• Friday, 6 December 2019
  • Sabar Sukarno
  • 0

Kamis, 28 November 2019 Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya Tangerang berkesempatan baik dapat menghadirkan sejumlah besar cendekiawan Buddhis untuk berperan serta dalam konferensi internasional berjudul “1st International Conference on Buddhist Ethics, Education, and Applied Buddhis (ICEAB-2019)”. Konferensi diselenggarakan di kampus STABN Sriwijaya, Jl. Edutown BSD City Tangerang, Banten selama tiga hari yaitu dari tanggal 28 – 30 November 2019.

Tema yang diusung dalam konferensi ini yaitu “Cultivating Buddhist Ethics, Education, and Praxis in Disruption Era.” Tema ini kemudian dijabarkan dalam empat sub tema yaitu “Buddhist Education and The Current Contexts”, “The Role of Buddhist Ethics in Disruptive Era”, “Connecting Buddhist Values to Millenials”, dan “Buddhist and The Religious Harmony”. Para pembicara menyampaikan berbagai makalah sesuai dengan tema-tema tersebut.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI Caliadi, SH, MH membuka konferensi didampingi oleh Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Drs. Supriyadi, M.Pd., Ketua STABN Sriwijaya Dr. Sapardi, S.Ag., M.Hum., dan Ketua Panitia Konferensi Dr. Edi Ramawijaya Putra, M.Pd., serta Bhikkhu Ditthi Sampanno.

Dalam sambutannya Dirjen menyampaikan bahwa tema yang diangkat dalam konferensi ini sangat relevan di saat bangsa Indonesia memasuki era modernisasi yang diperkuat oleh era disrupsi dan revolusi industri 4,0 yang selain memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif. Melalui konferensi ini diharapkan dapat dirumuskan formula dalam upaya membangun kedamaian dan keharmonisan dengan mengaktualisasikan etika, pendidikan, praktik, dan doktrin Buddha sebagai pedoman hidup.

Konferensi ini menghadirkan Prof. G.T. Maurits Kwee, Ph.D. dari Amerika Serikat sebagai Keynote Speaker. Maurits adalah pakar psikologi klinis yang menggabungkan pendekatan Buddhisme dengan aplikasi psikoterapi modern. Beraktifitas sebagai pengajar pada Taos Institute di Amerika dan Tilburg University di Belanda. Untuk menyebarkan ilmunya ia mendirikan Relational Buddhism dan Karma Transformation. Telah menulis berbagai macam jurnal dan book-chapter dalam bahasa Inggris dan Belanda. Berbagai macam workshop dan pelatihan telah diberikan untuk semua profesi dan kalangan di berbagai negara-negara di dunia.

Pada kesempatan ini Maurits menyampaikan makalah berjudul “On The Cutting Edge of Buddhist Education to Awaken” pada hari pertama dan melakukan diskusi interaktif dengan topik “Buddhist as Psychology and Psychotherapy” pada hari kedua.

Pembicara penting lain yaitu Charles Dorman O’Gowan (Jerman), Ambassador Representative dari perwakilan kantor ICRC (International Committee of Red Cross – Palang Merah Internasional) untuk wilayah Indonesia dan Timor Leste yang menyampaikan makalah berjudul “On The Cutting Edge of IHL (International Humanitarian Law) and Applied Buddhism Principles”

Para pembicara yang dihadirkan berasal dari dalam dan luar negeri, terdiri dari akademisi, peneliti, dan bhiksu. Dari Indonesia berjumlah 27 orang, sebagian besar merupakan dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Buddha di Indonesa. Dari kampus lain yaitu dosen Universitas Kwik Kian Gie Jakarta. Dari luar agama Buddha terdapat pembicara dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Politeknik Negeri Jakarta, dan Bahai Community Indonesia. Dari institusi lain yaitu United Nations Development Programme (UNDP). Sementara pembicara dari luar negeri berjumlah 8 orang berasal dari Amerika, Jerman, Malaysia, Taiwan, Srilanka, Myanmar, dan India.

Konferensi dihadiri oleh sekitar 300 peserta terdiri dari dosen, pegawai, dan mahasiswa STABN Sriwijaya, dosen dari beberapa PTKB dan umat Buddha. PTKB yang mengirimkan utusan baik sebagai pembicara maupun peserta yaitu STAB Dharma Widya Tangerang, STAB Samantabadra, STAB Nalanda, STAB Maha Prajna dari Jakarta, STAB Syailendra Semarang, STAB Negeri Raden Wijaya Wonogiri, STAB Kertarajasa Malang, STIAB Smaratungga Boyolali, dan STAB Jinarakkhita Lampung.

Dalam makalahnya, Maurits menyampaikan penjelasan mengenai membangkitkan kesadaran. Di era saat ini, membangkitkan kesadaran Buddhis berusaha untuk mengembangkan  Bodhicitta dalam diri pribadi, membebaskan pikiran dari pengaruh infromasi tidak benar di media, mempraktikkan nilai-nilai moral Buddhis berdasarkan etika sesuai Pancasila, dan menyelamatkan manusia dari gangguan kejahatan dengan berdasarkan ajaran Buddhis.

Meditasi adalah faktor terpenting dalam membangkitkan kesadaran. Tetapi ketika melalui meditasi tidak mampu mengatasi masalah, diperlukan metode konseling melalui dialog seperti yang Buddha lakukan kepada Angulimala, Kisagotami dan lain-lain. Klinis Buddhis dilakukan dengan pendekatan bertahap, melalui terapi dialogis, percakapan yang menggunakan metafora, analogi, perumpamaan. Metode percakapan oleh konselor dengan dialog yang mencerahkan kepada klien secara hangat dan empatik. Sebagai sebuah mediasi, penyelesaian ada di tangan klien sendiri dengan menciptakan pembicaraan tentang penyembuhan emosi.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *