Stupa Borobudur BUKAN merupakan stupa relik dan bukan stupa Tantra.
“Bahwa jenazah salah satu orang suci ini mungkin telah diangkut ke Jawa dan ditempatkan di sana (stupa utama Borobudur), sangat tidak mungkin, juga bukan cenotaph (adalah makam kosong atau monumen yang didirikan untuk menghormati seseorang atau sekelompok orang yang jenazahnya ada di tempat lain).” Krom N.J. 1927. BARABUDUR Archeological Description Volume I. The Hague, Martinus Nijhoff Hal. 9
Stupa-stupa di teras-teras atas termasuk stupa induk Borobudur adalah peragaan puncak paparan Sutra Gandawyuha. Kumpulan 72 Stupa Jala dan Stupa Stapada digunakan sebagai representasi dharmadhatu dan stupa induk Borobudur adalah stupa Dharmakaya.
Seperti kita ketahui, pada tahun 1907-1911, pemugaran kedua Candi Borobudur dilaksanakan dan dipimpin oleh Theodoor Van Erp, seorang insinyur dan arkeolog Belanda. Van Erp memilih untuk menggunakan prinsip anastilosis, suatu teknik rekonstruksi yang mana reruntuhan monumen dipugar menggunakan elemen dan bentuk arsitektur asli semaksimal mungkin.
Karena keputusan menggunakan teknik ini disertai pemikiran dan usaha van Erp yang luar biasa, penampakan bentuk Candi Borobudur dapat kembali kita lihat seperti sekarang.
Chattra (payung) hasil rekontruksi pernah dipasang oleh Van Erp di puncak stupa tertinggi Borobudur. Di bawah chattra, Van Erp juga memasang yasti (bagian atas stupa) lapisan tengah yang terdiri dari 9 tumpukan batu. Dokumentasi gambar pemasangan chattra itu diabadikan oleh Van Erp.
Chattra hasil rekonstruksi yang kini tersimpan di Museum Borobudur, bentuknya menyerupai tumpukan tiga payung dengan lebar berlainan. Tinggi chattra lebih dari 3 meter, lebar dasarnya kurang lebih 1,75 meter.
Mengenai chattra, Van Erp memang dipengaruhi oleh bentuk stupa dari negeri lain, terutama dari Burma dan Thailand, dan karena mengaplikasikan sistem anastilosis, mungkin Van Erp ‘memberanikan diri’ untuk mengonsep chattra juga untuk stupa induk Borobudur.
Dengan memasang chattra rekonstruksi pada saat itu, Van Erp dianggap melangkah terlalu jauh oleh banyak pakar di saat itu dan juga terutama didesak oleh rekannya, arkeolog Nicholaas Johannes Krom, yang menulis bahwa tidak ada keterangan atau bukti sama sekali soal keberadaan yasti dan chattra pada stupa induk Candi Borobudur.
Van Erp sendiri pun pada akhirnya meragukan tentang kebenaran ide tersebut, dan mengambil kesimpulan bahwa desain asli puncak Borobudur itu memang tidak diketahui, apalagi dengan tidak diketemukannya batu asli yang cukup untuk menyimpulkan akan adanya chattra itu.
Van Erp kemudian membongkar chattra tersebut. Borobudur pada tahun 1870, sebelum pemugaran Van Erp:
Tidak lama kemudian, menurut catatan tahun (1912) dari foto, chattra dibongkar, tahun berikut setelah selesainya pemugaran.
Chattra rekonstruksi memang tidak pernah menjadi bagian dari Candi Borobudur. Keberadaannya hanya dalam waktu singkat saja dan akhirnya Van Erp memutuskan untuk membongkarnya karena merasa memang tidak tepat.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara