• Monday, 23 April 2018
  • Sukodoyo
  • 0

Minggu, 22 April 2018 di Vihara Tanah Putih Semarang, Jawa Tengah, Bhikkhu Sri Pannyavaro pada puja bakti sore menjelaskan tentang makna pelimpahan jasa pada para leluhur yang dilakukan oleh sanak keluarga. Pelimpahan jasa dalam tradisi Buddhis dilakukan tidak hanya pada hari ketujuh, peringatan 40 hari, 1000 hari atau pada saat ceng beng saja, tetapi dilakukan setiap saat dengan mengatasnamakan para leluhur.

Upacara pelimpahan jasa atau dikenal dengan patidāna disebut juga puňňadāna. Patti atau puňňa artinya kebajikan. Patidāna atau puňňadāna bisa diterjemahkan sebagai mempersembahkan kebajikan. Persembahan kebajikan dilakukan pada para leluhur baik mendiang ibu dan ayah, nenek, kakek, dan para saudara yang telah meninggal baik di kehidupan sekarang atau kehidupan sebelumnya.

Melimpahkan jasa pada para leluhur merupakan kewajiban para anak atau saudara yang masih hidup. Secara fisik kita telah terpisah dengan para leluhur, orangtua atau mendiang saudara kita, tetapi secara mental belum terpisah. Buddha dalam Sigālovada Sutta, Digha Nikāya menjelaskan kewajiban hidup bermasyarakat kepada pemuda Sigāla. Salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh anak kepada orangtua yang telah meninggal adalah melakukan kebajikan dan mempersembahkan kebajikan tersebut.

Melakukan kebajikan dengan dāna atau memberikan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan. Dāna dilakukan sesuai dengan kemampuan dan tidak harus berupa materi tetapi bisa dengan memaafkan, melepas satwa ke alam bebas, berdonor darah, atau memberikan pendidikan, nasihat kebenaran, dan memberikan pelatihan keterampilan kepada yang membutuhkan.

Kebajikan kedua yaitu dengan menjaga perilaku atau melaksanakan sīla. Meneguhkan tekad melaksanakan lima sīla dengan pantang membunuh, pantang mencuri, pantang berbuat asusila, pantang berbohong, dan pantang mengkonsumsi zat yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran. Kebajikan ini satu tingkat lebih dari berdana dan apalagi jika dilakukan dengan sikap aktif mengembangkan cinta kasih dan welas asih kepada setiap makhluk; memiliki penghidupan yang benar; mengendalikan indera dan bersyukur; jujur; dan memiliki kesadaran.

Kebajikan ketiga adalah dengan membersihkan pikiran dan batin melalui meditasi. Membersihkan pikiran dengan senantiasa menyadari dan memahami sebelum berpikir, berbicara, dan berbuat; pada saat berpikir, berbicara, dan berbuat, sehingga menjadi waspada dan batin seimbang. Pikiran yang bersih, bebas dari kegelapan batin tersebut bisa menjaga diri sendiri dan tidak menyulitkan makhluk lain di sekitar, atau berperilaku sadar setiap saat, eling lan waspada, mindfulness. Melalui meditasi dapat melenyapkan keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.

Baca juga: Sadranan Upacara Ratusan Tahun yang Ada di Jawa

Kebajikan yang dilakukan tersebut dipersembahkan kepada para leluhur atau mendiang orangtua kita dengan ungkapan, ’Idaṁ vo ňātinaṁ hotu, sukhitā hontu ňātayo’. Idaṁ artinya ini. Idaṁ vo ňātinaṁ hotu artinya ini untuk keluargaku, dan sukhitā hontu ňātayo artinya semoga keluargaku berbahagia. Kebajikan yang telah kita lakukan, dan dengan mempersembahkan kebajikan, semoga mendiang keluargaku tersebut berbahagia. Melalui kebajikan yang dilakukan dan diketahui oleh keluarga yang sudah meninggal yang mungkin terlahir di alam kurang menguntungkan, dan dengan mengetahui kebajikan tersebut mereka merasa senang melihat keluarganya berbuat kebajikan atau melimpahkan jasa-jasa kebajikan.

Hal lain yang harus kita sadari pada peringatan pelimpahan jasa bahwa kita sebagai manusia tidak dapat terlepas dari tiga hal, yaitu usia tua, sakit, dan kematian. Pada saatnya nanti rambut akan beruban, tenaga akan berkurang, kulit akan keriput; dan penyakit bisa terjadi kapan pun, demikian juga dengan kematian akan dialami oleh setiap manusia dan tidak bisa menolaknya. Kita bisa menyadari, tidak melekati, dan mengisi kehidupan ini dengan perbuatan baik diri kita secara aktif dengan sadar setiap saat, sehingga siap mengalami segala perubahan apa pun. Demikian semoga kebajikan membantu siapa pun yang membutuhkan, menjaga perilaku, dan hidup berkesadaran senantiasa kita lakukan karena kita tidak tahu kapan kita mengalami kematian sebagai konsekuensi ketidakkekalan dalam hidup. Semoga kebajikan-kebajikan ini diterima oleh keluarga kita yang telah meninggal. Semoga mereka berbahagia.

Sukodoyo

Pengajar pada Program Studi Pendidikan Guru Agama Buddha di STAB Syailendra, Semarang

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *