Bangsa yang mengabaikan guru akan selamanya menjadi negara yang terbelakang.
Hari Guru Nasional diperingati setiap 25 November. Pada kesempatan ini, ada baiknya mengulas tentang nasib guru. Mengapa? Tidak ada yang membantah bahwa guru merupakan kunci utama mutu pendidikan. Pendidikan yang bermutu merupakan kunci kemajuan suatu bangsa.
Berbeda dengan guru PNS, kebijakan pemerintah dalam memuliakan guru, khususnya non-PNS dinilai sangat lamban. Pemerintah percaya guru adalah kunci keberhasilan pendidikan nasional, namun enggan serius memuliakan guru.
“Masalahnya bagaimana guru bisa kompeten dan percaya diri jika dalam kesehariannya masih bergulat dengan persoalan besok makan apa?”
Jangankan biaya untuk pengembangan diri, untuk kebutuhan sehari-hari saja guru honorer harus pinjam uang; gali lubang tutup lubang.
Memuliakan guru bisa dilakukan dalam bentuk pemberian materi maupun non materi. Siswa mencium tangan, membungkuk saat berjalan di depannya, memanggil dengan bapak atau ibu, bukan namanya, memperhatikan ucapan guru saat pembelajaran berlangsung dan bertegur sapa saat di luar sekolah merupakan bentuk pemuliaan guru secara non materi yang harus tetap dijaga.
Pemuliaan guru dari aspek materi merupakan tanggung jawab pemerintah, pengusaha, dan orangtua siswa. Selain menaikkan gaji guru di bawah standar, pemerintah memberikan beasiswa kepada anak-anak guru dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Ironis, guru yang melahirkan profesor tidak mampu menguliahkan anak-anaknya. Langkah perusahaan swasta seperti Garuda Indonesia, Merpati Airlines, PT Pelni, dan PT Telkom yang memberikan potongan harga kepada guru harus diikuti perusahaan lainnya dan bukan hanya sebatas pada guru yang tergabung dalam PGRI saja, melainkan semua orang yang berprofesi guru.
Orangtua yang mampu harus berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan melalui uang pangkal dan bulanan ke sekolah (swasta), bukan malah memilih sekolah yang tidak memungut uang bulanan, akibatnya sekolah gratis disesaki murid sehingga tak nyaman untuk belajar.
Sementara sekolah yang masih memungut uang bulanan tak laku dan sepi murid. Mental orangtua semacam ini tak bisa dibiarkan, lemahnya kontribusi orang tua mampu inilah yang membuat sekolah-sekolah swasta tak mampu membayar gaji guru secara layak.
Namun demikian, yayasan juga harus transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan sekolah agar kepercayaan masyarakat semakin meningkat.
Saya yakin prestasi siswa sangat ditentukan oleh kualitas gurunya, maka dari itu memuliaan guru adalah keniscayaan. Mengajar bukan semata menyampaikan apa yang tertulis di buku pelajaran, melainkan memerlukan persiapan yang matang dan kesanggupan guru memecahkan kesulitan-kesulitan siswa. Dikatakan, The best teacher teach from the heart not from the book.
Manggala Wiriya Tantra
Mahasiswa S2 Jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Kepala Staf Institut Nagarjuna (Lembaga Kajian dan Pengembangan Buddhis Indonesia).
Guru PPKn SMA Regina Pacis Jakarta. Sekretaris Jenderal Presidium Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia 2014-2016
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara