, memandang dari sudut ini berarti bahwa, ketika saat ini kita bersikap kasar kepada Ibu Bumi dan menyebabkan kesengsaraan yang hebat padanya, dan lalu kita meninggal dalam kehidupan ini, ada kemungkinan setelahnya kita terlahir ulang kembali di Bumi ini dan mendapatkan Ibu Bumi yang sengsara. Apa akibatnya bagi kita jika Ibu Bumi sengsara?
Kita sesungguhnya tak pernah pergi jauh-jauh dari lingkaran keluarga kita sendiri. Di Bali yang mayoritas Hindu sudah lama dikenal suatu kepercayaan bahwa para bayi yang lahir di setiap keluarga bukanlah “orang asing” bagi keluarga itu. Mereka bisa jadi adalah kakek atau nenek dari pihak ayah atau ibu yang telah meninggal, atau leluhur yang lebih jauh yang numitis (lahir kembali) ke dunia ini. Kepercayaan ini mungkin akan terasa menggelikan bagi sebagian yang skeptis, tetapi ada suatu tanda-tanda bahwa apa yang diyakini masyarakat Hindu Bali bukanlah suatu omong kosong. Pelbagai temuan di belahan dunia lain memiliki kesamaan kepercayaan dengan orang-orang Hindu Bali, dan bukti-bukti ilmiah penguatnya barangkali kini sedang dalam proses ditemukan.
Karenanya, dengan mempertimbangkan hal-hal itu, bahwa kita bisa jadi akan terlahir ulang kembali di bumi ini kelak sebagai anak-cucu KITA sendiri, semoga bisa membuat kita makin menyadari pentingnya mencintai Ibu Bumi. Sebab aksi cinta ini, pelestarian ini, bukanlah demi siapa-siapa, tetapi sesungguhnya DEMI KITA sendiri!
Hidup EGOIS!
Chuang 141113
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara