Umat Buddha Indonesia akan segera menyambut datangnya hari Tri Suci Waisak 2561/2017 yang jatuh pada tanggal 11 Mei 2017. Seperti biasanya, peringatan ini diadakan untuk mengenang kembali tiga peristiwa besar dalam perjalanan ajaran Buddha, yakni: lahirnya Bodhisatta (calon Buddha) Pangeran Siddhartha di Taman Lumbini, pencapaian Pencerahan Sempurna sebagai Buddha di Bodhgaya, dan Kemangkatan Buddha di Kusinara.
Secara umum, semua buddhis pasti pernah sekali dua mendengar atau membaca tentang tiga peristiwa itu. Tetapi dalam setiap pembicaraan tentang Waisak ada yang cukup luput diperhatikan: dalam tiga peristiwa agung itu, ada satu benang merah yang menyatukannya dan yang hari-hari belakangan ini makna keberadaannya menjadi semakin kita sadari pentingnya. Itu adalah pohon.
Kita kenang kembali tatkala Bodhisatta Siddhartha lahir ke dunia dari rahim Ibunda-Nya, Ratu Mahamaya. Saat itu ratu melahirkan dalam posisi berdiri dengan berpegang pada dahan pohon Sala di Taman Lumbini. Itu berarti pangeran kecil terlahir ke dunia di bawah naungan sebatang pohon. Lalu, saat Beliau menyadari usia tua, penyakit dan kematian sebagai penderitaan yang harus kita alami di dunia ini, Beliau memutuskan untuk mencari obat bagi penderitaan itu. Maka, suatu malam purnama di bawah pohon Bodhi di Bodhgaya, Buddha pun lahir, bunga kemanusiaan yang mekar dan harumnya masih dapat kita nikmati hingga saat ini. Setelah 45 tahun mengembara di hutan-hutan, kota-kota, desa-desa di Jambudwipa (India), Buddha mangkat di sebuah kota kecil bernama Kusinara. Sekali lagi seperti yang sudah-sudah, Beliau pergi dengan naungan pohon: pohon Sala kembar.
Pelajaran
Apa yang dapat kita simak dari riwayat hidup Buddha yang tergambar dalam tiga peristiwa besar yang kini diperingati sebagai Hari Tri Suci Waisak itu? Tampak jelas bahwa dalam keseluruhan hidup-Nya, Buddha berada begitu dekat dengan alam, demikian akrab dengan dunia pepohonan. Bahkan untuk lebih meyakinkan lagi, ada satu peristiwa yang juga penting dalam kehidupan Buddha yang menunjukkan hubungan Beliau dengan dunia pepohonan. Ketika para petapa sesat di masa-Nya menantang Beliau untuk membuktikan diri-Nya melalui kekuatan batin, Buddha membuka serangkaian keajaiban yang hanya mampu dilakukan oleh seorang Buddha dengan pertama-tama membuat kejaiban Pohon Mangga Kandamba. Demikanlah kedekatan itu. Kita temukan pula sebagai hasilnya, penghormatan dan pelestarian terhadap pepohonan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam ajaran Buddha. Pepohonan hidup sebagai perumpamaan dalam banyak sutta, dilindungi, dihormati dan dilestarikan dalam aturan winaya (aturan monastik buddhis).
Kedekatan Buddha dengan pepohonan sepanjang hidup-Nya dan penghormatan yang diberikan terhadap keberadaan pepohonan menunjukkan bahwa dalam ajaran Buddha penghormatan terhadap alam adalah bagian intergal dari kebajikan yang utama. Sebab dalam ajaran Buddha, alam dan seisinya dianggap sebagai Dharmadhatu, yakni suatu kesatuan mutlak (totalitas) di mana suatu peristiwa yang terjadi di jagat raya ini akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap komponen lainnya. Inilah yang disebut dengan konsep kesaling-tergantungan atau interdependensi segala sesuatu di alam semesta.
Alam semesta adalah bagian dari diri kita, dan kita adalah bagian dari alam semesta. Makrokosmos adalah bagian dari mikrokosmos, demikian juga sebaliknya. Maka, merusak lingkungan berarti akan memberi efek negatif secara langsung maupun tidak langsung kepada diri kita sendiri dan lainnya. Menghancurkan alam pada gilirannya adalah sama saja dengan menghancurkan kehidupan kita sendiri.
Tampaknya dengan merasakan sendiri dampak dari pemanasan global kini, itulah yang selama ini kita lakukan: kita sedang menghancurkan kehidupan kita sendiri dengan menghancurkan alam. Rasanya tak ada satu makhluk hidup pun yang begitu bodohnya menghancurkan rumahnya sendiri, kecuali kita, homo sapien ini. Hutan belantara habitat pepohonan yang sangat berguna sebagai paru-paru dunia, “mesin” pengisap gas-gas beracun yang menghasilkan oksigen segar bagi kita, terus tergerus oleh laju keserakahan dan kebodohan kita. Sebagai akibatnya, kita menuai banyak bencana, iklim yang semakin tak bersahabat dan kekerasan yang meningkat untuk memperebutkan sumber daya alam yang semakin menipis.
Ajaran Buddha
Lalu apa yang ditawarkan ajaran Buddha untuk mengatasi persoalan ini? Selain keteladan pribadi yang telah ditunjukkan Buddha dengan penghormatan-Nya kepada alam dengan menghormati dan melestarikan pepohonan, ajaran Buddha mengajarkan tentang tiga akar kejahatan: keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan atau kegelapan batin. Menurut ajaran Buddha, selama manusia masih dicengkeram oleh tiga akar kejahatan ini, selama itu mental kita masih terus terpolusi. Dan bila mental kita terpolusi, maka cara kita memandang dunia pun terpolusi juga. Akibatnya, dengan cara pandang seperti itu, kita memperlakukan alam dengan semena-mena, dengan penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan. Polusi mental menyebabkan polusi alam.
Semua masalah lingkungan hidup yang kita alami kini berawal di sini, persis di dalam hati kita yang terpolusi. Dan solusinya pun tidak terletak jauh-jauh, tetapi juga persis di sini, dalam hati yang termurnikan. Dunia dituntun oleh pikiran. Lingkungan hidup yang kita tempati merupakan cerminan dari keadaan pikiran kita. Bila dalam suatu masyarakat yang dominan adalah pikiran yang indah, yang murni, bebas dari tiga akar kejahatan itu, maka kualitas kehidupan manusia dan alam pun membaik. Dan bila sebaliknya yang terjadi, kita semua bisa merasakan apa yang terjadi hari-hari belakangan ini dengan kualitas kehidupan kita.
Dengan demikian, untuk dapat berhasil dalam gerakan memperbaiki lingkungan hidup, selain memperjuangkan pelestarian dan perlindungan alam yang bersifat fisik, kita pun tidak boleh mengabaikan kualitas mental kita. Setelah memperbaiki cara kita berpikir dan cara kita memandang dunia, maka apa kita lihat, dengar dan sentuh akan memberikan dimensi yang berbeda: kita menjadi lebih menghormati alam sebagai bagian tak terpisahkan dari diri kita sendiri.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara