Sotoy adalah istilah gaul yang berarti “sok tahu”. Penyematan isme artinya penganut. Arti lengkapnya menjadi “penganut-sok tahu.”
Sebenarnya menanggapi sotoyers (orang yg berpaham sok tahu) ini tidak selalu harus ditanggapi negatif alias marah-marah. Sotoyers menyampaikan apa yang diketahuinya, walaupun bukan bidang keahliannya. Kesotoyan ini dapat memberikan dorongan untuk mencari tahu, pula. Inilah yang kita harapkan bahwa Bang Egi dkk. Dapat mencari tahu apa yang dia tidak tahu. Ia hanya menyampaikan apa yang Ia tahu beberapa waktu lalu, meskipun sebenarnya ia tidak tahu apa-apa tentang konsep ke-Tuhanan di agama lain yang ia sebutkan. Sayangnya, ketidaktahuannya itu dapat saja melukai dan menjadi sumber perpecahan bangsa ini.
Sambil menunggu proses hukum dari laporan-laporan yang masuk ke kepolisian, saran saya yang sotoy ini kepada Bang Eggi untuk terus berdzikir agar tetap dalam kedamaian batin. Pada tahun 2011, saya bersama kakak perempuan, Hj. Sulastri Lc.,M.Pd.I., menulis buku “Main-main dengan Mind: Kekuatan Meditasi dan Dzikir”, semoga pendekatan dzikir yang kami paparkan secara psikologis dapat membantu abang untuk mereduksi stres dalam menghadapi proses hukum, hubungi saya bang, saya carikan bukunya kalau mau.
Beberapa bulan belakangan saya menemukan video dan gambar sotoyers yang membual tentang konsep “keyakinan ke-Tuhanan” lain yang tidak ia anut. Baik! izinkan saya yang sotoy ini memberi sekelumit penegasan.
Dari apa yang Bang Eggi katakan tentang “…Amitabha dan Sidharta..” di video yang sedang viral saat ini jelas dia tidak tahu apa-apa. Sebutan Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Buddha seperti yang tertuang dalam UU RI No 43 Th 1999 (Perubahan atas UU No 8 Th 1974 tt Pokok-Pokok Kepegawaian), sebagaimana Peraturan Pemerintah RI No 21 Th 1975, perubahan UU 5/2014 tentang ASN, PP 11/2017 adalah Sanghyang Adi Buddha.
Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh Upasika Dhammavadi binaan biksu pertama putra Indonesia Mahabiksu Jinarakkhita (1971:9), “…Sanghyang Adi Buddha berada dalam bentuk segala sesuatu, akan tetapi Ia tidak berbentuk…” serupa itu, disarikan dari Kandahjaya (1991:10), “…Gunakhandara Vyuha, …Sanghyang Kamahayanikan, dan …Udana”, baik dari Kanon Pali Udana maupun Kanon Sanskerta itu, menunjukkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah mutlak ada. Esa, tidak mendua dari makna ke-Tuhanan. Tidak sanggup dipersonifikasikan.
Yah… memang tidak gampang, Bang Egi, bagi saya yang masih memiliki nafsu-nafsu rendah, keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, seperi saya untuk memahami entitas tertinggi dari Tuhan apalagi menjelaskannya di sini. Demi kesatuan dan persatuan bangsa ini, yuk belajar lagi Bang..
Salam kebangsaan, dari saya yang sotoy ini.
*Biksu Dr.Sulaiman Girivirya, alumni TOT 1, Tapai, Lemhanas RI | Mahasiswa Doktoral (Ph.D), College of Religious Studies, Mahidol University
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara