Istilah ‘bhūmisambhāra’ artinya ‘Bumi Pengumpulan’. Di sini yang dimaksud dengan sambhāra adalah ‘Dua Pengumpulan’: ‘sambhāradvaya’ (puṇya-jñāna-saṃbhāra): pengumpulan daya kebajikan (puṇya-sambhāra) dan pengumpulan daya pengetahuan (jñāna-saṃbhāra).
Konsep dan pengertian tentang ‘pengumpulan daya kebajikan dan daya pengetahuan’ (puṇya-jñāna-saṃbhāra) ini sangat lazim dan merata dalam tradisi Buddhis untuk menerangkan dan menjelaskan mekanisme antara aksi dan konsekuensi.
Hubungan antara tindakan dan bagaimana serta seperti apa efeknya itu terbentuk dan mengejawantah – bagaimana kebajikan (puṇya, kusala) akan selalu membawa efek yang bermanfaat dan tindakan yang tidak terampil (pāpa, akusala) akan membawa ketidaknyamanan sebagai akibatnya.
Istilah puṇya (Sanskerta, Pali: puñña, Inggris: merit) secara harfiah bisa diterjemahkan sebagai ‘perbuatan bajik, perbuatan baik, kebajikan’, tetapi lebih merujuk pada ‘hasil, akibat atau dampak’ dari perbuatan, ucapan, dan pikiran bajik, jadi sebagai hasil dari kebajikan.
Bukan sebagai pahala, tetapi sebagai sesuatu yang terbentuk dengan sendirinya di dalam kesadaran sebagai konsekuensi dari kebajikan itu sendiri. Meskipun bukan berbentuk fisik, hasil kebajikan ini bisa dibayangkan dalam bentuk energi, kekuatan atau daya yang ‘terkumpul, terakumulasi’ (sambhāra) di dalam hati sanubari kita.
Pengumpulan daya kebajikan ini meluas dan saling menguatkan dalam jangka waktu yang lama. Daya kebajikan ini sangat bermanfaat dan sangat mempengaruhi jalan kehidupan kita, misalnya dalam cara kita menanggapi keinginan, mengatasi kesedihan, menentukan kualitas kepuasan, juga dalam mengambil keputusan. Pikiran, ucapan atau perbuatan yang menghasilkan puṇya disebut kusala, terampil, skillful.
Kebalikan dari puṇya adalah apuṇya (Sanskerta, Pali: apuñña, Inggris: demerit) atau pāpa yang diartikan dengan ‘miskin, melarat, yang mencegah berbuat baik, yang menghasilkan penderitaan’. Pikiran, ucapan atau perbuatan yang pāpa disebut akusala, tidak terampil, unskillful.
Kata jñāna (Sanskerta, Pali: ñāṇa, Inggris: knowledge, wisdom) artinya daya pengetahuan yang tumbuh berkembang sebagai hasil dari perhatian, ingatan, dan wawasan tajam. Pengumpulan pengetahuan yang didapatkan dari belajar maupun evaluasi itu dikupas, direnungkan, dan ditelaah sehingga tidak lagi hanya menumpuk sebagai pengertian kering, tetapi dihayati dan diterapkan hingga tumbuh berkembang menjadi daya pengetahuan yang dapat diandalkan untuk membawa manfaat bagi diri sendiri dan banyak orang.
Semakin luas dan tajam daya pengetahuan ini, semakin dapat melihat ‘apa yang ada’ secara lebih tepat dan langsung, tanpa terpengaruh oleh kecenderungan kebiasaan, emosi reaktif maupun pemikiran konseptual.
Daya pengetahuan inilah yang membantu dan mendorong kita untuk mengetahui, memilih, dan menentukan semua keputusan dalam hidup kita. Daya pengetahuan inilah yang dapat menghilangkan semua kebingungan (moha: Sanskerta, Pali) dan akhirnya kesalahpengertian (avidyā: Sanskrit; Pali: avijjā).
Daya kebajikan dan daya pengetahuan ini saling mendukung dan saling memperkuat. Daya kebajikan mendorong untuk selalu melakukan yang bajik, sementara daya pengetahuan membuat kita tahu apa dan bagaimana cara menggayuhnya. Daya pengetahuan ini akan membuat kita lebih bijak dalam mengambil tindakan selanjutnya.
Dengan proses ini, kelesah sedikit demi sedikit akan ditanggulangi dan akhirnya diatasi sepenuhnya. Kelesah (Sans.: kleśa, Pali: kilesa) adalah kondisi mental, emosi yang mengganggu, penyebab yang menimbulkan gejolak dalam hati dan pikiran, seperti kegelisahan, kecemasan, ketakutan, kemarahan, kecemburuan, dan sebagainya. Kelesah/kêlèsah dalam KBBI diartikan sebagai tidak tenteram hatinya; tidak dapat tenang; gelisah.
Pengertian dan penerapan ‘daya kebajikan dan daya pengetahuan’ ini merupakan dasar yang menggarisbawahi etika dan disiplin moral untuk perilaku pribadi dan tata laku sosial dalam berinteraksi baik dalam keluarga dan masyarakat.
Perkembangan tingkat spiritual yang lebih tinggi tidak dapat dicapai secara stabil kecuali dilandasi fondasi yang kuat. Dua pengumpulan ini adalah fundamennya. Daya kebajikan dan daya pengetahuan ini terbentuk dan terkumpul terutama melalui kepedulian kita dalam kehidupan sehari-hari.
Pengumpulan dua daya ini dapat juga diberi komplemen dengan berbagai aktivitas khusus, dimulai dengan mengikuti cara tradisi yang mendasar hingga pembekalan pengetahuan yang lengkap, luas, dan mendalam.
Candi Borobudur didesain dan dibangun sebagai promenade spiritual dengan tatanan langkan dan dinding sebagai bingkai pemaparan sutra-sutra dengan media batu yang terukir. Seluruh bangunan dilengkapi dengan banyak stupa, arca, dan artefak-artefak lainnya sebagai representasi kesempurnaan, yang tujuannya adalah untuk menginspirasi, untuk memungkinkan diperolehnya ‘dua pengumpulan’ dengan berbagai cara, bukan untuk disembah.
Candi Borobudur dibangun sebagai fasilitas untuk memudahkan sebanyak mungkin orang dengan tahap pengertian yang berbeda-beda untuk dapat melakukan berbagai aktivitas yang bertujuan mengumpulkan daya kebajikan dan daya pengetahuan secara komprehensif dan dalam skala yang luas, seperti:
pradakṣiṇā – mengelilingi objek searah jarum jam,
cañkrama – berjalan dengan penuh perhatian,
bhāvana – semadi meditasi,
pūjābhakti – penghormatan dan doa bakti,
pembuatan stupika atau tablet,
anusmṛti – pemusatan ingatan dan penghormatan, atau
dharmadeśanā – pembabaran dharma.
Dengan demikian, Candi Borobudur sangat tepat diberi sebutan sebagai ‘bhūmisambhāra’, bumi pengumpulan daya kebajikan dan daya pengetahuan sebagai pegangan dan fondasi dasar kehidupan. Pengumpulan dua daya ini memungkinkan kita untuk hidup tanpa penyesalan, hidup yang tergugah, dan tercapainya potensi tertinggi keberadaan kita.
Candi Borobudur dibangun sebagai sarana untuk membawa kesejahteraan dan kesentosaan buat seluruh masyarakat, sebagai peta perjalanan spiritual: memberi petunjuk tentang cara pandang yang bermanfaat dalam kehidupan, cara bermasyarakat yang saling membantu, pengajaran spiritual untuk melihat secara tepat apa yang sebenarnya ada sehingga dapat merahayukan seluruh alamnya dan mengembangkan potensi tertinggi dari kehidupan manusia.
Salim Lee
Seorang upasaka yang telah belajar Buddhadharma selama bertahun-tahun dengan guru-guru besar seperti Dalai Lama ke-14 dan Lama Thubten Zopa Rinpoche.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara