
Latifah, Dosen STAB Kertarajasa
Di tengah pegunungan Himalaya yang damai, Kerajaan Bhutan menjadi saksi sebuah perubahan bersejarah dalam tradisi Buddhis. Untuk pertama kalinya dalam berabad-abad, para biarawati muda di Bhutan kini memiliki kesempatan untuk mencapai tingkat penahbisan penuh, setara dengan para biksu. Perubahan ini menandai babak baru dalam sejarah Buddha Vajrayana, aliran Buddha yang dominan di Bhutan. Kisah inspiratif yang diangkat dalam The Documentary Podcast BBC, diluncurkan pada 28 Februari 2025, ini menceritakan perjalanan Emma Slade, seorang perempuan Inggris yang menjadi bhiksuni (dge slong ma) di Bhutan.
Pada tahun 2022, Bhutan membuat langkah revolusioner dengan menahbiskan 144 perempuan dalam sebuah upacara bersejarah. Di antara mereka adalah Emma Slade, yang juga dikenal sebagai Lopen Ani Pema Deki. Emma adalah satu-satunya perempuan Barat yang berpartisipasi dalam upacara tersebut. Perjalanan spiritualnya dimulai setelah pengalaman traumatis pada tahun 1997, ketika ia disandera dan dirampok di Jakarta, Indonesia. Saat itu, Emma sedang dalam perjalanan bisnis sebagai seorang analis keuangan senior di Hong Kong. Peristiwa itu menjadi titik balik dalam hidupnya, membawanya pada pencarian makna hidup yang lebih dalam, yang akhirnya mengantarkannya pada ajaran Buddha.
“Setelah selamat dari insiden itu, saya menyadari bahwa saya harus menemukan kehidupan yang lebih bermakna, yang benar-benar memberikan kontribusi,” kenang Emma, seperti yang diceritakan dalam The Documentary Podcast BBC. Pengalaman di Jakarta itu menjadi pemicu baginya untuk meninggalkan dunia keuangan dan memulai perjalanan spiritual yang membawanya ke Bhutan.
Emma, yang berasal dari kota kecil Whitstable di Inggris, tidak memiliki komunitas Buddhis atau kuil di sekitarnya. Namun, tekadnya yang kuat membawanya pada praktik meditasi dan yoga, yang menjadi landasan bagi pemulihan dan pertumbuhan spiritualnya. “Yoga dengan pernapasan dan meditasi menjadi cara terbaik untuk menjaga diri tetap sehat dan bahagia,” ujarnya dalam podcast tersebut.
Pada tahun 2011, Emma mengunjungi Bhutan dan bertemu dengan seorang Lama yang kemudian menjadi gurunya. Koneksinya dengan Bhutan semakin dalam, dan ia pun mendirikan sebuah organisasi amal bernama “Open Your Heart to Bhutan” untuk membantu anak-anak dengan kebutuhan khusus di daerah pedesaan. Melalui organisasi ini, Emma tidak hanya mengubah hidupnya sendiri, tetapi juga kehidupan banyak anak di Bhutan.
Meskipun telah lama terlibat dalam praktik Buddhis dan kegiatan amal, Emma tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang biksuni yang ditahbiskan sepenuhnya (dge slong ma). Selama berabad-abad, penahbisan penuh bagi perempuan dalam Buddha Vajrayana dianggap mustahil. Namun, perubahan yang terjadi di Bhutan membuka pintu bagi perempuan untuk mencapai tingkat penahbisan ini. Upacara penahbisan tersebut tidak hanya menandai perubahan dalam tradisi komunitas monastik Buddhis.
Perubahan ini juga terlihat dari perubahan warna jubah yang dikenakan para srameneri. Jika sebelumnya mereka mengenakan jubah berwarna burgundy, kini mereka mengenakan jubah berwarna emas, warna yang sebelumnya hanya dikenakan oleh para biksu. Perubahan ini tidak hanya visual, tetapi juga mencerminkan pergeseran paradigma dalam tradisi Buddhis, seperti yang dijelaskan dalam The Documentary Podcast.
Emma Slade, dengan jubah berwarna cerah dan kepala yang dicukur, menjadi simbol pertukaran budaya dan spiritual antara Timur dan Barat. Perjalanannya dari kota pesisir di Inggris, melalui pengalaman traumatis di Jakarta, hingga biara (Ani’i Gompa) di Bhutan, menunjukkan daya tarik universal dan kekuatan transformatif dari ajaran Buddha. Meskipun menghadapi tantangan dalam lingkungan yang kurang mendukung, Emma tetap teguh dalam pencarian spiritualnya.
Kisah Emma adalah tentang transformasi pribadi, dedikasi pada spiritualitas, dan komitmen untuk berkontribusi kepada masyarakat. Perjalanan Emma dan pergerakan menuju penahbisan penuh bagi biarawati Buddhis di Bhutan mencerminkan perubahan penting dalam lanskap keagamaan.
Dengan langkah-langkah progresif seperti ini, Bhutan tidak hanya mempertahankan tradisi Buddhisnya yang kaya, tetapi juga membuka jalan bagi inklusivitas dalam komunitas monastik. Emma Slade dan 143 biarawati lainnya telah mengukir sejarah, membuktikan bahwa spiritualitas tidak mengenal batas gender. Pengalamannya di Indonesia menjadi bagian penting dari perjalanan hidupnya, mengubah tragedi menjadi sumber kekuatan yang membawanya pada pencerahan spiritual.