• Tuesday, 12 December 2017
  • Sutar Soemitro
  • 0

Namo Sanghyang Adi Buddhaya
(Terpujilah Pencerahan Yang Maha Sempurna)
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
(Terpujilah para Buddha yang Maha Suci yang telah mencapai pencerahan sempurna)
Sabbee Satta Bhavantu Sukhitatta
(Semoga semua makhluk hidup berbahagia)

ITULAH doa yang dilantunkan Bhikkhu Badraphalo secara syahdu pada suatu siang di Dharmadhatu atau lantai puncak Mandala Agung Borobudur. Setiap pagi dan sore, Bhikkhu Badraphalo selalu beribadah disertai meditasi di Vihara Jina Dharma Sradha Gunung Kidul.

Namun, pada hari-hari Uposatha atau hari puasa agama Buddha, bhikkhu yang berusia 37 tahun ini bersembahyang di Mandala Agung Borobudur, mengirimkan doa-doa untuk kebaikan umat manusia.

Candi berbentuk stupa yang terletak di Magelang, Jawa Tengah ini memang dibangun oleh para penganut ajaran Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra di sekitar abad ke-8 untuk peribadahan.

[youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=28Z1Rw0DsBE” width=”560″ height=”315″]

 

“Candi ini maknanya satu, yaitu kehidupan kita menuju pada Adi-Buddha. Kehidupan kita pada kesempurnaan hidup, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keberadaban sebagai manusia yang sempurna,” tutur Bhikkhu Badraphalo ketika ditemui Tim Ceritalah ASEAN di Candi Borobudur.

Agama Buddha adalah agama yang ajarannya ditemukan dan diajarkan oleh Siddhartha Gautama setelah mencapai “Pencerahan Sempurna” atau “Penyadaran Penuh” yang kemudian membuatnya disebut sebagai “Buddha”.

Baca jugaToleransi Nusantara Terinspirasi oleh Relief Gandawyuha Mandala Agung Borobudur

Kata “Buddha” sendiri berarti “telah sadar”, atau “yang telah terjaga”, atau “yang telah cerah”. Berbagai literatur menuliskan, selama 45 tahun Buddha mengajarkan prinsip-prinsip “Dharma” atau “Kebenaran” dengan mengedepankan “cinta kasih” dan “kebijaksanaan”.

Masuknya agama Buddha ke Indonesia terjadi pada abad-abad awal atau saat dimulainya perdagangan melalui jalur laut. Di zaman Srivijaya (Sriwijaya) pada abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) merupakan asal mula peranan kehidupan agama Buddha di Indonesia.

Sejarah bahkan menuliskan, Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara. Selain kerajaan Sriwijaya, masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di Indonesia, seperti kerajaan Tarumanegara, atau Mataram kuno.

Semua kerajaan itu berperan dalam proses perkembangan agama Buddha di Indonesia. Pengaruh India sangat terasa pada masa kerajaan-kerajaan itu. Mandala Agung Borobudur merupakan cerminan kejayaan agama Buddha di masa lampau.

Dia telah menjadi warisan kebudayaan bangsa Indonesia yang sangat dibanggakan. Pada periode 1975 hingga 1982, pemerintah dibantu dengan UNESCO melakukan pemugaran besar-besaran pada candi yang berdekatan dengan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu ini.

Atas upaya pemerintah Indonesia, monumen suci tempat berziarah untuk memuliakan Buddha ini pernah menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Saat ini, Mandala Agung Borobudur yang tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan, masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.


Bhikkhu Badraphalo saat berada di area Candi Borobudur(Dok Ceritalah ASEAN)

Bhikkhu Badraphalo memandang Mandala Agung Borobudur sebagai bentuk maha karya nenek moyang Nusantara yang sangat besar. Menurut dia, tetap berdirinya candi ini dengan megah dan sangat dihormati, menunjukkan bangsa Nusantara sebagai bangsa yang toleran, dan mencintai persatuan dan kesatuan.

Agama Buddha sendiri mengajarkan bahwa cinta kasih adalah kebutuhan dasar manusia dan bersifat universal. Dia tidak terbatas hanya untuk orang-orang tertentu, tidak memandang latar belakang seseorang, dan tidak mengharapkan timbal balik.

“Artinya, segenap alam dan mahluk hidup yang ada di dunia ini harus kita cintai. Sebab, mereka juga membutuhkan kehidupan dan kebahagiaan. Cinta kasih itu harus ditumbuhkan dengan motivasi yang benar,” ujar Bhikkhu Badraphalo.

Surahman (34), seorang penganut agama Buddha mengatakan, ada dua ajaran Buddha yang menarik baginya, yakni cinta kasih dan kebijaksanaan. Dia mengibaratkan dua ajaran itu sebagai “sayap”. “Tanpa dua “sayap” itu agama Buddha tidak mungkin sempurna,” katanya.

Baca jugaSebuah Benang Merah: Candi Borobudur, Muaro Jambi, Nalanda, dan Mahavihara Vikramasila

Pada hari Minggu setiap ada kegiatan ibadah, ayah satu anak ini, mengunjungi Vihara Giriloka Kulon Progo.

Kemudian, setiap Senin malam, Surahman yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta bersama warga lainnya mengadakan ibadah bergilir di rumah warga.

Buddha mengajarkan pada umatnya bahwa jika “Dharma” diterapkan secara benar maka kehidupanya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dia juga akan menjadi dewasa secara spiritual sehingga mampu mengatasi penderitaan diri sendiri maupun orang lain.

Di dalam kehidupannya sehari-hari, Surahman yang asli dari Kulon Progo– sekitar satu jam dari Mandala Agung Borobudur—ini menerapkan ajaran Buddha untuk mendapatkan kedamaian. Dia juga menanamkan nilai-nilai ajaran Buddha pada anak dan istrinya.

Meski tinggal di lingkungan keluarga dan rumah dengan beragam agama, yakni ada Islam dan Kristen, Surahman mengaku tidak ada hambatan dalam menjalankan keyakinannya. “Kami bisa hidup secara berdampingan dan damai,” tuturnya.

“Kuncinya adalah menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi,” kata Surahman.

Sikap toleransi yang dijalankan Surahman merupakan salah satu cerminan dari pengamalan sila pertama Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sila ini memiliki makna bahwa bangsa Indonesia menjunjung sikap saling menghormati, bekerja sama, dan tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain.

Dengan dasar inilah Indonesia yang mengakui keberadaan enam agama—Islam, Protestan, Katolik, Buddha, Hindu dan Konghucu–menjadi sebuah negara pluralism yang kuat. (Karim Raslan/Kompas.com)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *