• Wednesday, 3 January 2018
  • Dhammateja
  • 0

Dalam Rangka 53 Tahun Vihara Tanah Putih – Maha Dhamma Loka (1)

“Vihara Tanah Putih tidak ada hubungannya dengan aliran sekte Mahayana di Tiongkok yang bernama Ching-Tu atau Tanah Putih, yang didirikan oleh Hui Juan dan Tan Lun” 

Bhikkhu Thithaketukho

Setiap pergantian tahun Masehi, pastilah ramai dan meriah dirayakan penduduk di seluruh dunia. Termasuk di Kota Semarang. Kota Semarang adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, dengan topografi unik.

Di sebelah utara, berbatasan langsung dengan pesisir pantai utara Pulau Jawa. Di sebelah selatan, terdiri dari deretan bukit – lereng Gunung Ungaran. Maka untuk memudahkan dalam penyebutan, kita kenal ada daerah Semarang (kota) bawah dan Semarang atas.


Tampak depan bagian kantin di Vihara Tanah Putih bawah. Sekarang menjadi Buddhis Shop

Bagi siapa pun yang pernah singgah ke kota lumpia ini, tentu pernah mendengar sebuah bukit dengan nama “Tanah Putih”.

Bukit ini berada tepat di tanjakan jalan raya Semarang-Solo dari arah timur kota bawah. Sebagian masyarakat di Kota Semarang mengenal nama Tanah Putih sebagai nama vihara, tempat ibadah umat Buddha – sekaligus tempat tinggal para bhikkhu dan samanera.

Meskipun hal ini benar, tidak banyak di antara kita mengetahui, bahwa ada beberapa sumber rujukan mengenai asal usul nama kawasan bukit, yang secara administratif berada di Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari ini.

Sudah dikenal sejak zaman Belanda

Pada zaman Belanda daerah ini disebut sebagai Heuvel yang berarti bukit, karena berada di daerah ketinggian. Petunjuk awal adanya nama Tanah Putih, terdapat pada nama poliklinik yang berada sekitar 300 meter di atas Vihara Tanah Putih sekarang.

Adalah Bapak Hariyono Soeparto (lahir di Rembang, 12 Maret 1939, sekarang tinggal di Kota Malang), putra dokter Soeparto yang pernah menjadi dokter di poliklinik tersebut, sejak bulan Mei 1949 sampai Oktober 1949.


Suasana puja bakti di ruang Vihara Tanah Putih bawah, sekitar pertengahan tahun 1970-an

Beliau menerangkan bahwa nama Tanah Putih tercantum sebagai nama poliklinik, lengkapnya adalah Poliklniek Tanah Putih Oud Tjandi Semarang.

Sekarang poliklinik yang juga masuk dalam wilayah Kelurahan Jomblang tersebut, berganti nama menjadi Puskesmas Kecamatan Candi Sari. Kesimpulannya, nama Bukit Tanah Putih sudah ada sejak zaman Belanda, atau sejak sebelum Vihara Tanah Putih berdiri tanggal 1 Januari 1965.

Versi sesepuh umat Buddha Semarang

Sementara dalam versi umat Buddha, asal usul nama Vihara Tanah Putih dapat diketahui dari majalah Sinar Dhamma Loka (Desember 1973: 11), dalam artikel berjudul Rendez-vous.

Dalam majalah tersebut, diturunkan berita, “Kita punya ‘rendez-vous’ dalam artian tempat, yaitu Vihara ‘Tanah Putih’ yang dihubungkan dengan tangga menjalari tebing menuju Vihara ‘Maha Dhamma Loka’.

Yang di bawah adalah lambang tempat Dhamma berawal: ‘Tanah Putih’ atau ‘Kapilavasthu’. Sedang di atasnya adalah suatu materi (benda) yang merupakan tempat menguraikan dialektikanya ajaran luhur Tathagata yang benar-benar bisa diterima secara logis.”

 
Penjelasan nama Vihara Tanah Putih lebih lanjut, dapat diketahui dari uraian Bhikkhu Thitaketukho dalam Buku Kenang-Kenangan 29 Tahun Vihara Tanah Putih (1994: 17).

Pada buku tersebut, beliau menulis, “Vihara Tanah Putih tidak ada hubungannya dengan aliran sekte Mahayana di Tiongkok yang bernama Ching-Tu atau Tanah Putih, yang didirikan oleh Hui Juan dan Tan Lun, yang berdasarkan kitab Amitayadhayana kelanjutan dari kitab Sukhavatiyuha yang memuja Amitabha Buddha.

Tanah Putih, nama untuk “vihara bawah”

Berdasarkan penuturan beberapa sesepuh Vihara Tanah Putih, seperti Upacarika Dharmakusuma Setyabudhi, BE dan Upacarika Sri Widyowati, B.A (keduanya berusia 70-an), yang dikuatkan dengan tinggalan catatan tertulis mendiang Pandita Dharmaratna Henry Basuki, B.A, diketahui bahwa Tanah Putih sebenarnya adalah nama vihara yang letaknya berada di bawah bukit.

Sebelum digunakan sebagai tempat pujabhakti umat Buddha, rumah kuno dengan desain arsitektur Belanda ini, sudah digunakan untuk pemujaan Avalokiteshvara Bodhisattva.

Di dalamnya terdapat ruangan khusus altar rupam Kwan She Iem Po Sat, ditempati sejak sekitar tahun 1963. Rumah puja tersebut terletak di JL. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 6 R.

Sesudah diletakkan Buddharupam dan dimulai pujabhakti secara agama Buddha, ruangan tersebut diberi nama sesuai nama kawasan bukit yang sudah ada sejak era Belanda, yaitu Vihara Tanah Putih.

Nama “vihara atas” adalah Maha Dhamma Loka

Tak lama setelah pujabhakti rutin dilaksanakan, sesepuh umat Buddha Vihara Tanah Putih mengusahakan tempat pujabhakti yang berada di bagian atas bukit Tanah Putih. Sesudah dibangun mulai sekitar tahun 1973 sampai 1980-an, oleh para sesepuh, vihara ini diberi nama, “Maha Dhamma Loka”.

Hingga tahun 1980-an, saat penulis pertama kali mengikuti pujabhakti di vihara yang terletak tak jauh dari pasar kambing ini, para umat masih menyebut kedua nama secara utuh. Tanah Putih ditujukan untuk menyebut vihara bawah yang kini dikenal sebagai Ruang Metta Karuna, sedangkan Dhammasala yang terletak di atas bukit, dikenal dengan nama Vihara Maha Dhamma Loka.


Bhante Khemasarano di Ruang Metta Karuna, Vihara Tanah Putih

Asal usul nama tersebut dikuatkan dengan terdapatnya majalah Buddhis “Sinar Tjakra” yang terbit sejak tahun 1963-an. Sementara sejak akhir tahun 1972, majalah tersebut berganti nama menjadi “Sinar Dhamma Loka”, menyesuaikan nama vihara baru.

Selain itu, pada dokumentasi surat-surat resmi maupun undangan, nama-nama vihara disebut dalam satu kesatuan, “Vihara Tanah Putih – Maha Dhamma Loka”.

Sekarang, karena latah dan mengikuti kebiasaan masyarakat yang menyebut nama suatu tempat berdasarkan toponim wilayah, nama vihara disingkat dengan hanya menyebut atau menulisnya menjadi “Vihara Tanah Putih”. Maha Dhamma Loka sebagai ciri khas corak nama vihara Buddhis, pelan-pelan luntur, kadang malah tak dikenal.

Salah Kaprah Nama Alamat

Vihara Maha Dhamma Loka berdiri di atas tanah bekas panti asuhan putra Yayasan Chung Hwa – Chung Hwee, pimpinan Bapak Kwe Hok Siong, yang sudah kosong. Alamat komplek bangunan vihara ini lengkapnya berada di JL Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 12 B.

Namun karena mungkin ingin praktis atau kurang mengetahui latar belakang pemberian nama jalan tersebut, sebagai penghormatan atas jasa-jasa pahlawan bernama Dr. Wahidin Sudirohusodo, kadang dijumpai penulisan alamat secara singkat.

 
Jadilah nama pahlawan Dr. Wahidin Sudirohusodo kadang secara tidak sadar dipotong menjadi hanya JL. Dr. Wahidin saja (menghilangkan nama Sudirohusodo).

Hal tersebut tidak soal, karena memang ketidaktahuan kita atau mungkin karena belum mengenal sosok pahlawan yang diabadikan sebagai nama jalan, dalam rangka penghargaan atas jasa-jasanya di masa lalu.

Namun bila mengacu pada tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka penyingkatan nama alamat Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi hanya JL. Dr. Wahidin saja, adalah tidak tepat.

Bahasa Indonesia adalah salah satu dari tiga butir kalimat Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928, dan nama jalan tersebut adalah nama pahlawan nasional.

Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat (refreshing) bagi para sesepuh generasi zaman old. Serta menjadi inspirasi tersendiri bagi anak-anak sekolah minggu dan muda-mudi zaman now, yang kelak akan meneruskan estafet kepemimpinan di vihara bersejarah ini.

Akhir kata, selamat Hari Ulang Tahun ke-53, Vihara Tanah Putih – Maha Dhamma Loka (bersambung).

Dhammateja Wahyudi Agus R

Wakil Ketua PC Magabudhi, Semarang. Memperoleh Penghargaan sebagai upacarika padana dari PP Magabudhi pada tahun 2014.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *