Pada tahun 2016 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang. Sebagian besar di antaranya merupakan orang muda dan remaja. Banyak yang menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Pengguna internet kurang tertarik untuk mengakses konten berita dan konten pendidikan daripada konten media sosial.
Pengunaan media sosial tentunya memiliki dampak positif yaitu kemudahan berkomunikasi, beropini dan berekspresi. Di dalam waktu yang singkat, ekspresi dan opini seseorang akan begitu mudah dilihat atau diakses oleh banyak pihak. Aksi saling menanggapi dapat dengan mudah terjadi. Banyaknya tanggapan yang bermunculan menciptakan berbagai pandangan. Argumen-argumen tersebut dapat bernilai positif maupun negatif.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa dua tahun terakhir banyak terdapat berita maupun informasi yang menyinggung permasalahan SARA. Hal-hal tersebut memunculkan pendapat beragam dari berbagai pihak. Banyak orang mengungkapkan ujaran kebencian dan mendukungnya.
Ujaran kebencian
Tak sedikit pula yang lantang menentangnya. Ujaran kebencian (hate speech) merupakan ungkapan kekerasan yang ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang yang merepresentasikan suku, agama, ras, atau golongan orang tersebut. Ujaran Kebencian juga dapat mengarah pada bangsa, gender, orientasi seksual, bahkan kelompok orang yang mengalami disabilitas tertentu. Ujaran kebencian bukan saja berisi umpatan maupun labelling, intimidasi, bahkan berupa kata-kata yang provokatif yang mengancam hak asasi manusia.
Ujaran kebencian yang terus menerus diungkapkan kepada pihak/kelompok tertentu membawa permasalahan psikologi yang begitu serius. Gangguan stres pasca trauma rentan terjadi. Seseorang akan begitu mudah untuk mengalami ketakutan dan kecemasan. Pikiran berulang akan fitnah dan intimidasi terus bermunculan. Hal ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Ujaran kebencian tentunya akan memunculkan argumen-argumen senada yang makin memperkuat “kebenarannya”. Fenomena demikian mampu menimbulkan slippery slope effect yang mempengaruhi pandangan masyarakat luas. Prasangka dan sikap intoleran semakin merebak. Ujaran kebencian bahkan dapat menciptakan kejahatan atas dasar kebencian (hate crime), seperti kerusuhan agama dan pembantaian ras atau kelompok tertentu.
Argumen-argumen bernada negatif mampu memersuasi pandangan dan sikap masyarakat luas. Banyaknya argumen negatif yang tak jelas mampu menumbangkan argumen positif yang benar dan berdasar. Kecenderungan sebagian masyarakat ialah melihat fenomena semata dan enggan untuk mencari kebenaran.
Kini, tiada tawar menawar bagi seluruh masyarakat dunia untuk segera membangun kebiasaan memberikan ujaran damai bagi siapa pun. Ujaran damai hanya dapat tersampaikan melalui pikiran dan nurani yang bersih. Kegemaran untuk menimba berbagai ilmu dan pengetahuan mampu untuk meningkatkan sikap dan pikiran yang terbuka. Selain itu, menengok keberagaman ialah syarat mutlak untuk membersihkan nurani. Oleh karenanya, seseorang tidak akan mudah untuk mempercayai dan mengikuti ujaran kebencian yang ada. Seseorang mampu mempertimbangkan dengan akal sehat dan berargumen secara tepat.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara