• Monday, 6 September 2021
  • Deny Hermawan
  • 0

Mandala Agung Borobudur adalah mahakarya leluhur Nusantara yang tak sembarangan dibuat. Konstruksi hingga ukiran reliefnya dibuat berdasarkan kitab-kitab dari India, namun mengalami sentuhan lokal. Termasuk aspek pemilihan tempat yang subur dekat dengan banyak air mengalir pun tak sembarangan dilakukan.

Dr. Hudaya Kandahjaya dalam bukunya “Borobudur: Biara Himpunan Kebajikan Sugata” terbitan Penerbit Karaniya menyampaikan bahwa Candi Borobudur pada dasarnya adalah sebuah representasi dari paduan delapan stupa agung. Delapan stupa tersebut memperingati empat lokasi peristiwa suci dalam kehidupan Buddha dan empat tempat yang mana Buddha menunjukkan mukjizat di India.

Candi ini sepenuhnya sesuai dengan ketetapan yang dicantumkan di kitab Susiddhikara-sūtra. Di dalam sutra ini, delapan stupa agung Buddha dipandang sebagai situs teristimewa untuk mendaras mantra dan meraih keberhasilan (Kandahjaya, 2021: 115).

Lantas seperti apa isi dari Susiddhikara-sūtra yang menyebutkan hal itu? Sebagai pengantar, perlu diketahui bahwa sutra tersebut adalah sutra Mahayana yang bersifat esotertik. Meski versi asli India-nya sudah musnah, sutra ini terlestarikan dalam beberapa versi terjemahan, seperti Tiongkok (Taisho No. 893) dan Tibet (Peking No. 341). Dalam versi Tibet, teks ini masuk dalam kategori Kriya Tantra. Sementara dalam tradisi buddhis Jepang, sutra ini masuk kategori esotertik bersama dua teks lain yakni Vairocanāabhisambodhi-sūtra dan Sarvatathāgata-tattvasaṃgraha.

Sutra ini berisi percakapan antara Bodhisattva Kuṇḍali Vidyarāja dan Sri Bhagavān Adi Buddha Vajradhara yang menjawab berbagai pertanyaan dari sang bodhisattva. Salah satunya adalah pertanyaan terkait Āsthāna-varana (pemilihan tempat/situs). 

Perlu diketahui, Vajradhara sendiri memang terkait dengan Borobudur. Ini terbukti dari Kitab Nagarakrtagama gubahan Mpu Prapanca dari Majapahit yang menyebut Budur sebagai salah satu daerah Kasugatan Kabajradharan. Selain itu juga ditemukan pelat timah perunggu di pekarangan Borobudur yang diduga dari abad ke-9 M, yang isinya bisa direkonstruksi menjadi tulisan namo bhagavate mahāvajradharasya.

Beginilah penggalan Sabda Sri Vajradhara menurut Susiddhikara-sūtra:

“Selanjutnya, Aku akan menjelaskan tempat untuk membaca mantra dan [meraih] keberhasilan. Di tempat manakah yang kamu huni agar bisa cepat memperoleh keberhasilan? Tempat ketika Buddha mencapai Anuttarā Samyaksambodhi dan mengalahkan tentara dari empat Mara (catvāro-mārāh-sainya) adalah yang terbaik, dan Anda akan cepat memperoleh keberhasilan.”

“Karena tidak ada rintangan di tepi Sungai Nairañjanā, kamu akan cepat memperoleh Siddhi di tempat itu; Bahkan jika ada rombongan Māra di sana, mereka tidak akan bisa mengakibatkan gangguan apa pun, dan di antara hal-hal yang kamu cari di sana, tiada yang tidak tercapai. Di tempat yang seperti itu, kamu akan cepat memperoleh Siddhi.”

“Sebagai kemungkinan yang lainnya, di tempat Buddha memutar Roda Dharma (Dharma-cakra-pravartana), atau di Kota Kuśina[gari], tempat Nirvāna Sang Buddha, atau di Kota Kapila[vastu], tempat Buddha lahir. Keempat tempat itu adalah yang terbaik, dan karena tiada rintangan yang mengganggu, kamu pasti memperoleh keberhasilan di dalam tiga jenis Siddhi.”

“Sebagai kemungkinan yang lainnya, di tempat-tempat yang unggul yang dikatakan oleh para Buddha, atau di tempat-tempat yang unggul yang dikatakan oleh para Bodhisattva, di tempat delapan stupa yang besar (asta-maha-sthana-caitya), atau di gunung-gunung yang terkenal dengan banyak pohon, buah-buahan yang berlimpah, dan mata air yang mengalir. Tempat-tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat-tempat yang unggul.”

“Atau, di dalam hutan yang dengan banyak bunga dan buah, dengan air yang mengalir, dan yang disukai oleh orang-orang. Tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat yang unggul.”

“Atau, mungkin ada hutan yang dengan banyak rusa yang tidak diburu oleh orang, dan tanpa hewan buas pemangsa seperti beruang, harimau, dan serigala. Tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat yang unggul.”

“Atau, tempat yang tidak terlalu dingin maupun juga tidak terlalu panas, yang disukai oleh orang-orang, dan yang menyenangkan pikiran mereka. Tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat yang unggul.”

“Atau, di samping gunung, di atas puncak gunung, di atas bukit yang sunyi, atau di atas lereng gunung yang juga memiliki air. Tempat-tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat-tempat yang unggul.”

“Ada juga tempat yang unggul, dimana ada rerumputan hijau yang menutupi permukaan tanah dan ada banyak pohon dan bunga, termasuk kayu pohon yang cocok untuk pelaksanaan Homa. Tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat yang unggul.”

“Atau di depan Stupa yang mengabadikan Śārira, atau di tempat di dalam gunung yang mengabadikan Śārira, atau di samping sungai [misal gangga], atau tempat dimana ada hutan yang diperindah dengan berbagai macam pepohonan dan tidak ada banyak orang, atau di pemakaman di mana asap tidak pernah berhenti, atau di tepi sungai besar, atau di samping kolam besar, atau tempat di mana dahulu ada banyak sapi, atau di kaki pohon besar yang sunyi di mana ada deva tinggal berdiam dan yang selalu di dalam naungan, atau kuil tunggal dari banyak desa, atau di samping lintasan jalan yang besar, atau di samping kolam dari Naga. Tempat-tempat seperti itu adalah yang dikatakan sebagai tempat-tempat yang unggul.”

“Atau, negeri-negeri yang dikunjungi oleh Buddha selama perjalanan-Nya. Di dalam tempat-tempat seperti itu, kamu akan cepat memperoleh keberhasilan.”

“Jika ada negara di mana empat kelompok pemuja (Bhiksu – Bhiksunī – Upāsaka – Upāsikā) memiliki keyakinan yang dalam pada sang Tiga Permata (Buddha – Dharma – Sangha) dan menjunjung tinggi Saddharma, di dalam tempat seperti itu kamu akan cepat memperoleh keberhasilan.”

“Lagi, jika ada negara yang dengan banyak orang baik yang semuanya diberkahi dengan belas-kasih, di dalam tempat seperti itu kamu akan cepat memperoleh keberhasilan.”

“Ketika kamu memperoleh satu dari tempat-tempat yang sangat unggul ini, kamu harus menyingkirkan sampah, pecahan, kerikil, dan benda-benda lainnya dari permukaan tanah itu. Semua hal ini akan dijelaskan secara lengkap di bagian Mandala.”

“Dalam penyesuaian dengan ritual untuk Siddhi, kamu harus secara tepat membedakan tempat untuk Tiga Keluarga (Buddha, Padma, Vajra), dan kamu juga harus membedakan antara ritual Śāntika, Paustika, dan Abhicārika. Juga, untuk tiga ritual ini, kamu juga harus membedakan antara pencapaian yang lebih tinggi, yang menengah, dan yang lebih rendah.”

(Sutra diterjemahkan dari buku “Two Esoteric Sutras” karya Rolf W. Giebel, Numata Center: 2001)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *