• Monday, 12 September 2016
  • Metto Sarono
  • 0

Banyak umat Buddha di Indonesia begitu mudah termakan propaganda untuk berbuat kebajikan secara instan dan kaya manfaat. Contoh yang paling banyak adalah cetak buku paritta untuk pelimpahan jasa, lepas satwa besar-besaran dan musiman, cetak buku ceramah, cetak majalah, buletin, selebaran, poster, CD, DVD baik lagu atau ceramah. Ada lagi cetak patung Buddha atau Bodhisattva berbahan fiber, lilin, atau bahan lain. Semua tawaran tersebut selalu dilabeli sebuah propaganda yang menjadi mantra ajaib: “Sebuah ladang kebajikan untuk mendapat pahala”.

Sebuah pemandangan yang saya temukan di wihara di mana saya aktif ikut kegiatan, menampilkan sebuah fakta yang menurut saya cukup menggelitik pemikiran. Dalam lemari perpustakaan wihara banyak sekali terdapat buku paritta berbagai ukuran dan macamnya. Dari cetakan kualitas rendah hingga sedang, bahkan hanya berupa fotokopi. Berbagai paritta yang ada sebagian besar adalah buku paritta untuk upacara kematian yang dicetak sebagai bentuk pelimpahan jasa kepada keluarga yang sudah meninggal.

Sudah menjadi anggapan umum bagi masyarakat Buddhis bahwa cara terbaik untuk melimpahkan jasa kepada leluhur adalah mencetak buku paritta. Akhirnya banyak keluarga mencetak buku paritta untuk pelimpahan jasa kepada leluhur, buku tersebut diserahkan ke wihara dengan maksud bisa dibagikan kepada umat, padahal pihak yang mencetak buku tersebut belum tentu rajin baca paritta dan ikut puja bhakti. Yang lebih miris lagi mereka sudah beda keyakinan dengan leluhurnya. Dengan kata lain, mereka mencetak paritta hanya sebagai jalan pintas untuk basa-basi menunjukkan rasa bakti.

Banyaknya pihak yang mencetak buku paritta kematian ini menimbulkan masalah bagi wihara. Stok menumpuk, lemari penuh, jelas makan tempat. Mau dibuang sayang, dibakar takut salah, dijual tidak etis, didaur ulang tidak berani, dan berbagai masalah lain. Jalan praktis yang ditempuh biasanya adalah mengirimkan buku-buku tersebut ke daerah lain baik ke wihara-wihara di kota atau desa. Jadi wihara di desa menjadi tempat buang sampah dari wihara di kota besar. Ini baru satu kasus, yaitu cetak buku paritta untuk upacara kematian. Hal lain yang sering terjadi adalah banyaknya produksi cetak poster, kitab-kitab yang dianggap mujarab, patung, aksesoris, dan benda-benda lainnya.

Salah satu hal yang kadang membuat miris adalah anggapan bahwa bila membaca kitab kecil sebanyak 1000x atau mencetak dan membagikannya, maka dapat menghapus kesusahan dan mendapat pahala. Contohnya adalah mencetak kitab Koong Kwan Se Im Keng. Buku kecil ini menumpuk di berbagai wihara bahkan di pelosok desa pun ada. Pertanyaannya, apa manfaatnya? Apakah si pencetak dan pembaca tahu isi dan kegunaannya? Sebagian besar hanya tergiur propaganda keuntungan duniawi, yaitu dapat terhindar dari bencana, kebal senjata, menang lotre, dan lain sebagainya.

Demikian juga dengan banyaknya orang yang mencetak dan membagikan berbagai macam poster berupa gambar Buddha, Bodhisattva, dewa atau poster tulisan-tulisan, kaligrafi, atau yang lainnya. Hampir bisa dipastikan mereka melakukan hal tersebut karena ada mantra ajaibnya “Sebuah ladang kebajikan untuk mendapat pahala”. Pada kenyataannya lebih banyak menghasilkan sampah daripada berkah.

Masalah lain adalah banyaknya patung dari berbagai bahan dan macamnya yang menumpuk di lemari wihara. Yang lebih miris adalah patung-patung tersebut berasal dari keluarga yang dulunya beragama Buddha dan punya altar di rumah, karena sekarang sudah pindah agama sehingga patung-patung tersebut diserahkan ke wihara. Banyak juga kondisi patung sudah rusak dan mengenaskan. Apa yang harus dilakukan terhadap patung-patung tersebut? Dimusnahkan takut karma buruk, kualat, dan sebagainya. Diserahkan ke museum jelas ditolak. Disimpan, semakin lama terus bertambah dan makan tempat. Jika dibuang sayang, bila dikubur takut kena kutuk.

Inilah secuil fakta yang ada di masyarakat Buddhis kita, walaupun mungkin tidak semua demikian. Berbuat baik dengan jalan mencetak buku, CD, DVD, poster, patung, aksesoris Buddhis memang tidak salah dan ada manfaat, namun kita perlu bijak dalam melakukannya sehingga apa yang dilakukan benar-benar membawa manfaat tanpa menimbulkan masalah baru yang bisa merugikan diri sendiri dan pihak lain.

Dalam ajaran Buddha dikenal istilah ‘upasa kosala’ (Pali) atau ‘upaya kausalya’ (Sansekerta) yang artinya adalah kepiawaian atau kecerdikan dalam berbuat baik, bisa juga diartikan sebagai metode atau cara yang tepat dalam mengajarkan dan melaksanakan kebajikan. Aspek ini sangat ditekankan dalam literatur Mahayana sebagai jalan praktik Bodhisatwa. Dalam berbuat baik hendaknya kita perlu merenung dan berpikir dengan bijak bagaimana untuk melakukan kebajikan, sehingga kabajikan yang kita perbuat tidak sia-sia, lebih efektif, dan tentunya membawa manfaat yang lebih besar bagi diri sendiri dan pihak lain. Dengan kata lain, berbuat baik harus cerdik.

Masih banyak hal baik yang bisa kita kerjakan selain mencetak benda-benda yang terkadang justru sia-sia dan menjadi sampah. Berbuat baik dengan berdana melalui lembaga pendidikan berupa beasiswa, dukungan penelitian, donasi untuk pelatihan, memberi pinjaman modal untuk masyarakat Buddhis di pedesaan, subsidi pupuk dan benih untuk para petani Buddhis di kampung-kampung, santunan kesehatan untuk para jompo dan manula, renovasi wihara, renovasi sekolah, perbaikan jalan dan jembatan. Bedah rumah, pengadaan air bersih, dan berbagai hal lain yang lebih menyentuh pada kebutuhan langsung masyarakat. Nilai inilah yang disebut sebagai ‘Engaged Buddhism’ sebagai sebuah gagasan melaksanakan upaya kausalya secara nyata.

Ada dua hal yang sangat penting untuk kita perbaiki dalam masyarakat Buddhis di Indonesia yang menjadi lahan subur untuk berbuat kebajikan, yaitu bidang pendidikan dan ekonomi masyarakat Buddhis. Bersumbangsih melalui pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat Buddhis menjadi lahan subur untuk berbuat baik. Jasa kebajikan tersebut dapat kita limpahkan kepada semua makhluk bukan hanya kepada leluhur kita saja. Pengembangan pendidikan dan ekonomi masyarakat Buddhis harus tetap dilandasi dengan nilai-nilai spiritual ajaran Buddha sebagai pondasi untuk membangun komunitas Buddhis yang ideal. Kita perlu membangun sekolah-sekolah berkarakter Buddhis, kita perlu sumber daya manusia dan sumber daya materi untuk menunjang sekolah Buddhis. Kalau umat Buddha tidak peduli, kapan pendidikan Buddhis akan maju dan berkembang?

Dalam bidang ekonomi, masyarakat Buddhis di pedesaan sebagian besar adalah petani dan secara ekonomi tergolong menengah ke bawah, bahkan sebagian termasuk kategori miskin. Hal ini adalah kenyataan yang menyedihkan, namun di sisi lain ini adalah peluang untuk kita berbuat kebajikan. Mengangkat kesejahteraan mereka secara cerdas tanpa membuat malas dan bermental peminta, membangun koperasi Buddhis untuk masyarakat pedesaan, memberi besasiswa kepada anak-anak Buddhis di kampung agar generasi penerus lebih terpelajar, serta berbagai cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kekuatan ekonomi masyarakat Buddhis sehingga menjadi lebih sejahtera.

Apabila umat Buddha masih berpikir bahwa lahan subur untuk berbuat baik hanya melalui mencetak paritta, poster, patung, CD, DVD, membangun wihara dan berdana pada bhikkhu, maka masa depan agama Buddha di Indonesia sangat suram. Mari kita berpikir dengan bijak mengamati hal-hal apa saja yang tepat untuk kita jadikan sarana berbuat kebajikan sehingga membawa manfaat yang besar untuk masyarakat Buddhis kita yang sejahtera secara ekonomi, terdidik, terpelajar, dan berkualitas.

Apabila masyarakat Buddhis memiliki pendidikan yang baik, memiliki pemahaman yang benar terhadap Dhamma, maka tidak akan mudah terjebak pada ritual dan takhayul berkedok ajaran Buddha. Semakin banyak sekolah yang dijalankan berdasarkan nilai-nilai Buddha Dhamma, maka Dhamma semakin berkembang dan menyentuh langsung pada kehidupan masyarakat. Demikian juga ketika ekonomi masyarakat Buddhis terangkat, maka mereka semakin sejahtera, sehingga wihara akan sejahtera, sangha sejahtera, dan Buddha Dhamma kembali jaya di Bumi Nusantara.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *