• Friday, 22 December 2017
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya. Melindungi anaknya yang tunggal, demikianlah terhadap semua makhluk. Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.~ Sutta Karaniya Metta, Sutta Nipata

Sosok ibu dalam agama Buddha

Agama Buddha memandang sosok seorang ibu sebagai sebuah teladan cinta kasih yang universal. Seperti pada salah satu bait dari Sutta Karaniya Metta di atas, tampak jelas bahwa Buddha menjunjung tinggi peranan seorang ibu yang rela berkorban nyawa demi melindungi anaknya.

Dalam filosofi buddhis, mungkin tidak ada cinta yang lebih besar daripada cinta seorang ibu kepada anaknya. Seorang ibu rela mengandung hampir sepuluh bulan lamanya dan setelah itu pun harus pula menahan rasa sakit demi melahirkan anaknya.

Hal ini tergambar dalam salah satu bait dari Sutra Bakti Anak kepada Orangtua:
“Ananda, dengarkanlah baik-baik. Aku akan jelaskan hal ini kepadamu dengan terperinci. Janin tumbuh dalam kandungan selama sepuluh bulan perhitungan Candra Sengkala. Alangkah menderitanya ibu selama janin berada di situ.

“Saat melahirkan, ibu akan merasa seperti disayat seribu pisau atau seperti ribuan pedang yang menikam jantungnya, mengoyak hati dan jantung, menyangkut di tulang ibunya. Itulah kesakitan yang dialami saat kelahiran anak yang nakal dan pembangkang….”

Demikian besarnya pengorbanan dan cinta kasih seorang ibu sehingga kita tidak mungkin dapat membalas kebaikan ini dengan mudah.

Hal ini ditegaskan sendiri oleh Buddha dalam Sutta Katannu:
“Kukatakan pada kalian, O Para Bhikkhu, ada dua orang yang tidak mudah untuk dibalas kebaikannya. Siapakah kedua orang itu? Ibu dan ayah kalian.

“Meskipun jika kalian menggendong ibu di satu bahu dan ayah di bahu lainnya selama seratus tahun, dan merawat mereka dengan meminyaki, memijat, memandikan dan menggosok anggota tubuh mereka, dan mereka membuang air besar dan air kecil di bahu kalian, kalian tetap tak akan dapat membalas kebaikan orangtua.

“Meskipun jika kalian memberikan seluruh kekuasaan di bumi (raja dunia) ini kepada ibu dan ayah kalian, berlimpah dengan tujuh jenis harta benda, kalian tetap tak akan dapat membalas kebaikan orangtua kalian.

“Mengapa demikian? Ibu dan ayah berbuat banyak demi anak-anak mereka. Mereka merawat anak- anaknya, mereka menjaga anak- anaknya, mereka memperkenalkan dunia ini kepada anak- anaknya.

Tetapi Para Bhikkhu, siapa pun yang membangkitkan dan memantapkan keyakinan dalam diri ibu dan ayahnya yang tak memiliki keyakinan; membangkitkan dan memantapkan kebajikan dalam diri ibu dan ayahnya yang tidak tekun dalam kebajikan; membangkitkan dan memantapkan kemurahan hati dalam diri ibu dan ayahnya yang kikir; membangkitkan dan memantapkan kebijaksanaan dalam diri ibu dan ayahnya yang berpandangan salah; dengan demikian, dia dapat membalas kebaikan ibu dan ayahnya.”

Sutra Bakti Anak kepada Orangtua juga menjelaskan kepada kita – sebagai anak – harus mengerti bahwa setidaknya terdapat 10 jenis kebajikan yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya:

1. Kebaikan memberikan perlindungan dan penjagaan selama berada dalam kandungan

2. Kebaikan menanggung penderitaan selama melahirkan

3. Kebaikan melupakan segala rasa sakit ketika anak telah dilahirkan

4. Kebaikan memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan memberikan yang manis bagi anaknya

5. Kebaikan memindahkan anak ke tempat yang kering sedangkan dirinya sendiri berada di tempat yang basah

6. Kebaikan menyusui anaknya, memberinya makan serta memelihara dan membesarkan anak

7. Kebaikan membersihkan kotoran anaknya

8. Kebaikan memikirkan anaknya bila dia berjalan jauh

9. Kebaikan pengabdian dan perhatian pada anaknya

10. Kebaikan rasa kasih dan simpati orangtua terhadap anaknya

Demikianlah besarnya peranan dan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya dalam pandangan agama Buddha. Tidak mungkin seorang anak dapat hidup bahagia dan tumbuh besar dengan baik tanpa kasih sayang dari orangtuanya.

Orangtua adalah “Brahma” bagi anak-anaknya. Karena itu, sepatutnyalah kita untuk berbakti kepada orangtua. Berlaku sopan dan baik merupakan salah satu hal kecil yang dapat kita lakukan untuk membalas kebaikan orangtua.

Sebagaimana dalam Dhammapada ayat 332, Buddha bersabda:
“Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini;
Berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan.
Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini,
Berlaku baik terhadap para Ariya juga merupakan kebahagiaan.”

Oleh karena itu janganlah kita pernah meremehkan sosok orangtua kita – terutama ibu kita. Sayang, tidak jarang kita melihat di medsos atau berita tentang orang yang tidak mengerti hal ini dan melakukan hal tidak terpuji seperti mengecam/memaki/memarahi ibunya sendiri. Selain merupakan suatu karma buruk, hal ini tidak terpuji dan tidak dapat dibenarkan apa pun alasannya.

Prajnaparamita

Salah satu figur wanita dan ibu yang terkenal adalah Prajnaparamita. Prajnaparamita adalah sebuah patung dewi yang terkenal. Patung ini ditemukan di dekat Candi Singhasari, Malang, Jawa Timur. Patung ini terbuat dari batu andesit dan diperkirakan telah berusia lebih dari 700 tahun.

Patung Prajnaparamita mungkin adalah penggambaran paling terkenal dari dewi kebijaksanaan. Ekspresinya yang tenang dalam posisi meditasi menggambarkan ketenangan dan kebijaksanaan. Posisi meditasinya memperlihatkan postur vajrasana, sedangkan tangannya memperlihatkan posisi dharmachakra mudra (simbolisasi pemutaran roda Dhamma).

Baca juga : Perempuan

 
Secara historis, Prajnaparamita adalah sosok dewi tertinggi dalam agama Buddha Mahayana. Beliau dianggap sebagai simbolisasi kebijaksanaan tertinggi, dan “Ibu dari Semua Buddha”. Prajnaparamita Sutra dianggap sebagai naskah penting dalam tradisi Mahayana terutama di China dan Jepang.

Dikisahkan Xuanzang (602-664 M) yang pergi berkelana ke India dan kembali ke China dengan membawa tiga salinan Sutra Mahaprajnaparamita. Dalam konteks Jawa meskipun salah kaprah, patung Prajnaparamita yang ditemukan di dekat Candi Singhasari adalah penggambaran dari Ken Dedes – ratu pertama dari Kerajaan Singhasari.

Dikisahkan bahwa Ken Dedes memiliki kualitas surgawi dan akan menjadi ibu dari para raja.Kecantikannya begitu sempurna sehingga siapa pun yang menikahinya, terlepas dari status sosialnya, akan ditakdirkan untuk menjadi seorang raja diraja.

Prajnaparamita dipersonifikasikan sebagai seorang bodhisattvadevi (bodhisattva dalam sosok wanita). Salah satu personifikasi terkenalnya adalah Avalokiteshvara, disebut pula Guanyin (China) atau Kannon (Jepang). Dalam Sutra Prajnaparamita (Sutra Hati), dijelaskan bahwa Arya Avalokitesvara (Guanyin) sedang menyelami Prajnaparamita.

 
Guanyin adalah sosok bodhisattvadevi yang paling dicintai dan terkenal di Asia Timur. Beliau terkenal akan kasih sayangnya kepada semua makhluk. Bahkan nama Guanyin sendiri sebenarnya adalah kependekan dari Guanshiyin, yang berarti “Dia yang mendengarkan suara-suara dari dunia”.

Figur Guanyin menjadi penting karena kita membutuhkan figur seorang ibu yang penuh cinta kasih dan selalu siap mendengar kita. Oleh karena itu, jangan pernah kita memalingkan muka kita dari orang tua, terutama ibu kita. Kasih ibu kepada anaknya abadi sepanjang masa.

Kita justru harus belajar dari teladan cinta kasih ibu terhadap anaknya yang tanpa pamrih dan tanpa batas. Dengan demikian dunia ini akan semakin damai dan bahagia. Semoga demikian adanya.

 

Upasaka Sasanasena Seng Hansen

Sedang menempuh studi di Australia.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *