• Monday, 24 July 2017
  • Anwar Nagara
  • 0

Kebersihan seharusnya menjadi bagian dari kehidupan manusia. Aksi sederhana menjaga kebersihan adalah dengan membuang sampah pada tempatnya. Sayangnya banyak orang yang masih belum sadar, mereka masih membuang sampah sembarangan.

Saya teringat satu kejadian saat menggunakan jasa transportasi daring (online) menuju Bandara Soekarno Hatta. Ketika melewati gerbang tol, sang pengemudi membayar lalu menerima secarik kertas bukti pembayaran. Ini pemandangan lumrah. Tapi, coba tebak, apa yang terjadi selanjutnya? Saya melihat sang pengemudi meremas struk itu dan langsung dilempar keluar dari kaca mobilnya yang masih terbuka setengah.

Peristiwa kecil ini menyisakan rasa geregetan, serasa ingin segera menegurnya, saya tahu bahwa emosi sedikit terganggu dan tensi mulai naik. Tapi saya tahu bukan itu cara Buddha memberi nasihat, sebagai murid Buddha, saya ingin mengikuti cara Buddha.

Teknik meditasi napas saya pakai untuk merelakskan badan dan mengupayakan senyum kecil sembari terus memperhatikan napas masuk dan keluar. Ada beberapa hal yang ingin saya pastikan terlebih dahulu sebelum membuka mulut, saya ingin pikiran dan hati tenang terlebih dahulu agar memiliki kemampuan untuk berbahasa kasih.

Selama 5 menit lebih saya melakukan itu, hati merasa sedikit lega baru saya sampaikan dengan nada bersahabat, syukurlah pengemudi itu mengerti dan bahkan merasa malu, dan dia hanya tersenyum kecut. Semoga saja dia tidak mengulanginya lagi.

Ini untuk kesekian kali saya berhasil merubah suasana batin, sehingga tidak melukai orang lain. Saya sadar bahwa pengemudi itu menganggap lumrah membuang secarik kertas kecil itu, apalagi itu sudah terjadi secara otomatis setiap kali melewati gerbang tol. Apakah Anda juga melakukan hal yang sama? Jika iya, mulailah merubahnya sekarang.

Di beberapa tempat juga demikian. Saya pernah mengunjungi pantai di Lampung, pantai itu indah dan banyak wisatawan lokal, pemandangan indah namun kantong plastik, botol air mineral berserakan di sana sini. Hati terasa sedih, mengapa manusia tega membuang sampah sembarangan? Apakah tidak pernah merasa malu?

“Saya ingin pikiran dan hati tenang terlebih dahulu agar memiliki kemampuan untuk berbahasa kasih.”

Mekanisme Kerja Pikiran
Sampah yang disebut di atas adalah kasat mata, bagaimana dengan sampah-sampah semu yang tidak tertampak oleh mata? Bukan debu! Tapi yang saya maksud adalah pikiran negatif yang bak sampah, mengotori pikiran.

Pikiran manusia tidak pernah berhenti bekerja. Selama 24/7 terus bekerja, ia bahkan sudah kehilangan kemampuan untuk beristirahat. Ada sebuah pola yang telah terbangun karena diulang-ulang terus, dalam ilmu neurosains (neuroscience) disebut sebagai neural pathway, di dunia buddhis disebut kebiasaan (vāsanā) atau kadang disebut jejak karma. Kebiasaan dibangun dalam kurun cukup panjang. Tugas memutar balik kebiasaan itu juga membutuhkan waktu cukup lama juga.

Kebiasaan pikiran manusia lebih cenderung bergerak ke arah kurang bajik, semakin banyak berpikir semakin banyak pikiran yang tidak bermanfaat. Hati dan pikiran sering penuh dan sesak dengan sampah-sampah pikiran itu, hari demi hari menumpuk dan terus menumpuk.

Sampah yang jumlahnya sedemikian banyak tersedia dalam pikiran manusia, maka sampah-sampah inilah yang akan lebih mudah tersalurkan melalui mulut. Jadi tidak heran jika komentar di media sosial semakin hari juga semakin negatif. Berita dan komentar yang kita baca juga menjadi sampah baru, manusia saling memberi makan kepada manusia lain. Bersambung…

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Anwar Nagara

Dharmacharya dari silsilah Zen Master Thich Nhat Hanh, Plum Village, dikenal sebagai 真法子「Chân Pháp Tử」. Menerima Penahbisan samanera dari tradisi Theravada dengan nama 釋學賢 「Nyanabhadra」dari Y.M. Dharmavimala. Menerima penahbisan ulang sramanera dari silsilah Mulasarvastivada dari Y.M. Dalai Lama ke-14 di Dharamsala dengan nama Tenzin Donpal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *