Fitur relung-relung beserta arca-arca diatas langkan mengelilingi candi Borobudur di setiap lantai dari atas kebawah itu memiliki makna spiritual yang mendasar dan luas lingkupnya.
Pada tahap-tahap tertentu, ajaran di Borobudur dibabarkan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kegundahan dan pergulatan yang hampir selalu menimbulkan penderitaan yang kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Sumber dari sering munculnya kegundahan ini adalah cara pandang yang tidak membantu dalam mengenali sosok diri kita sendiri.
Ada dua tantangan.
Yang pertama adalah dorongan naluri manusiawi yang berlebihan untuk bertahan hidup. Hal ini sangat bisa dimengerti, maka perwujudannya muncul dengan pengertian bahwa setiap makhluk mendambakan kebahagiaan dan tidak menginginkan penderitaan. Seperti yang dikatakan oleh Aristotle, filsuf Yunani: “Happiness is the goal of all goals – kebahagiaan adalah tujuan dari semua tujuan”.
Di dalam hidup kita, setiap saat, kita selalu “bergairah memilih yang kita anggap membahagiakan, yang berguna untuk bertahan hidup” dan “menolak yang mungkin membuat kita tidak bahagia, yang merugikan atau mengancam kehidupan kita”.
Tetapi karena kita salah mengerti, terutama tentang sifat sesungguhnya tentang keberadaan sosok diri kita dan sifat keberadaan semuanya yang ada, apa yang kita lakukan justru membawa hasil yang sebaliknya. ‘Keinginan’ dan ‘Penolakan’ ini tidak salah, tetapi yang keliru adalah ketidak-awasan dan kesalah-pengertian kita tentang yang sebenarnya terjadi.
Maka keinginan yang dasarnya keliru, bukan selalu obyeknya, bisa menjadi ketamakan, keserakahan, selalu merasa tidak cukup dan sebagainya. Penolakan yang dasarnya keliru sering menjadi kemarahan, kejengkelan, kebencian, tidak bisa menerima keadaan hidup kita yang sekarang dan kalau kita merasa tidak dapat mengatasinya malah bisa menjadi stres, putus asa, kekerasan, kebiadaban dan sebagainya.
Yang kedua adalah cara kita untuk ‘eksis’. Kita kadang-kadang hanya dapat merasa ‘eksis’ dan berarti dalam hidup jika kita membandingkan diri kita dengan yang lain. Tentunya kalau kita ‘lebih’ – lebih kaya, lebih tenar, lebih dikenal, lebih pandai, lebih baik – kita senang dan merasa mantap dalam hidup, tetapi kalau ‘kurang’ – kurang sukses, kurang pandai, kurang bisa bergaul, kurang dihargai – kita menderita dan sering mengalami stres dan emosional.
Keinginan untuk ingin ‘lebih’ dan ingin ‘kurang’ sendiri tidak salah. Seperti ingin lebih bisa berguna buat keluarga atau membandingkan dengan lainnya yang membuat kita terinspirasi atau kurang berangasan tentunya baik. Jadi sekali lagi, yang keliru adalah pengertian tentang sumbernya dan tidak disadari akibatnya. Sebab jika kita merasa ‘lebih’ dari yang lain, sering akibatnya kita menjadi arogan dan sombong, kalau kita ‘merasa ‘kurang’, kita menjadi iri hati dan cemburu.
Memang kalau kita rasakan, semua yang membuat kita gundah dalam hidup ini hampir selalu sedikit banyak disebabkan oleh dua pasang kebiasaan beserta sumbernya itu.
Penolakan, gairah keinginan, kecemburuan dan kesombongan yang kadang-kadang kita rasakan itu penuh energi, membuat kita merasa benar, membuat kita penuh emosi dan tidak bisa melihat keadaan yang sebenarnya. Hanya dengan ditanggulanginya semua ini sedikit demi sedikit, kita akan benar-benar dapat mulai hidup semeleh.
Dua pasang kondisi yang mengganggu beserta sumbernya ini, dapat ditanggulangi secara bertahap, akan bertransformasi menjadi suatu daya pengetahuan yang menakjubkan. Inilah yang direpresentasikan dengan arca-arca Buddha di relung-relung Candi Borobudur, untuk selalu mengingatkan kita.
Penolakan (Sans.: dvesa. Pali: dosa) direpresentasikan dengan arca Buddha Akshobhya, di relung-relung yang menghadap ke Timur dengan mudra Bhumisparsa. Jika sudah ditanggulangi, penolakan ini menjadi Pengetahuan Layak Cermin (Sans.: ādarśajñāna).
Gairah (Sans.: rāga, Pali: lobha) direpresentasikan dengan arca Buddha Amitabha, di relung-relung yang menghadap ke Barat dengan mudra Dhyana. Jika sudah ditanggulangi, gairah ini menjadi Pengetahuan Pembedaan (Sans.: pratyavekṣaṇajñāna).
Arogansi, kesombongan (Sans.,Pali : māna) direpresentasikan dengan arca Buddha Ratnasambhava, di relung-relung yang menghadap ke Selatan dengan mudra Varada. Jika sudah ditanggulangi, arogansi, kesombongan ini menjadi Pengetahuan Kesamaan (Sans.: samatājñāna).
Keirian hati, kecemburuan (Sans.: īrṣyā, Pali: issā) direpresentasikan dengan arca Buddha Amoghasiddhi, di relung-relung yang menghadap ke Utara dengan mudra Abhaya. Jika sudah ditanggulangi, keirian-hati, kecemburuan ini menjadi Pengetahuan Pencapaian (Sans.: kṛtyanuṣṭhānajñāna).
Sumber utama dari semua gangguan-gangguan ini adalah kesalah-pengertian (Sans.: avidyā, Pali: avijjā) dan/atau kebingungan (Sans.,Pali: moha) yang direpresentasikan dengan arca Buddha Vairochana, di relung-relung di tingkat paling atas, menghadap ke semua penjuru yang menandakan sebagai sumber dari semuanya, dengan mudra Vitarka. Jika sudah ditanggulangi, kesalah-pengertian ini menjadi Pengetahuan Apa Yang Ada (Sans.: tathatājñāna, dharmadhatujñāna).
Pengganggu yang mengaduk-aduk ketentraman hati tadi disebut kelesah (Sans.: kleśa, Pali: kilesa, KBBI: kelesah /kêlèsah: tidak tenteram hatinya; tidak dapat tenang; gelisah)
Pemikiran dan desain untuk menggambarkan kendala-kendala kehidupan dengan penampilan dan penempatan arca-arca di Candi Borobudur ini sangat jenius dan luar biasa.
Bumi Borobudur
*Juga sekalian sebagai penjelasan mengapa istilah yang sering digunakan sekarang yaitu ‘dhyani-buddha’ tidak tepat. Istilah ini pertama kali ditulis dalam bahasa Inggris oleh Brian Houghton Hodgson, seorang Warga Inggris yang saat itu berada di Nepal, pada awal abad ke-19, dan sama sekali tidak pernah digunakan maupun disebut dalam sumber-sumber ajaran tradisional Buddhadharma yang ada. (https://en.wikipedia.org/wiki/Five_Tathagatas)
Salim Lee
Seorang upasaka yang telah belajar Buddhadharma selama bertahun-tahun dengan guru-guru besar seperti Dalai Lama ke-14 dan Lama Thubten Zopa Rinpoche.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara